Cari Berita berita lama

Republika - Sindikat Perampokan di Dalam Taksi Tertangkap

Sabtu, 29 Maret 2008.

Sindikat Perampokan di Dalam Taksi Tertangkap












Para wanita yang biasa menggunakan taksi sepulang kerja boleh sedikit bernapas lega. Ini menyusul penangkapan sindikat perampokan di dalam taksi oleh Polda Metro Jaya akhir pekan lalu. Dalam melakukan aksi kejahatannya, sindikat perampokan di dalam taksi memang tergolong profesional. Mereka sudah lebih dulu mengincar wanita-wanita eksekutif yang pulang kerja atau usai berbelanja di mal. Berdasarkan laporan yang diterima Polda Metro Jaya, pada Januari hingga Februari 2008 ada enam kasus perampokan terhadap wanita di dalam taksi. Belum korban lainnya yang enggan melaporkan kasus itu ke aparat keamanan. Sinta (27 tahun), adalah salah satu korban perampokan di dalam taksi. Wanita yang bekerja di kawasan Jakarta Selatan ini mengaku masih trauma atas kejadian itu, Dia mengaku masih dihantui rasa ketakutan jika ingin naik taksi lagi. Shinta masih ingat ketika melintas kawasan Senayan, dia jadi korban perampokan di dalam taksi. Perasaan yang sama juga dialami oleh Dewi (28). !
Karyawan perusahaan multinasional itu mengaku masih merasa takut dan trauma setiap kali mengingat kejadian itu. Bahkan, sekarang dia tidak berani melakukan perjalanan sendiri. Atas kejadian itu, Dewi mengaku jadi kerepotan. Sebab pekerjaannya di bagian marketing menuntut kemandirian dan mobilitas yang tinggi. Kedua wanita tersebut jelas merupakan sebagian korban dari sindikat taksi yang telah diringkus oleh petugas kepolisian Polda Metro Jaya sejak awal Maret lalu. Komplotan perampok itu biasanya beraksi pada malam hari. Dipilihnya malam sebagai waktu melakukan aksi kejahatan karena sasarannya adalah para wanita yang hendak pulang kerja. Menurut Kepala Satuan III Kejahatan Kekerasan Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Muhammad Fadil Imran, pelaku biasanya menjadi sopir tembak atau menyewa taksi itu untuk memulai aksinya itu. Modus operandi para pelaku biasanya dilakukan terhadap wanita yang pulang kerja malam hari. Ketika wanita sudah di dalam taksi, sopir tiba-tiba meng!
hentikan kendaraan dengan alasan ban kempes. Para sindikat ini!
menyewa
taksi seharga Rp 300 ribu sampai Rp 600 ribu. Dan biasanya menyewanya dari pukul 17.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB dini hari. Dalam menjalankan aksinya, pelaku diikuti satu mobil lainnya yang dikendarai rekannya sendiri untuk menguntit taksi yang dinaiki wanita yang telah ditetapkan jadi korban, dari belakang. Setelah sasaran naik taksi, pelaku membawa korban berputar-putar lalu berhenti dengan alasan ban kempes. Pada saat itulah, rekan satu komplotan yang menguntit dari belakang itu masuk ke dalam mobil yang ditumpangi korban, lalu korban dipaksa untuk menyerahkan hartanya seperti dompet, perhiasan, telepon genggam dan kartu ATM. Bahkan untuk kartu ATM, korban yang pada umumnya wanita itu diancam akan diperkosa jika tidak memberitahukan nomor PIN ATM-nya. Setelah itu, korban ditinggalkan di suatu tempat yang dianggap aman oleh pelaku. Ironisnya, sebagian pelaku ternyata adalah mantan sopir taksi resmi. Ali, contohnya, adalah salah mantan sopir taksi yang akhirnya memilih te!
rjun menjadi bagian dari komplotan perampok spesial penumpang taksi. Dia pun dengan mudah mendapatkan kepercayaan untuk menyewa taksi. Adapun taksi yang biasa disewa oleh komplotan Ali berjumlah empat dari empat perusahaan yang berbeda. Menurut keterangan dari kepolisian, para sopir yang telah menyewakan taksi itu akan segera dipanggil untuk dimintai keterangan. Hal yang sama pun akan dilakukan kepada para pengelola dari perusahaan taksi itu. Para tersangka yang sudah tertangkap adalah Hendrik Mayasko alias Eko (31), Andriano alias Kenon (33), Yudi Lesmana alias Pancuak (35), Mardianto alias Anto (34), Rudi Chandra alias Can (37), Antoni alias Ismanto (35), Mitra alias Andre (33), Joni Asmara alias Jon (31), Ferdian Sukri alias Sukri (29), dan Amli Haryono alias Ali (32), Irwan Jawa (31) dan Agusman (34). Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar (Kombes) Carlo Brix Tewu, menuturkan, sejak awal tahun ini sudah ada delapan kasus yang sedang ditangani P!
olda Metro Jaya. Selain itu, lanjutnya, ada juga beberapa kasu!
s serupa
yang terjadi pada tahun lalu. ''Sejak tahun lalu, aksi seperti itu sudah ada di Ibu Kota,'' tuturnya. Menurut Ketua DPD Organda DKI Jakarta Herry Rotty, kasus ini terkait dengan ketegasan Dinas Perhubungan DKI. Karena pengusaha taksi yang perizinannya di bawah Dinas Perhubungan, juga bertanggung jawab dalam mempekerjakan para sopir taksinya. Oleh sebab itu, pihaknya meminta pencabutan izin taksi yang bermasalah itu. Pencabutan izin terhadap taksi bermasalah itu diperlukan supaya mereka jera,'' tuturnya. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Nurrachman, pihaknya belum bisa membuat keputusan terkait perizinan perusahaan taksi itu. Sebab, sambungnya, semua keputusan harus memiliki dasar yang sudah pasti dan jelas. Misalnya, kepastian dari kepolisian mengenai perusahaan taksi itu. ''Saat ini kan masih dalam penyelidikan, belum ada surat tertulis yang dilayangkan kepada kami jika perusahaan itu bersalah,'' ungkapnya kemarin (28/3), kepada Republika. c64/bud
( )

No comments:

Post a Comment