Cari Berita berita lama

Republika - Membantu Ibu di Rumah

Senin, 14 Mei 2007.

Membantu Ibu di Rumah






Berbagi tugas ngeberesin rumah merupakan bagian ngelatih mandiri.





Hari masih pagi benar. Matahari sih belum nunjukkin sinarnya. Sebagian orang masih terlelap dalam tidur. Di saat seperti itu, Fobia Cristy Proborini udah membuka mata. Ia udah bangun dari tidurnya dan bergegas membantu ibunya, nyelesein pekerjaan di rumah. Remaja putri ini mempunyai tugas ngebersihin rumah, sebelum berangkat ke sekolah. Bersama ibu dan seorang adiknya, mereka berbagi tugas. Fobia, misalnya, kebagian menyapu, menyeterika pakaian, dan mengepel lantai. ''Di rumah tidak ada pembantu,'' kata siswi kelas 2 Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Karawang ini. Setelah pekerjaan di rumah rampung, Fobia baru bergegas ke sekolah. Kembali dari sekolah, ia menyelesaikan tugasnya di rumah. Malam hari lebih banyak dia abisin untuk belajar. ''Kata mama, daripada bayar pembantu, lebih baik uangnya buat bayar sekolah. Lagian, kita sekaligus mendapatkan ilmunya, bagaimana memberes-bereskan rumah,'' kata dia. Fobia bukan satu-satunya remaja putri yang berbagi tugas dengan!
ibunya dalam nyelesein pekerjaan di rumah lho. Setidaknya, dua remaja putri lainnya menyatakan hal yang sama. Keduanya adalah Ismi Kartika Maulani, teman sekolah Fobia di SMAN 1 Karawang dan Marikha Pudji Larasati, siswi kelas 1 SMA Muhammadiyah 3, Jakarta. Ketiganya ditemui di sela-sela Youth Intercultur Day di Jakarta, Rabu (9/5) lalu. Pembantu Berbeda dengan Fobia, di rumah Ismi memang ada pembantu yang biasa nyelesein pekerjaan di rumah. Hanya, karena pembantu nggak menginap dan ikut libur di luar hari-hari biasa, nggak jarang Ismi harus membantu ibunya nyelesein pekerjaan di rumah. ''Saya biasa membantu mama cuci piring, suka ikut masak bersama mama,'' tuturnya. Remaja kelahiran 19 Mei 1990 yang mengaku bisa memasak ini mengaku nggak punya jadwal yang tetap untuk ngebantu ibunya. ''Tapi, kalau saya lihat mama kerepotan, saya turun tangan membantunya,'' ujar dia. Ismi mengaku sejak kecil udah dididik mandiri. Saat masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK), ia biasa pulang !
sekolah sendiri. Kerap kali ia membawa kunci pintu dan tinggal!
sendiri
di rumah sepulang dari sekolah. Itu karena kedua orang tuanya bekerja. Pada jam-jam seperti itu, ayah dan ibunya masih berada di kantor. Seperti juga Ismi, Marikha mengaku punya pembantu di rumah. Tapi, itu bukan berarti remaja kelahiran Jakarta, 26 April 1991, ini nggak pernah membantu ibunya ngerjain pekerjaan di rumah. Meski nggak tertulis, Marikha mengaku ada pembagian tugas dalam nyelesein pekerjaan. ''Tugas saya menyapu, mengepel, cuci piring. Ibu mencuci baju. Tapi, saya suka ikut membantu ibu kalau pekerjaannya banyak,'' tururnya. Apalagi, kata dia, ibunya membuka salon di rumah, sehingga ia sering ngebantu di salon. Menurut Marikha, meski terlahir sebagai anak tunggal, ia nggak biasa dimanja orang tuanya. Ia mengaku diajari agar bisa hidup mandiri. Kado kejutan Jangan dikira para remaja putri nggak peduli pada hari-hari tertentu, terutama pada Hari Ibu, dengan memberikan perhatian khusus kepada ibunya. Fobia, misalnya. Tepat Hari Ibu, 22 Desember, suatu kali diam-!
diam anak sulung dari dua bersaudara ini membeli bunga, sepulang dari sekolah. Tabungan dari sisa uang jajannya ia belikan bunga. Tiba di rumah, bunga itu ia serahkan kepada ibunya. Sang ibu tersentak, terharu menerimanya. Fobia lantas dipeluk ibunya. ''Mama sampai menangis,'' jelas remaja putri kelahiran Lumajang, 27 Juli 1990, ini mengenang. Perhatian kepada ibu dengan memberikan bingkisan di Hari Ibu juga pernah di-lakuin Marikha. Seperti halnya Fobia, Marikha mengumpulkan tabungan sisa uang jajannya untuk dibelikan parsel berisi cangkir dan bunga. Barang-barang itu dibeli di pusat perbelanjaan, lalu dibungkus. Setelah tertata rapi, ia lalu menyerahkan kepada ibunya. Driwiyanti, seorang ibu yang punya anak perempuan menjelang remaja, pernah merasakan betapa harunya menerima pemberian dari anak di Hari Ibu. Sekali waktu, tepat kalender jatuh pada 22 Desember, anak perempuannya berangkat ke sekolah yang letaknya nggak jauh dari kediamannya di wilayah Tangerang. Pada jam ya!
ng sama, Driwiyanti pun meninggalkan rumah, pergi melaksanakan!
tugasny
a sebagai guru SMA di Jakarta. Setelah keduanya tiba di rumah, sang anak mendekati ibunya. ''Mama, saya mau memberikan sesuatu,'' ucapnya kepada sang ibu. Sang anak lalu menyerahkan amplop. Isinya selembar kertas, bertuliskan bait-bait puisi. ''Saya sampai tidak bisa bicara menerimanya,'' kata Driwiyanti. Puisi itu kini ia bingkai, lalu ditempelkan di tembok rumahnya. Dia menyebutnya sebagai pemberian yang tak ternilai dari seorang anak. Begitulah. Apa yang dilakukan oleh Fobia, Ismi, atau Marikha, menunjukkan, masih banyak remaja putri yang ringan tangan membantu orang tua di rumah. Bahkan, perhatian lebih khusus ditunjukkan dengan memberikan bingkisan khusus kepada orang tuanya di Hari Ibu. Orang tua pun, biasanya, tak bisa menahan haru, seperti dialami Driwiyanti. Hari ini, 13 Mei, merupakan Hari Ibu Internasional. Udah ngasi kado apa ke mama kalian?
(bur )

No comments:

Post a Comment