Senin, 18 Pebruari 2002.
Rights Issue BII Untuk Mendilusi Kepemilikan Sinar MasJakarta - Rencana rights issue atau penawaran hak memesan efek terlebih dahulu yang akan dilakukan oleh PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) bertujuan untuk mendilusi kepemilikan Sinar Mas Group (SMG) di bank tersebut sekitar 18 persen.
Menurut sumber Koran Tempo di pemerintahan, rights issue tersebut memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mendilusi (mengurangi) saham Sinar Mas Group (SMG), dalam hal ini keluarga Eka Tjipta Widjaya. "Kalau bisa saham SMG itu akan didilusi hingga nol," tegas dia.
Untuk itu, ujar dia, BPPN harus menyiapkan sejumlah perangkat sehingga saat di rights issue nanti pemilik SMG tidak mungkin masuk lagi. Namun, anehnya--seperti terungkap dalam demo karyawan BII-pejabat BPPN justru menempatkan orang-orang SMG menjadi tim pengelola yang akan mempersiapkan proses rights issue tersebut.
Sumber itu menambahkan, jika dengan rights issue ini saja tidak cukup untuk mendilusi saham SMG, maka harus dicari cara-cara yang lain lagi.
Kedua, menutupi kebutuhan dana untuk deffered tax BII (kewajiban pajak yang tertangguhkan) dan interbank claim. "Yang interclaim itu, adalah utang BII yang ke BUN (Bank Umum Nasional)," kata sumber tersebut.
Besarnya interbank claim itu sekitar Rp 1,2 triliun. Sedangkan untuk kewajiban pajak yang tertangguhkan sekitar Rp 850 miliar. Jadi jika ditotal itu sekitar Rp 2 triliun. "Tapi kalau sekarang berkembang kabar bahwa jumlahnya sekitar Rp 3 triliunan, itu berarti kondisi bank itu sudah makin memburuk. Ada kemungkinan kredit-kreditnya ada yang macet lagi,"tuturnya.
Sumber tersebut menceritakan, sebenarnya klaim pinjaman antarbank untuk BUN ini mau ditutupi dengan dana dari rekening penjaminan. Tapi, sewaktu BII didue diligence tahun lalu, ditemukan indikasi bahwa pinjaman antarbank itu tidak eligible untuk dibayar, karena merupakan pinjaman terafiliasi (dengan kelompok SMG).
Sehingga diputuskan bahwa BII sendiri yang harus membayar utang antarbank itu. "Di IMPA BII sendiri disebutkan bahwa, untuk interbank claim yang eligible akan dibayar dari rekening penjaminan. Jika tidak, akan dibayar oleh BII sendiri."
Dia melanjutkan, sebenarnya dulu pernah diusulkan agar BII ini di-BTO kan saja. Pemikiran itu sempat muncul menjelang diterbitkannya hedge bonds yang senilaiUS$ 1,059 triliun itu. "Soalnya, karena pemerintah yang menyelamatkan, maka bank itu mestinya jadi milik pemerintah dan saham SMG harus NOL," tandasnya.
Tapi waktu itu, entah kenapa rencananya jadi berubah drastis dari yang semula akan diakuisisi oleh Bank Mandiri jadi stand alone. "Perubahan jadi stand alone ini dulunya disetujui oleh IMF juga, tapi sekarang ini mereka jadi sibuk 'lagi' dengan BII. Padahal itu kan dulu (stand alone) maunya mereka juga."
Sumber itu menambahkan, sama seperti bank-bank lain yang mendapat PMS (Penyertaan Modal Sementara) dari pemerintah, BII pun pada akhirnya akan didivestsi seperti BCA. "Di BII kepemilikan pemerintah sifatnya hanya sementara, untuk menolong bank itu saja,"tandasnya.
Executive Director for Corporate Office SMG, Sulistiyanto ketika dimintai konfirmasi soal rencana rights issue BII menegaskan bahwa SMG tidak akan ikut (membeli) rights issue tersebut yang rencananya akan dilakukan Maret mendatang. Dia juga membantah pemberitaan di Koran Tempo (12/02) bahwa Indra Widjaja bakal dipastikan masuk kembali ke BII dengan cara tidak langsung (indirect), atau melalui pasar sekunder.
SMG, kata Sulistiyanto, akan lebih berkosentrasi untuk membayar kewajibannya di pemerintah. "Kan ada pinjaman eks BII yang harus dibayar. Besarnya berapa, tanya saja ke BPPN,"cetusnya.
Mengenai interbank claim, ia menjelaskan itu urusan BPPN sebagai pemegang saham mayoritas. Namun, Sulistiyanto membantah tuduhan yang mengatakan utang antarbank BII dan BUN, sebagai utang terafiliasi. "Itu (sebenarnya-red) kan tagihan BII pada BUN yang mestinya sudah dibayar sebulan sesudah penandatanganan perjanjian rekap, tapi ternyata nggak dibayar karena dianggap tidak eligible,"katanya. (Febrina Siahaan/Istiqomatul)
No comments:
Post a Comment