Cari Berita berita lama

Republika - Kartu Kredit Syariah, Solusi atau Masalah?

Rabu, 28 Pebruari 2007.

Kartu Kredit Syariah, Solusi atau Masalah?






Bank syariah harus menghindari peran sebagai virus penyebar budaya konsumtif.





Kartu kredit identik dengan denda berlipat-lipat, bunga berbunga, dan debt collectors. Tidak sedikit nasabah kartu kredit yang dengan mudah mendapatkan kartu tersebut tapi mengalami banyak masalah begitu terjadi sesuatu yang sebetulnya bukan persoalan krusial. Tidak sedikit nasabah pemegang kartu yang terlambat membayar tagihannya karena berbagai alasan akhirnya harus menanggung beban denda bunga kredit cukup besar. Parahnya lagi, jika beban tagihan dan bunga terus membengkak maka nasabah mau tidak mau akan berurusan dengan debt collector. Kini, instrumen kartu kredit mulai memasuki dunia perbankan syariah. Beberapa bank syariah telah menyatakan siap menjaring nasabah pemegang kartu hingga ratusan ribu jiwa. Alasannya, mereka ingin masyarakat memiliki instrumen alternatif selain kartu kredit konvensional yang sudah ada. Selain itu, bisa mempermudah transaksi nasabah. Tahun lalu, beberapa bank syariah telah mengemukakan kesediaannya untuk menerbitkan kartu kredit syari!
ah, di antaranya Bank BNI Syariah dan Bank Permata Syariah. Namun, rencana tersebut mendapat ganjalan, karena Bank Indonesia (BI) belum menerbitkan izin, meskipun Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah menerbitkan fatwanya. Yang bakal segera merealisasikan penerbitan kartu kredit syariah adalah Bank Danamon Syariah. Direktur Usaha Syariah Bank Danamon, Hendarin Sukarmadji, menyebutkan Bank Danamon Syariah berencana meluncurkan kartu kredit syariah pada pertengahan tahun ini. Produk tersebut diharapkan menjadi produk kartu kredit syariah pertama dan Bank Danamon telah mengantungi izin bagi penerbitan kartu kredit syariah tersebut dari BI. Rencana Bank Danamon Syariah tersebut ditanggapi beragam oleh kalangan praktisi dan pengamat ekonomi syariah. Ketua Umum Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), KH Ma'ruf Amin, menyambut baik rencana Bank Danamon Syariah tersebut karena memang telah ada fatwa syariahnya. Bahkan, dia menegaskan pros!
es kesesuaian syariah kartu kredit Bank Danamon Syariah telah !
disetuju
i oleh lembaga otoritas fatwa syariah tersebut. ''Kartu kredit syariah sudah selesai. Kartu kredit syariah Danamon juga sudah disetujui, tinggal menuju diterbitkan,'' kata Ma'ruf. Sambutan serupa juga diungkapkan Bank BNI Syariah, Bank Permata Syariah, dan Bank Syaiah Mega Indonesia (BSMI). Bahkan, kedua bank syariah telah berancang-ancang menerbitkan kartu kredit serupa tahun ini. Menurut Pemimpin Divisi Syariah BNI, Suhardi, penerbitan kartu kredit syariah penting dilakukan. Hal tersebut karena instrumen pembiayaan itu memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi. BNI Syariah menargetkan kartu kredit syariah dalam semester pertama tahun ini, bahkan, bila kartu kredit syariah tersebut dapat diterbitkan lebih cepat akan lebih baik. Saat ini, BNI Syariah telah mempersiapkan sistem teknologi informasi (TI) untuk mendukung kartu tersebut. BNI menargetkan menjaring sekitar 150 ribu pemegang kartu pada tahun pertama yang jumlah itu merupakan nasabah dana dan pembiayaan BNI Sya!
riah saat ini. General Manager Bank Permata Syariah, Ismi Kushartanto, mengatakan Bank Permata Syariah berencana menerbitkan kartu kredit syariah pada semester dua tahun ini. Rencana tersebut akan dimasukkan dapat revisi rencana bisnis Bank Permata Syariah yang diajukan ke BI Juni mendatang. Sementara, Direktur Utama BSMI, Budi Wisakseno meyakini penerbitan tersebut dapat mendorong perkembangan industri perbankan syariah. Terlebih, kartu kredit syariah memang sangat dibutuhkan oleh masyarkat. Betulkah? Dorong konsumtif Meskipun mendapat sambutan hangat, rencana penerbitan kartu kredit syariah juga menuai kekhawatiran sejumlah pihak. Di antaranya, Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (BMI), Ahmad Riawan Amin. Menurut Riawan, meskipun kartu kredit syariah telah disetujui oleh DSN MUI melalui fatwa syariah, BMI tidak berencana menerbitkannya. Pasalnya, secara umum, kartu kredit pada intinya mendorong masyarakat untuk berperilaku konsumtif. ''Kesesuaian syariah sebuah prod!
uk bisa dicari tapi kalau menggunakan prinsip maqosid syariah-!
nya Syat
ibi, kartu kredit syariah tetap saja akan konsumtif dan berlawanan dengan syariah,'' Riawan menegaskan. Ketua Jurusan Perbankan dan Asuransi Syariah UIN Jakarta, Euis Amalia, bahkan melihat penerbitan kartu kredit syariah berpotensi mengancam citra ekonomi syariah bila tidak dikelola dengan baik. Ia mencontohkan penggunaan jasa debt collectors dalam menangani nasabah yang terlambat membayar tagihan. Euis menjelaskan, kartu kredit syariah juga berpotensi meningkatkan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing--NPF) bank syariah yang saat ini cenderung meningkat. Potensi tersebut memang ada, dengan melihat pengalaman kartu kredit konvensional dalam beberapa tahun terakhir. Terlebih, NPF perbankan syariah trennya terus meningkat meski masih di bawah lima persen. Menanggapi berbagai kekhawatiran tersebut, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis Bank Danamon Syariah, Agus Syabarudin, mengungkapkan masyarakat tidak perlu khawatir dengan kartu kredit syariah. Ia beralasan pe!
nerbitan kartu kredit syariah tersebut telah melalui sejumlah pengkajian dari BI, DSN MUI, dan Bank Danamon Syariah sendiri. Dari sisi kesesuaian syariah, kartu kredit syariah Bank Danamon dipastikan tidak bermasalah. Terlebih, kartu kredit syariah tersebut diyakini akan mendorong perkembangan industri perbankan syariah. Di samping, kartu tersebut dapat menjadi instrumen yang memudahkan nasabah untuk bertransaksi. Bank Danamon berkeyakinan penerbitan kartu kredit syariah itu telah sejalan dengan program akselerasi perkembangan perbankan syariah oleh BI. Lembaga otoritas moneter tersebut menargetkan pangsa perbankan syariah meningkat menjadi 5,25 persen pada 2008. Mengenai potensi munculnya budaya konsumtif, Ma'ruf Amin menjelaskan hal tersebut dapat dicegah. Caranya, dengan mewajibkan pemegang kartu kredit menitipkan sebagian dana mereka sebagai collateral cash di bank syariah penerbit kartu. Sementara, mengenai besaran collateral cash tersebut, ia menyebutkan hal terse!
but tergantung kebijakan BI. ''Ya kita batasi. Kita jaga agar !
orang ti
dak konsumtif. Caranya kalau pendapatannya sekian, ya plafonnya sekian. Selain itu, ia harus ada cadangan dana,'' kata Ma'ruf. Kartu kredit syariah pertama di dunia diluncurkan oleh AmBank Malaysia (semula dikenal Arab-Bank Malaysian Bank Berhad) dengan nama Al Taslif Credit Card pada 1996 yang menimbulkan pro dan kontra dengan skim bai bithaman ajil (bayar tangguh). Kemudian diikuti oleh Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) di pertengahan 2002 dengan nama Bank Islam Card dan ArabBangking Corporation (ABC) Islamic Bank Bahrain pada akhir 2002, serta As Shamil Bank dan Tadamon Islamic Bank. Namun, bisnis kartu kredit syariah di Malaysia kurang berkembang pesat hingga kini. Sementara itu, NPF bank syariah terus mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir. Padahal, sebelumnya, NPF perbankan syariah yang relatif rendah dibandingkan perbankan konvensional menjadi salah satu alasan banyak pihak membanggakan industri tersebut. Bahkan, NPF perbankan syariah sempat berada di level 2 !
persen. Dalam dua tahun terakhir, 2005-2006, NPF perbankan syariah terus beranjak naik. Posisi NPF perbankan syariah per Desember 2006 tercatat berada pada level 4,75 persen. Sedangkan, NPF perbankan syariah per Desember 2005 hanya tercatat pada level 2,82 persen. Sepanjang 2006, NPF perbankan syariah cenderung menaik tanpa bisa dihentikan. Persoalannya, pengembangan industri bank syariah bukan hanya terletak pada bagaimana meningkatkan jumlah nasabah dan memberikan pembiayaan secara personal dalam bentuk kartu kredit yang tentu saja lebih ke arah hidup konsumtif. Yang terpenting, peran bank syariah mengangkat sektor usaha kecil menengah dan mikro untuk terus berkembang dan menjadi besar seperti yang dilakukan bank-bank syariah di Malaysia. Jika bank syariah ikut-ikutan menjadi penyebar virus konsumtif dan mengabaikan sektor riil, apa bedanya dengan bank-bank konvensional?
( m bachrul ilmi )

No comments:

Post a Comment