Cari Berita berita lama

Republika - Kita Mau Orang Bangga Memilih BNI

Rabu, 24 Mei 2006.

Kita Mau Orang Bangga Memilih BNI












Ditemui di ruang kerjanya di Wisma BNI 46 lantai 29, Direktur Utama BNI, Sigit Pramono, berbicara banyak soal kegiatannya sebagai pucuk pimpinan salah satu bank terbesar di Indonesia maupun sebagai Ketua Perhimpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara). Sigit yang juga baru saja terpilih sebagai Ketua Persatuan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) untuk periode 2006-2009 itu memaparkan visi tentang perlunya merger antar asosiasi perbankan di masa mendatang. Tak hanya itu, bankir senior yang malang melintang di sejumlah bank ternama di negeri ini mengemban amanah cukup berat untuk membenahi BNI. Bagaimana langkah-langkahnya? Berikut petikan wawancara dengan bankir yang juga meminati dunia fotografi ini.
Sebenarnya Anda melihat asosiasi perbankan berfungsi sebagai apa?
Salah satu fungsinya memudahkan komunikasi dengan pihak regulator. Sebaliknya juga, asosiasi memudahkan komunikasi dengan perbankan. Sekarang kan banyak ada asosaisi. Ada Perbanas, Himbara, dan ada Perbarindo untuk bank-bank BPR. Ada pula Asbisindo untuk bank-bank syariah. Perbanas sejak tiga tahun menjadi asosiasi perbankan yang membuka diri. Di mana saat ini hampir semua bank yang ada di Indonesia sudah masuk sebagai anggotanya. BNI adalah BUMN pertama yang masuk ke Perbanas. Dari sekitar 127 bank nasional milik pemerintah maupun swasta, 77 bank menjadi anggotanya. Organsisasi ini sudah berdiri dari tahun 1950-an, sehingga sudah sangat kuat dan settle.
Apa bedanya dengan FIAB (Federation of Indonesia Association Bank)?
FIAB hanya memayungi saja. Ke depan, asosiasi perbankan mestinya hanya satu. Di luar negeri biasanya asosiasi perbankan yang skalanya nasional cuma satu. Dengan demikian hubungannya keluar pun menjadi lebih mudah.
Anda juga Ketua FIAB, Himbara, dan Perbanas. Bukankah lebih mudah menyatukan asosiasi itu?
Ya mudah-mudahan. Kita akan imbau nanti Himbara masuk Perbanas. Kalau dari segi anggotanya sebetulnya banyak yang sudah menjadi anggota keduanya. Tiga bank BUMN terbesar yaitu Bank Mandiri, BNI, dan BRI sudah menjadi anggota Perbanas.
Dengan masih banyaknya asosiasi?
Selama ini karena banyak asosiasi, penyampaian masukan dari anggota masih tersebar. Kalau bergabung tentunya lebih mudah menyampaikan ke regulator. Tapi saat ini baru dalam persiapan mengarah ke situ. Meskipun saya ketuanya, saya tidak bisa memaksakan itu. Perbanas siap untuk terbuka. Saya pun, mengundang yang lain untuk bisa masuk. Nantinya kita membentuk semacam kompartemen. Misalnya kompartemen bank pemerintah maupun kompartemen untuk bank-bank syariah, dan sebagainya. Kekhasan dari masing-masing bank tidak akan kita tinggalkan. Kita juga tidak ada pretensi untuk melarang bank-bank dengan kekhasan tertentu (misalnya BPR) untuk punya payung organisasi. Punya organisasi sendiri itu tidak apa-apa. Namun, untuk tingkat nasional dan untuk berhubungan dengan asosiasi di luar negeri, akan lebih mudah kalau wadahnya satu.
Perbedaannya selama ini apa?
Himbara memang asosiasi yang lebih longgar. Berbeda dengan Perbanas yang aktif. Anggotanya pun mesti daftar dan membayar iuran. Dan sebagai anggota, kita mendapatkan beberapa hal. Bahkan sampai dengan cabang-cabang (anggota Perbanas) ada komunikasi. Perbanas juga punya perwakilan daerah. Kalau Himbara longgar. Pemilihan ketuanya pun giliran. Sedangkan di Perbanas, penentuan ketuanya dilakukan dengan pemilihan suara. Tiap bank ada satu wakilnya di Perbanas. Perbedaan lainnya, kalau Perbanas itu institusinya yang bergabung. Sedangkan bankirnya di Ikatan Bankir Indonesia (IBI). Dulu selain IBI kita punya BCI, Bankir Club Indonesia, yang sekarang merger denga IBI.
Ada rencana bank asing juga bisa masuk Perbanas?
Kalau betul-betul bank asing belum. Mungkin perlu waktu. Bank BUMN dulu pun tidak masuk Perbanas. Hanya swasta saja yang masuk. Setelah krisis banyak bank-bank swasta pun yang bukan milik pemerintah saja masuk bank rekap. Kemudian menjadi bank pemerintah, meski selanjutnya di divestasi lagi. Maka itu ada perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Perbanas tiga tahun lalu. Saat itu ketuanya Agus Martowardojo, yang akhirnya bank BUMN pun dapat bergabung.
Program di Perbanas?
Setiap kali ketua baru terpilih, ada amanat kongres. Jadi program pertama saya menjalankan amanat kongres itu. Ada lima tujuan atau isu strategis utama yang menjadi perhatian Perbanas. Pertama, fungsi intermediasi perbankan. Kedua, konsolidasi dalam rangka API (Arsitektur Perbankan Indonesia). Ketiga, ATPI (Arsitektur Teknologi Perbankan Indonesia). Keempat, risk management. Kelima, upaya Perbanas dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) di perbankan. Perbanas saat ini punya beberapa sekolah. Nantinya sekolah-sekolah itu akan bergabung menjadi Asian Banking and Finance Institute. Sekolah perbankan yang handal, punya nama bagus sebagai tempat penggodokan SDM di perbankan. Pendirian sekolah ini juga amanat kongres. Mengenai fungsi intermediasi, perbankan mendukung pertumbuhan ekonomi tinggi. Perbanas mengharapkan pada pemerintah untuk memberikan stimulus pertumbuhan perbankan yang sehat. Kemudian bantuan dalam penegakan hukum (risk management). Sekarang ini banyak masalah!
perbankan yang berkaitan dengan hukum masalah perbankan yang sebenernya masuk kategori commercial decission, business decisison, namun masuk kategori pidana dan sebagainya. Jika bankir, direksi, komisaris, sudah menerapkan prinsip judgment rule, maka kepadanya tidak bisa diminta pertanggungjawaban di luar itu. Sekarang yang terjadi ketakutan yang tidak proporsional yang muncul, keluar dari proporsi yang sebenarnya. Tidak ada maksud dari Perbanas untuk menghalangi proses hukum.
Kemudian untuk yang masalah yang kedua, yaitu API, Perbanas anggotanya cukup beragam. Mulai dari bank milik negara, milik swasta, ada bank skala besar, menengah, dan kecil. Salah satu pilar API kaitannya dengan stuktur perbankan yang disitu ada upaya untuk melakukan konsolidasi perbankan, meningkatkan permodalan, dan sebagainya. Sesuai dengan API, pada tahun 2007 bank-bank kecil mesti meningkatkan modalnya hingga Rp 80 miliar. Kemudian pada tahun 2010 menjadi Rp 100 miliar.
Perbanas mengimbau, penerapan soal persyaratan permodalan dan kepemilikan ini mesti ada kejelasan. Maksudnya kalau sudah ditetapkan persyaratan Rp 100 miliar, harus jelas. Jangan sampai di kemudian hari dinaikkan lagi, sehingga menjadi suatu hal yang tidak berhenti. Ini karena pemilik bank butuh kepastian. Buat bank besar, permodalan memang tidak terlalu masalah. Namun kita butuh cetak final dari peraturan itu. Ini aspirasi dari anggota kami yang skalanya kecil. Kami mengimbau regulator dalam impelentasi konsolidasi perbankan dipertimbangkan juga masalah kemampuan perekonomian nasional kita. Yang realistis-lah. Perbanas akan mendukung dan mengambil inisiatif untuk dilakukannya konsolidasi perbankan.
Selanjutnya mengenai ATPI. Teknologi merupakan satu keniscayaan dalam pengembangan perbankan modern dan kompetitif. Walaupun, teknologi tentunya tidak murah. Dalam penerapanya butuh investasi yang besar. Itulah yang membuat perbankan merekomendasikan penerapan ATPI. Arsitekturnya kita ciptakan sama, sehingga mudah jika nantinya kita lakukan penggabungan. Contoh kecilnya, mesin ATM.
Kalau teknologinya bisa digunakan bersama, mengapa tidak. Intinya efisiensi perbankan nasional. Karena bank modern itu mempunyai tiga unsurnya: permodalan, teknologi, dan SDM. Sekarang kita lagi restruktursiasi. Bank besar kan nggak ada masalah permodalan. Rata-rata CAR mereka di atas 12 persen. Tapi tidak demikian dengan bank menengah kecil. Untuk golongan tertentu ini menjadi persoalan. Kalau berkiblat ke API di mana ada struktur perbankan di dalamnya, ada bank yang berskala internasional. Dari 3-4 bank terbesar di Indonesia, masih jauh untuk masuk kategori bank internasioanl kalau dilihat dari struktur permodalan. Dengan standar bank internasional modalnya Rp 50 triliun, sampai 5-10 tahun lagi pun agak berat kalau pertumbuhan usahanya secara organik. Meski secara de facto, kalau bank skala internasional dilihat dari skala kegiatannya. BNI pun sebenarnya sudah masuk kategori bank internasional kalau dilihat dari skala usahanya. Kita punya lima cabang, ada di New York. Lond!
on, Hongkong, Tokyo, Singapura. Dan dengan lebih dari 700 bank koresponden di seluruh dunia.
Sejak Anda diangkat menjadi dirut BNI, perkembangan apa yang sudah dicapai?
Saya ditugaskan di BNI sejak Desember 2003. Terkait kasus LC Kebayoran Baru, dari sembilan orang direksi pada waktu itu, tujuh orang diganti. Tugas utama direksi baru saat itu adalah memulihkan keadaaan setelah BNI didera kasus LC secara keuangan dan secara image. Untuk menjaga BNI bertahan dan membaik lagi tentunya perlu waktu, pikiran, dan energi yang besar. Untuk masalah LC itu, kita punya tim khusus.
Anda lihat sendiri kasus LC sekarang jadi melebar kemana-mana. Ini memang akhirnya di luar kendali manajemen BNI. Banyak faktor eksternal yang tidak bisa kita kontrol. Kita lebih banyak konsen untuk pembenahan ke dalam, dan tentu hasil tidak bisa dipetik seketika. Kalau istilah perkebunan, ini perkebunan kelapa sawit, bukan padi atau sihgkong yang dalam hitungan bulan bisa dipetik hasilnya. Ini yang mesti disampaikan kepada seluruh stakeholder.
Masyarakat kita kan sekarang dijangkiti penyakit tidak sabar melihat hasil. Yang jelas, kita punya rencana kerja yang disebut peta navigasi BNI. Ini dibagi dalam lima, sepuluh, dan 15 tahun. Untuk perubahan formasi dalam bentuk organisasi. Identifikasi permasalahan yang pertama, problem statament-nya ada di visi. Itu yang kita benahi pertama. Redefinisi visi BNI: menjadi bank kebanggaan nasional yang ungggul dalam layanan dan kinerja. Ada tiga kata kunci di sini. Bank kebangaan nasional. Kenapa ini perlu? Karena berdasarkan identifisaksi permasalahn yang kami sampaikan, kebanggaan sebagai bank yang pertama kali lahir di Republik ini setelah RI berdiri itu sangat melekat pada seluruh insan BNI.
Pasalnya ini bank yang lahir tahun 1946, hanya selang beberapa bulan setelah merdeka. Didirikan pada saat sidang kabinet yang pertama. Kita kombinasikan modal sejarah dengan unggul dalam layanan dan unggul dalam kinerja. Singapura misalnya, ada Singapore Airlines. Mereka menjadi kebanggan nasional bukan karena mereka BUMN, tapi karena service dan performance. Kita kira-kira jadi seperti itulah. Kita mau orang-orang bangga memiliki BNI. Itu yang kita mau angkat. Kita mau unggul dalam kinerja dan layanan. Kinerja kalau kita lihat, ketika kasus LC terjadi, keuntungan kita sekitar Rp 800 miliar sekian. Kita harus mencadangkan Rp 1,3 triliun.
Padahal saat itu pun kita belum bayar pajak. Bayangkan kalau sudah bayar pajak. Pada 2004 alhamdulillah kita capai untung Rp 2,1 triliun. Ini untung nett (bersih) karena belum bayar pajak. Sedangkan 2005 sebesar Rp 1,5 triliun nett, karena dipotong pajak. Tahun lalu banyak faktor eksternal yang tidak menguntungkan kita, terutama bank-bank yang bergerak di sektor korporasi. Kami memproyeksikan tahun 2005 lebih baik dari 2004. Untuk tahun 2006, pada Januari belum bagus, Februari mulai baik, dan pada Maret 90 persen normal, April mulai normal. Akumulasi triwulan pertama belum bagus, tapi dua bulan terakhir ini mulai membaik. Bulan Juni-Juli insyaaallah, kalau semuanya positif bisa capai target Rp 2,5 triliun keuntungan kita. Pertumumbuhan kredit harus terus membaik, cost dijaga agar tidak melonjak.
Bagaimana Anda menanggapi revisi PMK 31/2005 tentang penyelesaian piutang negara?
Pemerintah mulai merespons agar bank BUMN diberi level of playing field yang sama dengan bank asing. Kita sebelumnya belum boleh hair cut bunga pokok. Revisi PMK, saya menanggapinya dengan sangat positif. Kemarin waktu koordinasi dengan BPK, Menkeu, Menneg BUMN, pemahaman masalah sudah mulai sama. Hair cut itu yang paling penting.
Tapi UU No 17/2003 dan No 1/2004 belum di revisi?
Di Indonesia UU lengkap, tapi kadang tidak sinkron satu sama lain. Posisinya sekarang sudah sangat baik. Menkeu, Menneg BUMN, tentunya berkepentingan agar BUMN sehat. Yang penting buat kami adalah equal treatment. Pengertian pemisahan piutang negara dan piutang perusahaan negara. Misalnya kita memberi kredit Rp 60 triliun, tentunya bukan semuanya dari modal pemerintah, tapi kan dananya dari masyarakat.
Kedudukan pemerintah dalam hal perseroan, sama dengan pemegang saham yang lain. Saat ini kenapa ekonomi tidak bergerak, padahal secara politik banyak perubahan. Lokomotif penggerak ekonomi tetap pemerintah. Padahal government expenditure belum banyak mengucur. Orang sekarang takut dalam pelaksanaan tender. Lokomotif kedua dari belanja BUMN. Kalau sudah mulai bergerak, ekonomi ikut jalan, ada multiplier effect.
Namun swasta belum bergerak, apalagi asing. Nah, bank itu mengikuti bisnis dan perdagangan, istilahnya itu bank follow trade. Kalau ekonomi bergerak, pertumbuhan kredit naik. Bank itu kan jantung. Kita menyerap dana masyarakat, masuk ke jantung dan didistribusikan dalam bentuk kredit. Karenanya jantung mesti sehat, supaya bisa menyedot dana masyarakat dengan baik, dana masyarakat, tabungan, giro, dan sebagainya. Kemudian bank menyalurkan dalam bentuk kredit, pinjaman.
Sekarang di BNI dalam perubaahan di sisi bisnis, pengembangan organisasi, maupun perkreditan. Kalau dulu di cabang saja menangani berbagai kredit, sekarang ada sentra kredit kecil, menengah, dan konsumer. Sudah ada pemilihan. Dulu seperti toserba. Kita sekarang punya 14 sentra kredit menengah (SKM), 48 sentra kredit kecil (SKK). Dengan pemilahan itu pemahaman product knowledge dengan demikian lebih baik. Orang yang datang ke situ juga yang butuh kredit. Jadi langsung berhubungan antarkeduanya dalam perkreditan lebih baik.
Dari sisi SDM bagaimana?
Kita punya yang namanya akademi kredit BNI, mulai 2005 lalu. Tempat untuk menghasilkan orang-orang yang berkompeten dalam perkreditan. Kita memperbaiki intern cabang, waktu kasus LC kita kebobolan di cabang. Sekarang untuk memperbaiki itu kita tarik command line-nya sama reporting line-nya. Orang yang menangani kredit di cabang dapat langsung lapor ke divisi kepatuhan di pusat.
Jadi ada early warning system. Kalau ada apa-apa cepat di-detect. Meski secara keseluruhan hasil dari perubahan-perubahan yang kita lakukan kalau setahun dua tahun saya rasa belum kelihatan. Saya juga menyadari dalam perubahan ini ada yang tidak puas dan sebagainya. Semua stakeholder mesti sabar melalui berbagai proses perubahan.
(has/una/ink )

No comments:

Post a Comment