Rabu, 7 Agustus 2002.
Ekbis
Kwik dan IMF Beda Pendapat Soal Obligasi Rekap
07 Agustus 2002
TEMPO Interaktif, Jakarta:Menteri Negara Perencanaan Pembagunan Nasional/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie bersilang pendapat dengan Dana Moneter Internasional (IMF) soal pola divestasi atau penjualan 51 persen saham bank-bank, seperti Bank Central Asia dan Niaga. "Kalau dipertahankan terus, ambruklah negara ini," tegas Kwik usai menerima perwakilan IMF di Gedung Bappenas Jakarta, Rabu (7/8).
Menurut Kwik, sebelum proses divestasi dilakukan, Badan Penyehatan Perbankan Nasional sebagai pelaksana penjualan harus membersihkan dahulu obligasi rekap yang ada di setiap bank tersebut. Caranya, ujarnya, salah satunya dapat dilakukan dengan mengganti obligasi rekap dengan zero coupon bond. "Obligasi tetapi tidak mengandung bunga."
Dengan demikian, lanjutnya, rasio kecukupan modal (CAR) bank tersebut tidak berubah. Kwik mengatakan dalam obligasi tersebut bank itu tidak menerima bunga, tapi diberikan hibah cuma-cuma dari pemerintah. "Tetapi tidak membuat bank itu kaya, tetapi dipaskan hingga bank itu tidak minus," jelas dia dan mengaku cara ini didapatnya dari tim independen yang dibentuknya dan terdiri dari berbagai ahli ekonom.
Ia menambahkan selanjutnya bank-bank tersebut diberikan waktu. Sehingga setahap demi setahap bank itu menjadi sehat. Hanya saja, kata Kwik, IMF mengatakan cara itu terlalu lama. Tapi Kwik menegaskan kepada IMF kalau proses dilakukan seperti sekarang pemerintah akan kehilangan ribuan triliun. "Itu yang saya tidak bisa terima," tandas dia dengan sedikit emosi.
IMF sendiri, ujar Kwik, beralasan pola penjualan seperti itu tetap harus dipertahankan. Seperti dituturkan dia, IMF mengatakan obligasi rekap bisa dikurangi dengan penjualan aset kredit macet (NPL) dari bank-bank tersebut. "Kalau bank itu dibersihkan dari obligasi rekap, bank itu tidak laku di jual," kata IMF seperti ditirukan Kwik.
Lalu Kwik mengatakan kepada IMF bank-bank tersebut laku dijual kalau bank itu di 'susui' oleh pemerintah. Dan ia mempertanyakan kalau bank itu laku dijual di satu sisi masih disubsidi pemerintah, "Kok bank itu anda katakan sudah sehat dan laku dijual. Kan bank itu belum sehat," ujar dia berang. "Saya sangat yakin kalau polanya menjual bank tanpa membersihkan obligasi terlebih dahulu pasti tidak suistainable (berkelanjutan) dan pasti hancur ekonomi Indonesia".
Meskipun sudah mengemukakan argumennya, Kwik mengungkapkan IMF tidak bergeming. IMF, kata Kwik, hanya mengatakan masih akan membicarakan hal tersebut dengan dirinya. Dan Kwik meminta kepada IMF juga orang-orang di jajaran Departemen Keuangan untuk meyakinkan dirinya bahwa apa yang ia katakan dengan semua analisanya adalah salah. "Saya akan mengalah," kata dia mantap.
Ditemui di tempat yang sama, Deputi Gubernur IMF untuk Asia Pasifik hanya mengatakan bahwa pertemuan dengan Kwik merupakan pertemuan yang menyenangkan. Dalam pertemuan selama kurang lebih 45 menit itu ia mengaku membicarakan mengenai perkembangan ekonomi Indonesia. "Pertemuan yang menyenangkan, kami membicarakan masalah ekonomi Indonesia," kata dia berulang-ulang yang ditemani Perwakilan IMF di Indonesia David Nellor.
Kwik sendiri membenarkan bahwa pertemuan berlangsung dengan suasana penuh persahabatan. Selain perbedaan pendapat soal obligasi rekap, juga dibicarakan masalah ekonomi makro Indonesia. Dan IMF mengatakan kepada Kwik perkembangan ekonomi Indonesia sangat menggembirakan, meskipun diakuinya ia meragukan hal itu. "Enaknya berbicara dengan mereka (IMF) kita bisa berbeda pendapat setajam apa pun," ujar dia.
Sedangkan keraguan Kwik soal pertumbuhan ekonomi didasarkan oleh hasil penelitian lembaga penelitian Econit. Lembaga itu memperkirakan tahun 2002 pertumbuhan Indonesia hanya 2,5 persen. Angka itu didasarkan atas data-data yang tersedia sekarang dan kemudian dibuat menjadi satu tahun. "Bappenas sendiri merasa akan di bawah empat persen, sekitar 3,5 persen," tutur dia. (Kurniawan-Tempo News Room)
No comments:
Post a Comment