Cari Berita berita lama

Republika - Mengelola Manusia dengan Cara Manusia

Senin, 31 Desember 2007.

Mengelola Manusia dengan Cara Manusia












Gayanya ciri khas orang Yogyakarta, sopan dan lembut. Tapi mengingat jejak rekamnya, ciri khas disiplin militer jelas membekas dalam kesehariannya. Sebagai mantan anggota TNI AD selama 32 tahun, Kirtiyoso merupakan sosok yang tegas. Terlihat dalam caranya bertutur kata, jelas dan lantang.
Namun demikian, sulit untuk menyangka bahwa Presdir PT Truba Jaya Engineering ini adalah putera pasangan abdi dalem Keraton Yogyakarta yang terbiasa bertutur kata pelan. Di kantornya, wartawan Republika, Rima Ria Lestari, dan juru poto, M Syakir, berbincang-bincang tentang manajemen, kepemimpinan, dan ketenagalistrikan di Indonesia. Berikut petikannya:
Bagaimana mulanya Anda bergabung bersama Truba Jaya Engineering?
Saya tidak mengenal listrik secara khusus. Saya masuk ke Truba, yang dulunya bernama PT Truba Jurong Engineering karena ditugaskan angkatan tahun 1998. Maklum, saat itu Truba dimiliki TNI AD. Saya masuk Akademi Militer tahun 1963 sampai 1966. Kemudian saya ditugaskan di bidang peralatan sampai menjabat posisi tertinggi di bidang peralatan, Direktur Peralatan Angkatan Darat (Palad).
Apakah latar belakang pendidikan dan karier yang tidak saling berkaitan dengan posisi Anda saat ini tidak menyulitkan?
Saya lulusan SMA lalu masuk akademi yang kebetulan di bagian teknik. Saya tidak mempunyai kemampuan akademik di bidang kelistrikan. Saya mempelajarinya di Truba. Ditugaskan Angkatan di bidang yang sama sekali baru, membuat saya banyak belajar. Saya bergabung dengan Truba Jurong Juni 1998 dan pensiun dari TNI 1 Desember 1998. Ketika itu saya menjabat sebagai direktur administrasi dan saya harus beradaptasi sekitar dua sampai tiga tahun hingga akhirnya saya diangkat sebagai Presdir tahun 2001.
Kalau begitu, tidak ada masalah yang signifikan?
Sebetulnya saya hanya tahu masalah teknik yang sangat mendasar. Waktu saya di Akademi, saya juga mempelajari teknik. Tetapi, untuk menjadi pimpinan di satu lembaga, saya berprinsip tidak perlu menjadi ahli teknis. Yang penting adalah bagaimana menggerakkan para ahli. Mereka perlu dipimpin, diarahkan, untuk disambungkan dengan semua bagian.
Kalau begitu, sebenarnya ini tidak jauh berbeda dengan apa yang Anda lakukan di Angkatan dulu?
Pada dasarnya kepemimpinan adalah manajerial. Truba Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi, konstruksi itu jasa, dan jasa itu berarti tenaga manusia. Jadi intinya adalah kami ini jualan jasa. Karena jualan jasa, maka human adalah modal pokok perusahaan. Karena modal pokok itulah, makanya human ini yang harus dipelihara, dirawat dengan baik, diberdayakan.
Bagaimana memelihara aset perusahaan ini?
Manusia itu kan intinya ingin sejahtera sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Di tingkat bawah, kesejahteraan adalah masalah makan, pakaian, dan tempat tinggal. Di tingkat yang lebih tinggi lagi, ditambah dengan kepandaian. Naik lagi bertambah lagi. Nah, saya gunakan tingkatan-tingkatan ini. Kalau sudah di level atas, katakanlah di tingkat manajer, penampilan dan pengakuan di masyarakat menjadi bagian dari kesejahteraan.
Contohnya, kalau ke luar rumah, mobilnya apa. Hal-hal seperti itu kita lakukan supaya mereka memiliki kebanggaan. Kalau punya kebanggaan, bagaimana pun juga akan bekerja dengan baik, jujur, demi perusahaan karena perusahaan juga memikirkannya.
Cara ini apakah efektif meningkatkan kinerja Truba Jaya?
Efektif. Sangat efektif. Kami mengelola manusia dengan cara manusia. Kalau alat diperlakukan sebagai alat, kalau manusia kan beda kebutuhannya. Kami di sini memiliki ahli-ahli teknik yang tidak jarang kami kirim ke luar kota atau ke luar negeri sampai berbulan-bulan. Mereka meninggalkan keluarga di sini. Mereka yang pergi pastinya tidak tenang kalau perusahaan tidak memikirkan keluarganya yang ditinggal di rumah.
Bagaimana caranya? Kita tengok dan kita urusi kesehatannya. Seperti waktu banjir kemarin, kami menyedikan posko untuk membantu teman-teman yang terkena banjir, termasuk tetangganya. Membantu tetangga juga memberikan kebanggan kepada karyawan kami.
Tetangga mereka ada yang bilang, ''Eh, hebat ya, perusaahaan Anda mau membantu karyawannya''. Ini kan satu kebanggaan. Tujuan saya memang membuat karyawan memiliki kebanggaan terhadap perusahaannya. Kalau dia bangga dengan perusahaan, dia akan pelihara dan akan bekerja sebaik-baiknya.
Bagaimana dengan perbaikan keahlian karyawan?
Untuk masalah skill, karyawan kita kursuskan. Dalam satu tahun, paling tidak kami menghabiskan dana training Rp 1,5 miliar. Khusus di tahun 2008, kami menyediakan Rp 10 miliar. Tahun 2008 kami menghadapi load besar, khususnya PLN dengan program 10 ribu megawatt (MW). Kebetulan Truba adalah perusahaan utama pemasang boiler di atas 200 MW. Itu kami ahlinya.
Training ini hanya temporer, menghadapi program 10 ribu MW saja?
Tentu saja tidak. Training itu bersifat umum. Misalnya saja pengelasan. Hasil training ini bukan hanya akan dipergunakan untuk kebutuhan PLN saja, tapi juga kepentingan lain. Kami juga bergerak di bidang konstruksi minyak dan gas, kemudian pulp and paper, pertambangan, dan industri.
Tapi bukankah Truba bergerak di sektor kelistrikan?
Ya, kami memang bergerak di bidang kelistrikan. Itu yang akan jadi fokus kami mulai 2008. Mudah-mudahan dengan ikut serta dalam pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW, kontribusi kelistrikan terhadap penjualan kita bisa mencapai 70-80 persen. Tahun 2007 ini kontribusi kelistrikan hanya empat persen. Selebihnya itu tadi, minyak dan gas, pulp and paper, pertambangan, dan industri. Bahkan kami pernah zero listrik selama tiga sampai empat tahun.
Maksudnya?
Perlu dicatat, antara tahun 2001-2004 kita tidak mendapatkan pekerjaan listrik sama sekali. Akhirnya karena kami harus tetap menggaji karyawan, harus survive, kami banting setir. Kami mengerjakan logging di HPH (hak pengelolaan hutan) perusahaan kertas di Riau. Kami menggarap HPH sampai pendistribusiannya. Karena pengalaman ini pula kami melakukan ekspansi usaha.
Ekspansi apa yang digeluti Truba Jaya saat ini?
Kita tidak bisa terus-terusan mengandalkan listrik, makanya kita juga membuka peluang lain, maintainance (perawatan). Kami sudah melakukan maintainance di pabrik-pabrik pulp and paper, semen, dan Inco (PT Internasional Nickel). Kami malah justru belum berhasil melakukan maintainance di bidang kelistrikan untuk PLN karena PLN sudah punya anak usaha di bidang itu. Tapi untuk IPP (independent power plant) yang kecil-kecil, mereka belum punya. Inilah peluang yang kita ambil.
Bagaimana prospek usaha pendukung ini?
Saya lihat bagus. Sampai kapan pun asalkan Truba masih mau memelihara sistem dengan baik dan memberikan harga kompetitif, masih akan berjalan. Pembangkit listrik setelah 25 tahun pasti harus ada perbaikan, entah penggantian mesin, rehabilitasi, atau repowering seperti PLTU Muara Karang. Itu kan terus-menerus. Pabrik juga begitu. Maka kalau kita mau mempertahankan kualitas dengan harga bersaing, kita tidak akan kehilangan pekerjaan.
Kembali ke bidang kelistrikan, bagaimana Anda menanggapi upaya PLN dengan visi 75:100?
Saya rasa kalau ingin maju, makmur, listrik itu satu keharusan. Listrik dan jalan itu mutlak dipenuhi karena ini menjadi fasilitas penting yang akan mendukung industri besar maupun UKM. Tanpa listrik, bagaimana bisa menjahit? Pakai ontel kan capai. Kalau peteng (gelap), ya tidak bisa berjalan. Bandingkan saja dengan Arab Saudi. Di sana listriknya luar biasa. Kebetulan kita juga punya usaha joint venture di sana.
Apakah menurut Anda, elektrifikasi 100 persen tahun 2020 bisa terwujud?
Saya yakin bisa asalkan masyarakat mendukung. Contohnya ada yang mau membangun pembangkit, malah didemo. Itu mengganggu. Sebenarnya begini, perusahaan sudah mendapatkan lokasi, berarti kan sudah diperhitungan amdalnya dan lain sebagainya. Tapi mungkin ada pihak yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan di situ.
Kalau masyarakat ikut membantu, saya yakin bisa. Orang pemerintah dari negara lain saja mau membantu kok. Indonesia itu lahan market yang bagus bagi industri karena jumlah penduduknya banyak. Tapi kalau Indonesia tidak maju, daya belinya kurang, ini mengkhawatirkan. Makanya dimampukan dulu. Kalau sudah mampu, beli barang apa pun, mampu.

Mengenai ekspansi ke luar negeri, apakah ini juga akan menjadi perhatian Truba Jaya?
Kita pernah mengadakan kontrak di Bahrain. Kita juga sudah punya perusahaan joint venture bersama Bemco di Arab Saudi bernama Truba Arabia. Perusahaan ini mengerjakan pembangunan pembangkit listrik. Sejak 2000 sampai sekarang sudah ada sekitar 8.000 MW. Pembangkit di sana kapasitasnya kecil-kecil karena tidak terkoneksi seperti sistem Jawa-Bali. Satu pembangkit hanya untuk untuk satu area. Tanggapannya kepada kami luar biasa. Mereka mengacungkan jempol untuk kita.
Apakah proyek itu berdampak juga pada tenaga kerja kita? Ya, di sana kita pekerjakan 60-70 persen orang Indonesia. Selebihnya orang Bangladesh, India, Thailand. Ternyata kalau kita memperlakukan orang, siapa pun dia, dengan baik, kita bisa bekerja dengan nyaman. Lucunya, kita pernah diminta menutup usaha ini. Saya bilang, proyek yang didapat Truba Jaya adalah tanggung jawab saya kecuali kalau RUPS mengatakan usaha ini harus ditutup.
Kenapa harus ditutup, orang menguntungkan kok. Bayangkan saja, dalam waktu setengah tahun ada empat miliar dolar AS yang masuk ke perusahaan. Belum uang dari pekerja kita yang mencapai 600 orang. Jadi jangan uang kita saja yang keluar, tapi bagaimana caranya kita memasukkan uang ke dalam negeri. Di Arab Saudi kita memiliki 1.042 pegawai yang 70 persennya dari Indonesia. Barangkali malah lebih banyak uang mereka yang dibawa ke Indonesia daripada yang dihasilkan perusahaan.
Kalau demikian besarnya peluang mengerjakan proyek di negara asing, apakah ada lokasi lain yang menjadi incaran?
Kami masih mencari. Selama zona ekonomi, yaitu Arab, Cina, dan India visible, tidak akan kami tolak. Saya lihat India pertumbuhan ekonominya baik, tapi sulit. Masyarakatnya sulit diatur dan sering berdemo. Bagaimana kita akan bekerja kalau didemo terus?
Kalau di Cina, saya tidak mau. Di sana tenaga kerja banyak dan murah tapi tidak memperhatikan kemanusiaan. Bekerjanya tidak safe. Kerja hanya pakai kolor, sendal jepit, tidak safe. tidak mau saya. Allah memerintahkan kita untuk menjaga diri. Tubuh kita ini berapa harganya? Gigi saja, satu gigi yang hanya dipasang saja kalau diganti dengan yang palsu Rp 400 ribu dan kalau ditanam, bisa Rp 15 juta. Kita punya 32 gigi. Belum yang lain.
Jadi tubuh kita ini sangat mahal. Dan saya tidak mau kalau dihargai murah begitu dengan tidak memakai alat keselamatan. Di western, kalau terjadi kecelakaan semua pekerjaan distop. Tidak ada yang bekerja sampai diketahui penyebabnya. Di Cina? tetap saja kerja.
Bagaimana Anda melihat perusahaan yang Anda pimpin saat ini?
Kita sudah 31 tahun, April nanti 32 tahun. Boleh dibilang 80 persen proyek PLN, semen, pulp and paper, ada tangannya Truba. Padahal awalnya di tahun 1976, kami ini adalah perusahaan kecil yang bergerak di bidang man power supply (pengiriman tenaga kerja ahli). Pak Sundoro membangunnya sejak awal dan memimpin perusahaan ini sampai 25 tahun. Saya adalah presdir kedua di Truba Jaya. Di masa saya, kami mulai berkembang menjadi sub kontraktor dan kontraktor. Target kami di tahun 2015 kami sudah bisa menjadi main contractor walaupun mungkin saat itu saya sudah diganti.
Apakah Anda berniat untuk pensiun?
Itu tergantung pemegang saham. (Saham PT Tuba Jaya Engineering dimiliki PT Manunggal Infrasolusi 96 persen, PT Multienergi Persada 2,33 persen, dan PT Kurnia Unggul Sejahtera 1,67 persen. PT Manunggal Infrasolusi adalah anak usaha PT Truba Alam Manunggal Tbk).
Menurut saya, pergantian pemimpin yang terlalu sering tidak bagus juga karena pada setiap pergantian pemimpin rakyatnya resah. Mereka menerka-nerka apakah pemimpin yang baru ini bisa menyamai atau meneruskan kebijakan pemimpin yang lama. Yang paling utama, apakah pemimpin itu bisa memberikan kesejahteraan. Soalnya yang dipikirkan rakyat, kebanyakan masalah kesejahteraan. Itu yang harus kita pertahankan. Di Truba, karena bergerak di bidang jasa, kita tahu betul manusia itu seperti apa. Kalau tidak diberi makan, lapar, tidak dikasih minum, haus, kalau dipukul, sakit. Kira-kira seperti itu.
Saat ini berapa awak yang Anda pimpin?
Di HO (head office, kantor pusat) ada 500-an orang. Kalau dengan yang di lapangan, sekitar 9.000 karena kita juga mengelola orang lokal. Katakanlah kalau ada proyek di daerah, kami hanya menurunkan 10 persen pekerja dari pusat. Selebihnya dari lokal.
Bagaimana perkembangan kinerja perusahaan?
Tahun 2004 kami memperoleh pendapatan Rp 975 miliar dengan laba bersih Rp 15 miliar. Mulai tahun 2005 sudah melebihi Rp 1 triliun, yaitu Rp 1,247 triliun dengan laba bersih Rp 22 miliar. Tahun 2006 terjadi penurunan pendapatan sebanyak 33 persen karena adanya penundaan sejumlah proyek baru kelistrikan.
Maka tahun 2006 kami hanya mendapatkan Rp 830 miliar. Tapi kami memperoleh kenaikan laba bersih sebanyak tiga persen menjadi Rp 23 miliar. Insya Allah tahun 2008 kita bisa mencapai pendapatan lebih dari Rp 2 triliun, mendekati Rp 3 triliun.
Apa asumsi perolehan yang sangat optimistis itu tahun depan?
Kami berperan serta sebanyak 80 persen dalam proyek 10 ribu MW. Selain itu harga minyak naik berarti potensi di sektor minyak dan gas juga naik. Untuk tahun 2008 kami sudah memenangkan tender proyek minyak dan gas di Pekanbaru senilai 149 juta dolar AS untuk 2,5 tahun kerja. Selain itu juga pekerjaan senilai 19 juta dolar AS untuk lima bulan kerja dan 76 juta dolar AS untuk kontrak satu tahun. Kami juga bersama-sama PLN menggenjot proyek 10 ribu MW.
Dengan pekerjaan sebanyak itu, apakah ada niatan untuk menambah dana melalui go public?
Kami baru saja menerbitkan bond (obligasi) dan kami rasa ini cukup. Mungkin Januari selesai. Kalau tentang IPO (initial public offering, penawaran saham perdana kepada publik), kita harus menghitung keuntungan dan kerugiaannya. Kita harus yakin bisa memberikan keuntungan bagi pemegang saham.
Saat ini kami sedang menggodok rencana itu. Saya pelajari betul jangan sampai nanti kami dianggap membohongi masyarakat. Kalau kita mampu, kita akan go public. Kalau kita mau berkomitmen kerja sebaik-baiknya, kita jalan. Dengan hasil penerbitan bond kemarin, kita bisa memperoleh penjualan di tahun 2008 Rp 2 triliun -Rp 2,5 triliun. Nah, kalau untuk bisa mencapai penjualan Rp 4 triliun-Rp 6 triliun, kita harus go public. Saya harus yakin dulu deh. Kalau sudah yakin, kita go.
Dengan kondisi Truba saat ini, apa harapan Anda terhadap perusahaan?
Saya berharap Truba Jaya menjadi perusahaan pemain utama yang diperhitungkan secara positif, baik oleh pemain serupa dari luar maupun dari dalam negeri. Saya berharap bisa mencapai penjualan Rp 7 triliun tahun 2012 dan kita bisa go internasional. Jepang saja bisa, kenapa kita tidak. Dan kami sudah buktikan di Arab.
Sebagai Presdir tentunya Anda sibuk sekali. Apa yang Anda lakukan di saat luang?
Presdir itu tidak boleh sibuk. Presdir yang sibuk berarti tidak melakukan pendelegasian dengan baik, manajemennya tidak baik. Dengan pendelegasian, ide anak buah bisa berkembang dan secara teknis mereka yang tahu, saya kan tidak. Saya lebih mengarahkan dan memimpin mereka.
Di waktu luang, saya suka berkebun. Tidak hobi, hanya untuk membunuh kejenuhan saja. Selebihnya saya berolah raga. Tidak ada hari tanpa olah raga. Yang rutin saya lakukan adalah jalan kaki setiap selesai shalat Subuh. Lalu dua minggu sekali, jika ada yang mengajak, saya bermain golf. Karena katanya saya diperlukan banyak orang, maka saya harus bisa menjaga diri.
Sebagai mantan tentara sepertinya Anda terbiasa dengan keteraturan?
Jelas. Hidup saya biasa teratur. Teratur itu enjoy. Makan, tidur saya atur. Malah setiap jam tujuh saya sudah di kantor padahal jam masuk kantor itu jam delapan. Saya nikmati kelengangan. Satu per satu saya perhatikan pegawai yang masuk kantor. Ada yang naik mobil pribadi, taksi, ojek, ada juga yang jalan kaki. Dengan melakukan ini, saya jadi tahu kalau ternyata salah satu manajer saya tidak bisa nyopir mobil, makanya dia tiap hari naik taksi...(Kirtiyoso tersenyum).
BIODATA
Nama: Kirtiyoso
Tempat Tanggal Lahir:Yogyakarta, 4 Oktober 1943
Pendidikan: S1 Sekolah Tinggi Hukum Militer (lulus 1997)
S1 Ilmu Pemerintahan Universitas Terbuka
(lulus 1997)
Akademi Militer TNI AD (1963-1966)
Perjalanan Karier: Presdir PT Truba Jaya Engineering (sejak 2001)
Direktur Administrasi PT Truba Jaya Engineering
(1998-2001)
Direktur Peralatan TNI Angkatan Darat (1995-1998) Istri: Sudarinah (alm)
Anak : Dua puteri, dua putera dengan enam cucu

( )

No comments:

Post a Comment