Jumat, 19 Juli 2002.
BPK Temukan Penyimpangan Proyek TI di Bank Mandiri JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan menemukan potensi kerugian negara sebesar US$ 68 juta atau Rp 759,5 miliar atas proyek Total Integrated Banking System (TIBS) untuk pengembangan teknologi informasi di Bank Mandiri. BPK memberikan batas waktu hingga tanggal 22 Juli 2002 kepada Bank Mandiri untuk memberikan klarifikasi sejak 15 Juli 2002.
Demikian dokumen hasil pemeriksaan BPK yang diterima Koran Tempo atas pelaksanaan proyek TIBS selama 2001-2003 oleh kontraktor PT Silverlake Informatikatama asal Malaysia. Proyek TIBS merupakan proyek untuk mengintegrasikan sistem ke dalam infrastruktur Bank Mandiri. Meliputi desain, pembangunan, dan pemasangan sistem bank.
Dalam laporan tersebut disebutkan pekerjaan proyek senilai US$ 68 juta (termasuk pajak pertambahan nilai 10 persen) tersebut juga menyimpang dari ketentuan Bank Mandiri No. DIR/005/2000 mengenai ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dimana kontraktor harus menyerahkan jaminan pelaksanaan sebesar lima persen dari nilai kontrak. "Besarnya garansi bank untuk menjamin pelaksanaan pekerjaan sesuai nilai kontrak awal sebesar US$ 2,1 juta," tulis BPK dalam laporannya.
Berdasarkan penilitian BPK ditemukan PT Silverlake Informatikatama hanya menyerahkan jaminan pelaksanaan proyek sebesar tiga persen atau US$ 1,2 juta. Angka itu lebih rendah dari ketentuan penyerahan jaminan yang disyaratkan Bank Mandiri.
Dengan penyerahan jaminan sebesar tiga persen tersebut, BPK menilai adanya risiko US$ 864 ribu yang harus ditanggung bank pemerintah bila kontraktor wanprestasi.
BPK juga menemukan penyimpangan penyerahan advance payment bond (pembayaran jaminan di muka) yang tidak sesuai ketentuan Bank Mandiri, sebesar 100 persen. Dalam temuannya, kontraktor hanya menyerahkan sebesar 15 persen atau US$ 6,48 juta. Bahkan setelah kontrak ditandatangani Bank Mandiri memberikan pembayaran tahap pertama sebesar US$ 15,12 juta atau 35 persen dari nilai kontrak US$ 43,2 juta. Atas penyimpangan tersebut BPK menilai adanya potensi kerugian sebesar US$ 8,64 juta.
Kemudian untuk penambahan pekerjaan optional berupa lima modul software berupa kartu kredit, internet perbankan, pusat layanan termasuk bank telepon, originasi kredit, pelayanan nasabah oleh Silverlake senilai US$ 18,6 juta tidak dijamin melalui performance bond. Bahkan Bank Mandiri juga membebaskan kontraktor dari kewajiban menyerahkan advance payment bond.
Menurut BPK, seharusnya begitu kedua pihak menandatangani perjanjian tambahan pekerjaan optional tersebut pihak kontraktor harus menyerahkan performance bond sebesar lima persen dari nilai kontrak. Namun, Bank Mandiri mengesampingkan ketentuan tersebut. Bahkan untuk pekerjaan optional tersebut kontraktor telah menerima pembayaran sebesar 35 persen dari US$ 10, 46 juta atau senilai US$ 3,66 juta tanpa disertai prestasi kerja.
Perjanjian pengembangan teknologi informasi antara Bank Mandiri dengan Silverlake juga menyalahi ketentuan keputusan RUPS 2000, dimana pelaksanaan investasi tahun 2001 harus berdasarkan skala prioritas. "Dalam RUPS tersebut baru sebatas mamahami dan bukan memberikan persetujuan atas rencana investasi Bank Mandiri di bidang teknologi informasi," jelas BPK dalam laporannya.
Akibatnya, menurut BPK, nilai perjanjian pekerjaan proyek teknologi informasi sebesar US$ 68 juta atau Rp 759,48 miliar tidak dapat dipertanggungjawabkan dan berpotensi merugikan negara. Ali nur yasin
Kontraktor Keberatan
Juru Bicara Bank Mandiri, Kun Sardjono Sadri, saat dimintai konfirmasinya mengenai temuan BPK tersebut hanya mengatakan, bahwa investasi teknologi informasi yang dilakukan banknya merupakan investasi jangka panjang. "Semua ini untuk memenuhi tuntutan pasar," katanya ketika ditanya temuan penyimpangan dalam proyek tersebut.
Mengenai jaminan proyek yang diberikan oleh kontraktor sebesar tiga persen atau di bawah ketentuan sebesar lima persen, Kun mengakuinya. Menurut dia, pemberikan jaminan di bawah ketentuan tersebut dikarenakan adanya keberatan dari pihak kontraktor. "Nilai proyeknya kan cukup besar dengan jangka waktu lama," ujarnya memberi penjelasan.
Bahkan dia menjamin pemberian jaminan sebesar tiga persen tersebut tidak menyalahi ketentuan. "Karena sesuai Keppres No. 18 Tahun 2000 besarnya jaminan proyek sebesar tiga-lima persen," katanya. Ali
No comments:
Post a Comment