Cari Berita berita lama

Konsultasi Psikologi: "Mesra" terhadap Adik - 14/06/2006, 13:08 WIB - KOMPAS Cyber Media - Kesehatan

Rabu, 14 Juni 2006.


Konsultasi Psikologi: 'Mesra' terhadap Adik


Kirim Teman | Print Artikel
Berita Terkait:
- Konsultasi Psikologi: Saling Percaya dalam Ikatan Perkawinan, Perlukah?
- Konsultasi Psikologi: Suami Vs Istri
- Konsultasi Psikologi: Pembantu Lebih dari Istri
Oleh: Rieny Hassan, Psikolog
Kasus:"Saya seorang wanita, sudah lebih dari 20 tahun membina rumahtangga bersama suami. Usia kami berdua sudah masuk kepala 5 dan kami sudah dikaruniai 3 orang anak yang telah menginjak usia dewasa. Selama menjalani kehidupan rumahtangga, rasanya kami sudah mengecap kebahagiaan, tanpa ada masalah berat yang mengganggu. Kalaupun ada, hanya masalah biasa yang masih dalam batas kewajaran.
Akan tetapi, akhir­-akhir ini saya dibuat heran oleh tingkah laku suami. Sikapnya belakangan juga sering membuat saya kesal dan curiga. Penyebabnya adalah "hubungan" suami dan adik perempuannya (sebut saja A) yang terlihat mesra. Usia A sudah hampir masuk kepala 4, belum menikah (sepertinya malah memang tidak berniat menikah). Padahal, banyak pria yang sebetulnya ingin menikah dengannya lho, tapi selalu ia tolak.
Suami saya sangat sayang pada A. Kalau A main ke rumah dan menginap dua-tiga malam, suami kelihatan sangat gembira. Mereka sering menghabiskan waktu berdua, mengobrol dan menonton TV hingga larut malam. Bahkan, kadang-kadang mereka berdua sampai ketiduran di ruang tamu. Sering juga saya lihat suami membelai­-belai kepala A, yang menurut saya kurang pantas, mengingat A sudah bukan anak kecil lagi.
Suatu ketika, ibu saya datang dari kampung. Dan seperti biasanya, A menginap di rumah. Ibu saya sepertinya terkejut melihat "hubungan" kakak-adik itu, dan beliau menegur saya. Katanya, saya harus waspada terhadap polah suami dan A, adiknya itu. Semula, saya memang ingin menegur suami, tapi saya takut nanti malah dibilang cemburu. Akhirnya, saya simpan saja keinginan itu di dalam hati. Namun, lama kelamaan, setelah saya perhatikan, ternyata betul juga apa kata ibu saya. Akhirnya, saya pun memberanikan diri menegur suami, yang ujung-ujungnya malah memicu keributan antara saya dan suami. Saya sampai tak tahan mendengar kata­-kata suami yang kotor.
Saya khawatir rumahtangga yang sudah sekian lama kami bina akan hancur, sementara anak­-anak kini sudah beranjak dewasa. Rasanya malu ribut-ribut di depan anak-anak, tapi sikap suami terus-terang membuat saya tak bisa diam saja. Apa yang harus saya lakukan? Terimakasih." (C di B)
Jawaban:
C yang terhormat,
Coba Ibu putar kembali ingatan Ibu dan pastikan, apa faktor pencetus kemesraan suami yang berlebihan adiknya itu, dan kapan kemesraan itu dimulai. Bila Ibu tak berhasil mengingatnya, besar kemungkinan opini atau komentar ibunda-lah yang memicu kecemburuan Ibu pada adik ipar. Pasalnya, ini sudah berlangsung lama dan Anda sebenarnya tidak terganggu, sampai ibunda kemudian muncul dan mempermasalahkan soal ini.
Akan tetapi, bila ada sesuatu yang berhasil Ibu ingat, pertanyaan berikutnya adalah, selama ini Ibu seakan tak terganggu, tetapi kenapa kok akhir-akhir ini hal itu terasa menjadi masalah, bahkan memicu pertengkaran pula? Kalau ada kakak dan adik berbeda kelamin yang dekat hubungannya sejak mereka masih kecil, biasanya ini disebabkan perbedaan usia yang tidak jauh, sehingga mereka punya teman sepermainan yang sama, atau punya hobi atau kesenangan yang sama.
Bisa juga karena mereka besar di daerah yang relatif terpencil, sehingga tetangga seusia mereka tidak banyak, dan ini memaksa mereka untuk selalu bermain bersama. Coba Ibu tilik, bagaimana dahulu kondisi keluarga dimana suami dan adiknya dibesarkan. Seperti apa pun kedekatan hubungan kakak-adik, kalau sudah sampai taraf saling menyentuh, apalagi belai-membelai, pada hemat saya ini bukanlah hal yang wajar dilakukan oleh sepasang kakak-adik.
Dalam masalah apa pun, seseorang yang disalah-salahkan pasti akan bereaksi mempertahankan diri. Apalagi kalau dicurigai atau merasa dipermalukan. Lebih-lebih lagi kalau yang melakukan itu adalah istri pada suaminya, wah ... marahnya memang bisa dahsyat. Namun, membiarkan ini juga sebenarnya tidak bijaksana.
Oleh karena itu, saya sarankan Ibu untuk mulai berlaku seperti setengah detektif, yang menyelidiki latar belakang situasi saat suami dibesarkan dan apa pula penyebab kedekatan suami dan adiknya itu. Mertua, kakek atau nenek suami (bila masih hidup) dan kerabat dekat lainnya biasanya adalah sumber yang punya banyak informasi.
Langkah berikutnya, keduanya jangan dimusuhi, tetapi cobalah untuk menjadi "bagian" dari obrolan suami dan adiknya sekiranya adik ipar sedang bertandang. Bila Ibu tidak sempat, berbagi tugaslah dengan anak-anak yang sudah besar dan pasti sudah bisa diajak bicara dari hati ke hati tentang masalah ini. Siapa tahu, pengalaman kebersamaan yang melibatkan istri atau anak-anaknya mampu membuat suami kemudian menyadari bahwa ke-eksklusifan-nya yang berdua-duaan dengan adiknya itu sudah perlu diubah.
Kemungkinan berikutnya, yang sebenarnya saya harapkan bukan ini yang terjadi pada Anda, adalah telah terjadinya incest, yakni hubungan kelamin antara saudara kandung di masa lalu yang kini berlanjut dengan kedekatan seperti itu. Mudah-mudahan tidak demikian yang terjadi pada suami Anda ya, tapi dalam kasus serupa, ada beberapa klien saya yang akhirnya saya temukan bahwa si adik yang memutuskan tak menikah (karena merasa sudah tak perawan lagi) tetap memiliki ketergantungan emosi yang tinggi pada kakaknya. Dan walau kini hubungan intim sudah tak dilakukan lagi, kelekatan satu dengan lainnya lalu memang melebihi kelaziman. Yang satu merasa tergantung, sementara yang laki-laki merasa berdosa karena telah memberi aib pada adiknya.
Untuk hal ini, saran saya tak perlu Ibu gali-gali atau ditanyakan kebenarannya. Bukankah puluhan tahun perkawinan ini berjalan dan suami sudah memberi banyak hal-hal manis, termasuk anak-anak yang hebat-hebat, pada Anda? Bila ia mengiyakan, apa sih yang bisa diubah dari aib yang sudah tercoreng itu? Bukankah kita hidup di masa kini untuk menatap masa datang?
Fokuskan usaha Ibu untuk mengurangi kedekatan mereka setiap bertemu dengan menjadikan diri Anda sebagai bagian dari percakapan ataupun saat menonton TV. Setiap saat mereka tertidur di ruang tamu, misalnya, dengan lemah lembut suruh salah satunya masuk ke dalam kamar dan selimuti satunya lagi, sehingga bila ini berlangsung tanpa omelan dan Anda lakukan secara berkala di setiap kunjungan adik ipar, insya Allah suami akan dapat mengubah kebiasaannya dengan perasaan bahwa ia tidak sedang ditekan atau dipaksa, melainkan diarahkan untuk tidak menimbulkan fitnah di mata orang lain.
Tidak susah kan, apalagi Anda katakan selama ini tak ada masalah berarti yang mengganggu roda rumahtangga Anda, yang berarti landasan perkawinan bahagia sudah Ibu miliki. Nah, yang ini butuh sedikit saja "polesan" yang bijaksana, mudah-mudahan yang agak-agak melenceng bisa kembali ke jalurnya. Salam hangat. ***

No comments:

Post a Comment