Senin, 30 Oktober 2006.
LPD: Grameen Bank ala Bali
Segala perbaikan dan perhatian kepada nasabah harus ditingkatkan.
Boleh jadi Muhammad Yunus dan Grameen Bank (Bank Desa) dari Bangladesh memenangkan nobel perdamaian tahun ini. Tapi itu bukan berarti Indonesia tidak memiliki lembaga serupa yang juga menyasar ke komunitas menengah ke bawah lewat kucuran kreditnya. Coba tengok Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang hadir di Bali. Mungkin, mendengar namanya saja Anda belum pernah. Bisa jadi karena lingkup LPD yang terbatas hanya di Pulau Bali dan di sejumlah desa adat yang memang membuat gaungnya terbatas. Tetapi dari sisi kinerja, LPD boleh dibandingkan dengan bank sekaliber swasta nasional. Debitor-debitor LPD konon sangat taat waktu. Mereka tahu diri kapan saat membayar kembali kreditnya. Bandingkan dengan debitor kakap yang kini masih menunggak ratusan triliun rupiah di bank-bank BUMN. Bagi debitor LPD, kredit seret (NPL) tidak dipandang enteng. Mereka menanggungnya sebagai beban sosial dan adat di masyarakat. Taruhannya, setiap kredit yang macet di LPD akan dikenakan sanksi tidak!
mendapat jatah makam di desa. Sanksi adat ini membuat bulu kuduk segenap debitur LPD merinding. Masalah status dan harga diri sangat terkait dengan tersedianya makam. Mau di mana lagi mereka dimakamkan selain di desa adat? Di pulau yang dijuluki pulau dewata dan tempat di mana adat masih dipegang teguh, tanah tempat kelahiran adalah tempat terbaik untuk istirahat abadi. Alhasil, LPD diklaim sebagai salah satu lembaga pembiayaan sehat yang terhindar dari cengkeraman NPL. Klaim ini terungkap dari Hasil Survei Kepuasan Nasabah LPD 2005 yang diprakarsai oleh Deutsche Gesselschaft f�r Technische Zusammernarbeit (GTZ) bersama dengan Promotion of Small Financial Institutions (ProFI). Hasil, survei ini dipaparkan pada 19 September lalu di Bank Indonesia (BI). Survei dilaksanakan oleh tim peneliti dari Regional Economic Development Institute (REDI). Survei didukung oleh BI dan Perhimpunan BPR se-Indonesia (Perbarindo). Kegiatan dilaksanakan selama tiga bulan dari akhir Novembe!
r 2005 hingga akhir Maret 2006. Informasi LPD dikumpulkan dari!
1.715 n
asabah aktif dan 374 nasabah tidak aktif dari 60 LPD yang tersebar di Bali. ''Survei kepuasan nasabah pada lembaga keuangan mikro belum banyak dilakukan di Indonesia. Survei ini merupakan survei kepuasan yang pertama kali dilaksanakan,'' tandas Michael Hamp, penasihat GTZ-ProFI, dalam sambutannya. Ia menambahkan, tujuan survei adalah memperoleh gambaran kepuasan dan loyalitas nasabah, mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperbaiki, dan menggunakan hasil survei sebagai indikator untuk membuat kebijakan LPD ke depan. LPD yang Mungil Secara ukuran-ukuran keuangan, LPD bisa jadi salah satu lembaga pembiayaan keuangan nonbank terkecil di Indonesia. Dasar hukumnya bisa ditarik dari Peraturan Provinsi nomor 8/2002 yang mengartikan LPD sebagai perusahaan milik desa dan sebagian dari aset desa. Wewenang mengeluarkan izin, mengatur dan mengawasi semua LPD diatur oleh Gubernur. Penggalangan simpanan dibatasi dari masyarakat desa saja. Wilayah kerja satu LPD setara dengan wilayah !
administratif satu desa adat di Bali. Nilai rata-rata total asetnya saja per September 2005 hanya Rp 1,9 miliar. Nilai laba Rp 109 juta dan posisi ekuitas Rp 431 juta. Berdasarkan data Juni 2005, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali menilai 85 persen dari seluruh LPD sebagai sehat dan cukup sehat. Secara rata-rata, LPD sudah menghimpun simpanan mendekati Rp 1 miliar. Namun demikian, terdapat variasi jumlah aset yang ekstrim besar dengan jumlah aset dari kisaran Rp 10 juta hingga Rp 72 miliar. Sebanyak 536 dari 1.227 LPD memiliki aset di bawah Rp 250 juta, sedangkan 289 LPD memiliki aset lebih besar dari Rp 1 miliar. Pada periode September 2005, jumlah rekening tabungan secara rata-rata mencapai 1.353 rekening (tumbuh 22 persen dari September 2004), jumlah rekening deposito sebanyak 72 rekening (tumbuh 12 persen), dan jumlah rekening pinjaman (kredit) sebanyak 368 rekening (tumbuh tujuh persen). Secara total, rata-rata rekening LPD tumbuh tujuh persen dari September 2004. Um!
umnya, LPD hadir dekat dengan nasabahnya. Ini membuat nasabah !
hanya pe
rlu berjalan kaki menyambangi kantor LPD. Dari hasil survei tercatat, nasabah yang berjalan kaki ke LPD mencapai 39,9 persen. Tapi ada juga LPD yang jemput bola mendatangi nasabahnya. Tercatat, ada 32,6 persen nasabah yang mengaku rumahnya dikunjungi pegawai LPD. Sisanya, ada 25,7 persen nasabah mendatangi LPD dengan kendaraan pribadi, dan hanya 0,7 persen nasabah yang mengunjungi LPD dengan naik angkutan umum. Konsumen yang diincar LPD adalah para penduduk desa dan pedagang pasar dari luar desa adat. Ketika disurvei dan ditanya apa alasan utama menjadi nasabah LPD, ada 30,2 persen nasabah yang menjawab mereka butuh pinjaman untuk usaha. Lalu, 28,4 persen nasabah menjawab menggunakan LPD untuk menyimpan uang dengan aman. Kemudian, 17,2 persen nasabah LPD yang menggunakannya sebagai sarana tempat meminjam dana untuk kebutuhan konsumtif termasuk keperluan darurat. Yang menarik, digunakannya LPD sebagai wadah pengumpulan dana bagi kegiatan keagamaan. Survei membuktikan ada!
13,8 persen nasabah menggunakan LPD sebagai kontribusi desa adatnya. Ini ditambah ada 4,4 persen nasabah menabung di LPD untuk upacara keagamaan di masa datang, dan 3,2 persen nasabah meminjam di LPD untuk upacara keagamaan. Kredit di LPD didominasi oleh kredit usaha, meski proporsi kredit konsumsi masih lumayan besar sekitar 27 persen. Besaran rata-rata kredit sebesar Rp 6,65 juta. Berdasarkan pendidikan, maka 38,5 persen nasabah LPD yang disurvei hanya lulusan SD. Kemudian berturut-turut dibawahnya 34,9 persen lulusan SMA, 13,5 persen lulusan SMP, dan hanya sembilan persen yang menikmati bangku kuliah. Sementara dari mata pencaharian, nasabah LPD didominasi oleh wiraswasta sebanyak 48,7 persen, disusul petani sebanyak 25 persen. Lalu karyawan swasta 13 persen, pegawai negeri sipil 7,7 persen, dan kalangan pelajar/mahasiswa dua persen. Sedangkan dari pendapatan bulanan, menurut hasil survei, sebagian besar nasabah berada pada atau mendekati garis kemiskinan. Tercatat n!
asabah LPD yang memiliki pendapatan bulanan di bawah atau sama!
dengan
Rp 500 ribu mencapai posisi kedua nasabah terbanyak. Ia setelah nasabah dengan penghasilan antara Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta per bulan yang sebanyak 47 persen. Baru kemudian nasabah yang pendapatannya antara Rp 1,5-3 juta per bulan yang sebanyak 26 persen, dan nasabah tajir dengan tingkat pendapatan di atas Rp 5 juta hanya 6,1 persen. Puas Auwalin, program Manager REDI, lembaga yang melakukan survei LPD, mengungkapkan secara keseluruhan nasabah LPD puas dan menikmati layanan lembaga tersebut. Hasil survei mencatat 13,4 persen nasabah merasa amat puas dan 82,3 persen nasabah merasa puas. Hanya sebagian kecil warga (3,2 persen) yang tidak terpuaskan oleh LPD dan satu persen warga yang merasa kecewa atas pelayanan dan produk LPD. ''Nasabah LPD merasa puas dalam hal kemudahan transaksi dan kepercayaan pada LPD sebagai tempat yang aman untuk menabung,'' ujar Auwalin. Ia menjelaskan, kepuasan teratas nasabah diperoleh dalam hal kemudahan transaksi dan kepercayaan terhadap L!
PD sebagai tempat untuk menabung. Namun di sisi lain, ada juga yang merasa tidak puas atas kurang canggihnya LPD. Survei menunjukkan, titik terendah kepuasan nasabah LPD didapat dari sisi penggunaan teknologi, kondisi kantor, dan jarangnya LPD menggunakan telepon atau lainnya sebagai media informasi. Dengan skala penilaian tertinggi adalah 3,3 (memperoleh nilai A & A+), maka skor kepuasan nasabah LPD tertinggi ada pada proses pemutusan pinjaman (3,09), diikuti oleh longgarnya angsuran kredit (3,09), kemudian kemudahan prosedur dan dokumen yang disyaratkan (3,06). Besaran pinjaman maksimal yang bisa diberikan menempati urutan ke ke tujuh dengan skor tiga. ''Namun para peminjam merasa kurang puas dengan tingkat suku bunga yang tinggi dan tidak adanya diskon atau bonus jika melunasi lebih awal atau tepat waktu,'' Auwalin memaparkan. Sementara terhadap produk tabungan, survei menunjukkan para penabung sangat puas dengan mudahnya cara menarik rekening dan membuka rekening ba!
ru. Skor bagi kemudahan menarik tabungan mencapai 3,22, diikut!
i kemuda
an membuka rekening dengan skor 3,17. Biaya administrasi menyusul dengan skor 3,04 baru tingkat suku bunga yang diskor 2,93. Terakhir adalah nasabah LPD tak puas dengan tidak adanya hadiah dan promosi lainnya (skor 2,7). ''Kepuasan nasabah pada hadiah dan promosi sangat rendah, ini menurut mereka salah satu aspek yang perlu ditambahkan pada produk yang sudah ada,'' tambah Auwalin. Uniknya, walaupun tanpa embel-embel hadiah dan promosi ternyata loyalitas nasabah LPD cukup tinggi. Survei menunjukkan 89 persen nasabah LPD merasa nyaman dan akan merekomendasikan LPD ke teman, keluarga, atau rekan bisnis mereka sebagai tempat meminjam. Ini diikuti hasil survei yang menunjukkan bahwa 82 persen responden nasabah akan meminjam kembali. Sedangkan 93 persen responden dengan bangga akan merekomendasikan LPD sebagai tempat yang tepat untuk menabung. Ini diikuti hasil survei yang menunjukkan bahwa 88 persen responden nasabah akan menabung. Tantangan & Rekomendasi Hasil survei juga !
menunjukkan bahwa ke depan LPD diminta mengikuti perkembangan zaman, terutama fasilitas teknologi informasi yang lebih canggih. Sebanyak 22,9 persen nasabah menginginkan LPD-nya juga bisa berfungsi sebagai tempat membayar tagihan listrik, telepon, dan air. Kemudian ada 17 persen nasabah yang ingin LPD punya mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Ada lagi nasabah yang bercita-cita agar LPD-nya menerbitkan kartu kredit. Tetapi nasabah jenis ini tidak banyak, hanya 2,2 persen. Di atasnya ada nasabah yang ingin LPD bisa melakukan transfer dana (3,8 persen). Dari sisi loyalitas, faktor kinerja staf LPD mendapat sorotan tertinggi. Sebanyak 37,2 persen nasabah yang disurvei menyatakan akan pindah bila staf LPD berlaku tidak jujur atau korupsi. Kemudian 29,1 persen nasabah akan pindah ke lain hati bila mereka mengalami pelayanan yang buruk. Yang menarik adalah tingkat bunga ternyata tidak menjadi prioritas nasabah LPD menjadi kutu loncat. Faktor tingkat bunga hanya menempati urutan !
kelima dari 12 faktor yang menyebabkan nasabah pindah. Uniknya!
lagi, s
aking loyalnya terhadap LPD-nya, maka biarpun ada bank atau lembaga keuangan lain yang lebih dekat, hanya 2,2 persen nasabah LPD yang mengaku akan hijrah. ''Tantangan utama bagi LPD adalah memastikan lembaga itu memberikan pelayanan yang sebanding dengan kesetiaan nasabah yang mereka terima. Ini harus dilakukan dengan serius sebelum ada lembaga lain yang masuk ke pangsa LPD,'' ujar Don Johnston, pakar keuangan mikro/UKM yang ikut serta dalam survei. Don menyarankan sejumlah trik bisnis bagi LPD. Pertama adalah, LPD harus meningkatkan kinerja manajemen dan staf terutama dari sisi kemampuan marketing dan komunikasinya. Ini diimbangi dengan memberikan pelatihan dan insentif yang mumpuni. Rekomendasi selanjutnya adalah memperbanyak atau mulai memperkenalkan insentif dan bonus promosi, khususnya pada nasabah tabungan. Ini diikuti oleh strategi penjualan silang. Di mana LPD menilai sejumlah penabung yang prospektif untuk ditawari pinjaman dan membangun deposito secara otomatis!
ke dalam jadwal pembayaran cicilan kreditnya. Selanjutnya adalah memperbaiki tata ruang dan penampilan kantor. Meski dari hasil survei menunjukkan dua hal ini tidak terlalu dominan. ''Nasabah LPD mengaku lebih senang bila kantor LPD bersih, terang, dan luas,'' tukas Don. Rekomendasi berikutnya adalah LPD harus meningkatkan otomatisasi kantornya. Survei membuktikan ada perbedaan yang cukup besar antara LPD yang memiliki teknologi informasi dan LPD yang pas-pasan. Don juga menilai, saat ini penting bagi LPD menggunakan komputer secara efektif untuk mendukung operasional dan proses pembuatan keputusan. Terakhir adalah LPD harus kembali ke nasabahnya. LPD harus meminta kritik dan saran dari para nasabah secara berkala. ''Tidak perlu dilakukan secara formal, tapi secara sederhana dengan mengundang sejumlah nasabah untuk dimintai pendapatnya dalam diskusi kelompok membahas masalah-masalah LPD,'' usul Don. stevy maradona
( )
No comments:
Post a Comment