Cari Berita berita lama

Republika - Premanisme Di Sentul City

Jumat, 25 Januari 2008.

Premanisme Di Sentul City


Keberatan Biaya Pengelolaan Lingkungan









Membaca berita di Koran Republika tentang premanisme di Sentul City, kami sebagai penghuni Sentul City selama 9 tahun merasa sangat sedih. Penyebab utama terjadinya masalah itu adalah antara pihak pengelola dengan warga Sentul City tidak pernah mencapai kesepakatan mengenai biaya pengelolaan (BPL) dan harga air. Pengelola Sentul City sejak tahun 2000 menetapkan Biaya Pengelolaan Lingkungan dan Harga Air secara sepihak. Kami sendiri merasa keberatan dengan tagihan Biaya Pengelolaan Lingkungan (BPL) yang menurut luas tanah. Misalnya, rumah kami dengan harga 400 juta ditagih BPL sebesar Rp.800.000 per bulan. Apabila kami tidak membayar BPL, maka saluran air kami akan diputus oleh Pengelola Sentul City (SGC). Seperti kita ketahui bahwa bangsa Indonesia mengedepankan falsafah musyawarah untuk mufakat. Untuk itu saya, warga Sentul City, berharap Pengelola Sentul City tidak memakai cara-cara kekerasan dan intimidasi kepada warga untuk memutuskan air. Sehingga warga Sentul C!
ity dapat hidup damai, tenang, dan aman. Ir. Lucia Engelina Taman Puncak Mas Golf No.8 Bukit Golf Hijau Sentul City Sentul, Bogor Manajemen Jakarta Garden City tak Becus Keluhan Berbisnis dengan PT MMS Hati-hati. Berbisnis dengan manajemen perumahan Jakarta Garden City (JGC), PT Mitra Sindo Sukses (MSS), ternyata tidak dijamin berjalan lancar dan beres. Saya, pemasok jasa penulisan brosur banjir perumahan JGC, mengalaminya. Order penulisan dan layout brosur rampung 90 persen, tapi nol pembayarannya. Mereka pun berkelit. Semula saya tak berprasangka apa pun. PT MSS, joint-venture antara Modern Group dan Keppel Land, tentu perusahaan bonafit. Pada 1 november 2007, saya menggelar rapat dengan petinggi devisi marketing PT MSS. Meeting juga dihadiri man in-charge PT MMS untuk urusan brosur banjir itu. Saat itu kami membahas isi brosur banjir Jakarta Garden City (JGC). Order bagi saya hanya menulis naskah yang akan dipakai dalam brosur. Tanggal 3 November saya menyerahkan hasil !
pekerjaan saya. Tanggal 20 November saya diundang lagi ke kant!
or PT MM
S. Ternyata, yang diminta mereka adalah dummy brosur. Padahal, di pertemuan pertama saya sudah menanyakan apakah PT MSS punya tim desain sendiri dan dijawab 'ya'. Permintaan kedua ini kemudian saya penuhi. Masalah jadi tambah kusut karena ternyata man in charge PT MMS, yang bernama David, pertemuan tanggal 20 November itu sebenarnya sudah berencana untuk mengundurkan diri dari PT MSS. Parahnya, proses penerbitan surat kontrak dari PT MSS juga belum beres hingga akhir November. Pada tanggal 26 Desember ada undangan lagi agar saya ke kantor PT MSS. Kali ini saya bertemu Handoyo, pengganti David. Dia mengatakan sama sekali tak ada berkas apa pun dari David yang dipegangnya terkait order penulisan brosur banjir., termasuk draft brosur yang sudah saya kirim sebulan sebelumnya. Tentang anggaran, Handoyo juga meminta proses pengajuannya dimulai lagi dari awal. Dia bilang tidak ada berkas apapun soal order brosur banjir di bagian keuangan. Dengan kecewa, baru pada tanggal 3 Januari!
2008 saya kirim lagi surat order baru kepada Handoyo. Namun, permintaan saya agar surat order yang sudah ditandatangani segera di-fax balik --untuk jadi bukti kontrak bagi saya-tidak juga digubris. Sementara Handoyo terus minta agar revisi brosur tetap dikerjakan. Setelah dipaksa, baru pada 14 januari 2008 MMS mengirimkan kepada saya surat order penulisan brosur yang sudah diparaf tiga orang. Dalam surat itu juga tercantum skedul pembayaran: 30%-DP, 30%-Final Draft, 30%-Production, dan 10%-Retention. Ini telah berubah dari kesepakatan, yakni 50%DP dan sisanya 50% sisanya dibayar setelah penyerahan softcopy brosur siap cetak. PT MMS mengatakan itu sudah sistem perusahaan. Ramadhian A. Broto Kompleks Wisma Tani Jl. Manggasari 26, Jatipadang, Pasar Minggu Jakarta 12540
( )

No comments:

Post a Comment