Senin, 31 Juli 2006.
Jangan Sungkan Cari Dana di Bursa
Go public bukan sekadar mencari dana untuk tambahan modal ekspansi, tapi juga menyimpan sejumlah manfaat besar.
Pada awalnya kebanyakan perusahaan lahir atau didirikan dengan modal yang terbatas oleh satu atau beberapa orang tertentu melalui modal patungan. Organisasinya juga tidak terlalu besar. Namun, dengan daya tahan, keuletan dan kemauan keras pemegang saham atau pendiri, tidak sedikit perusahaan yang awalnya berjalan tertatih-tatih kini menjadi perusahaan multinasional. Perusahaan-perusahaan multinasional sekaliber Microsoft, McDonald, General Electric, Toyota, Mitshubishi, Coca Cola dan banyak lagi, lahir tidak langsung menyandang nama besar dengan omzet dan jaringan yang mendunia. Mereka mencapai level seperti saat ini melalui proses perjalanan yang panjang. Begitupun dengan perusahaan besar di dalam negeri seperti Astra International, Bank BCA, Indofood Sukses Makmur, Semen Cibinong, Lippo Group, HM Sampoerna, Gudang Garam, Djarum dan masih banyak lagi, mereka tidak langsung menjadi besar. Mereka melaluinya lewat tahapan waktu yang panjang, perjuangan yang berat dan pen!
danaan yang cukup besar. Dalam perjalanan waktu ke depan, bukan tidak mungkin akan lahir kelompok-kelompok usaha baru yang mapan dan lebih kuat. Persoalannya bagi setiap perusahaan bagaimana bisa mengalami proses ke sana: lahir, ekspansi (tidak sekadar bertahan hidup) dan tumbuh dengan organisasi besar dan merambah ke sektor usaha dari hulu hingga hilir. Ini tentu tidak gampang. Banyak faktor yang menentukan bagi sebuah perusahaan untuk bisa berkembang pesat, mulai dari kemampuan SDM, jaringan pasar, tehnologi dan tentu saja modal. Ketersediaan modal atau kapital seringkali menjadi kendala utama bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi. Adanya SDM yang handal, manajemen yang piawai, pasar yang memadai serta kemampuan tehnologi seringkali menjadi tidak berarti tanpa adanya ketersediaan modal untuk ekspansi. Go public Dalam dunia keuangan, kebutuhan modal untuk ekspansi pada dasarnya bisa dipenuhi melalui dua jalan. Pertama, tambahan modal dari pemegang saham dalam bentuk s!
etoran modal sebagai ekuitas. Kedua, utang. Utang ini bisa dip!
eroleh d
ari pemegang saham, pihak ketiga, atau lembaga keuangan komersial seperti bank. Bisa juga perusahaan menerbitkan surat utang seperti obligasi atau medium term notes (MTN). Obligasi merupakan surat utang jangka panjang, paling tidak lima tahun, sedangkan MTN merupakan surat utang jangka menengah di atas satu tahun dan di bawah lima tahun. Setiap perusahaan, tentu memiliki pertimbangan sendiri-sendiri, jalan mana yang akan ditempuh untuk memenuhi kebutuhan modal ekspansinya. Yang pasti dua-duanya memiliki keunggulan dan keterbatasan sendiri-sendiri. Salah satu keterbatasan itu misalnya begini. Dari sisi ekuitas, pemegang saham tentu memiliki keterbatasan dana untuk terus menambah setoran dana segar. Dari sisi ini tentu pemegang saham tidak bisa diandalkan terus menerus untuk memperbesar nilai ekuitasnya untuk membiayai kebutuhan ekspansi. Dari sisi utang, kepada siapapun utang diajukan --apakah bank komersial, pemegang saham yang uangnya terbatas, atau menjual surat utang-- te!
ntu dibutuhkan sejumlah persyaratan yang tidak sederhana. Misalnya adanya jaminan yang memadai dan juga tingkat suku bunga yang cukup mahal. Semakin tinggi tingkat suku bunga pasar, semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan dana ekspansi. Saat ini misalnya, dengan tingkat suku bunga SBI di level 12,25 persen bunga kredit perbankan berkisar antara 16,5 persen sampai 19 persen, bahkan ada yang lebih tinggi dari itu. Jika perusahaan harus membiayai ekspansinya dengan utang, maka beban bunga tadi akan menjadi beban yang cukup berat bagi perusahaan. Belum lagi jika dihitung risiko kegagalan dalam melakukan ekspansi, karena berbagai sebab. Dalam kondisi ini pemegang saham harus berani mengambil inisiatif : mengundang masuknya investor baru (private placement) atau sekalian saja melakukan penawaran umum saham kepada masyarakat atau go public. Artinya, (pemegang saham pendiri ) perusahaan mengundang masyarakat luas menjadi investor baru atau pemegang saham baru!
di perusahaan. Dengan go public, berarti ada peningkatan moda!
l (ekuit
as) di perusahaan. Perusahaan tidak perlu repot-repot mencari utang lagi. Malahan, modal dari penjualan saham baru tadi bisa dipakai untuk melunasi atau membayar sebagian utang perusahaan sehingga beban perusahaan lebih ringan. Memang ada sebagian pengusaha yang beranggapan untuk apa go public. Kok enak saja, sudah susah-susah merintis perusahaan hingga besar, tiba-tiba harus berbagi keuntungan dengan orang banyak. Lebih-lebih jika perusahaan tersebut merasa mudah dalam memperoleh tambahan modal. Pendapat seperti ini sah-sah saja dilontarkan. Meski begitu harus diingat, go public bukan sekadar mencari dana untuk tambahan modal ekspansi. Lebih dari itu, go public memiliki banyak manfaat bagi perusahaan yang bersangkutan. Beberapa manfaat itu di antaranya: * Perusahaan lebih profesional. Ini merupakan efek dari go public. Setiap perusahaan dituntut untuk memaksimalkan keuntungan pemegang saham. Karena pemegang saham dari perusahaan publik adalah masyarakat maka manajemen ditu!
ntut untuk lebih profesional agar bisa pertumbuhan laba yang stabil dari tahun ke tahun sehingga bisa memberikan dividen kepada pemegang sahamnya. * Keterbukaan informasi atau transparansi. Perusahaan publik dituntut selalu bersikap transparan. Semua informasi yang bersifat material yang menyangkut operasional perusahaan harus disampaikan kepada publik. * Lebih akuntabel. Karena kewajiban bersikap transparan tadi, maka manajemen perusahaan publik lebih bisa dipertanggungjawabkan (akuntabel). Laporan keuangan tahunan dan setengah tahunan harus diaudit oleh akuntan publik. Bahkan laporan keuangan triwulan (non-audit) juga harus diserahkan kepada regulator pasar modal. * Memiliki akses yang lebih kuat untuk pendanaan. Lembaga pembiayaan baik bank atau non bank lebih suka mebiayai perusahaan publik dibandingkan perusahaan tertutup. * Lebih dikenal masyarakat. Karena sahamnya diperdagangkan di bursa, maka setiap hari nama perusahaan (besarta harga sahamnya) akan dimuat di sej!
umlah media massa cetak maupun elektronik. Ini merupakan promo!
si grati
s dalam proses pembentukan image (image building) perusahaan. * Nilai perusahaan tercermin di pasar. Harga saham di pasar akan langsung mencerminkan nilai perusahaan tersebut berupa nilai kapitalisasi pasar. * Akses pasar lebih terbuka. Karena perusahaan lebih dikenal di masyarakat, otomatis lebih dikenal oleh dunia bisnis sehingga akses pasarpun lebih terbuka. Ada beberapa contoh kisah sukses dari sebuah perusahaan yang baru saja go public pada tahun 2005 dan 2006. Berdasarkan catatan yang ada, dari 15 perusahaan yang go public selama tahun tersebut, hanya 3 perusahaan yang harga sahamnya anjlok. Sisanya justru naik. Malah ada yang sahamnya naik hingga 425 persen dalam waktu 3 bulan, PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) misalnya. Perusahaan ini masuk ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada 19 April 2006. Perusahaan ini mematok harga saham perdana pada Rp 120 per lembar. Mau tahu berapa harga sahamnya pada 27 Juli 2006? Rp 630 per lembar atau naik Rp 510 per lembar. Kejadian yang mirip m!
enimpa pula pada saham saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), listing 3 Februari 2006. Pertama kali listing harga sahamnya Rp 110 per lembar, tapi pada 27 Juli 2006 harganya sudah mencapai Rp 170, atau melonjak 60 persen. Begitu pula dengan PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL). APOL memang terdaftar sebagai perusahaan terbuka setahun lalu (22 Juni 2005), tapi kenaikan harga sahamnya juga signifikan Rp 805 per lembar. Sekadar catatan saja, harga perdana APOL Rp 625, pada 27 Juli 2006 berada pada Rp 1.430 atau naik 128 persen. Benar yang paling menikmati lonjakan harga saham tersebut adalah investor di pasar modal. Tapi itu bukan berarti perusahaan terkait tersebut tidak dapat apa-apa. Kenaikan itu akan terasa sekali ketika perusahaan tersebut hendak melepas saham baru ke pasar, atau saat mau merger, akuisis serta aksi korporasi lainnya. Sebab nilai perusahaan sudah naik. Jadi jangan sungkan go public. Langkah Go Public Menjadi perusahaan terbuka itu susah-susah gampang. Sus!
ahnya, perusahaan harus benar-benar membuka semua isi kantongn!
ya. Dan
prosesnya pun cukup panjang serta melibatkan bermacam institusi penunjang yang ada di pasar modal, mulai akuntan publik, perusahaan penilai, hingga pengacara. Gampangnya, tidak ada lembaga yang akan mempersulit proses tersebut. Beberapa syarat yang mesti dipenuhi oleh perusahaan sebelum masuk ke pasar modal adalah sebagai berikut: 1. Adanya lembaga penunjang yang terdaftar di Bapepam seperti akuntan publik, konsultan hukum, notaris, perusahaan penilai, dan Biro Administrasi Efek (BAE) serta percetakan. 2. Surat Pernyataan Pendaftaran dan efektif dari Bapepam. 3. Telah berdiri dan beroperasi minimal 3 tahun. 4. Dalam 2 (dua) tahun terakhir, perusahaan memperoleh laba operasional dan laba bersih. 5. Tax clearence Selain ketentuan di atas, langkah yang harus ditempuh antara lain: 1. Manajemen perusahaan menetapkan rencana mencari dana melalui go public. 2. Rencana go public dimintakan persetujuan kepada para pemegang saham dan perubahan Anggaran Dasar dalam Rapat Umum Pemegang!
Saham (RUPS). 3. Emiten mencari Profesi Penunjang dan Lembaga Penunjang untuk membantu menyiapkan kelengkapan dokumen: * Penjamin emisi (underwriter); untuk menjamin dan membantu emiten dalam dalam proses emisi. * Profesi Penunjang. * Akuntan Publik (Auditor Independent) untuk melakukan audit atas laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir. * Notaris; untuk melakukan perubahan atas Anggaran Dasar, membuat akta-akta perjanjian dalam rangka Penawaran Umum dan juga notulen-notulen rapat. * Konsultan Hukum; untuk memberikan pendapat dari segi hukum (Legal Opinion) 4. Mempersiapkan kelengkapan dokumentasi emisi 5. Kontrak Pendahuluan dengan Bursa Efek 6. Penandatanganan perjanjian-perjanjian emisi 7. Menyampaikan pernyataan pendaftaran beserta dokumen-dokumennya kepada Bapepam, sekaligus melakukan ekspose terbatas di Bapepam.
(tim BEJ )
No comments:
Post a Comment