Cari Berita berita lama

Republika - Posisi Tawar Melalui dengan Pencegahan Deforestasi

Kamis, 20 September 2007.

Posisi Tawar Melalui dengan Pencegahan Deforestasi






Diharapkan ada mekanisme pembayaran dari negara lain sebagai kompensasi terhadap upaya Indonesia dalam menjaga hutan.





Menurut data State of the World's Forests 2007 yang dikeluarkan the UN Food & Agriculture Organization's (FAO), angka deforestasi di Indonesia pada 2000-2005 mencapai 1,8 juta hektare pertahun. Sedangkan Brasil dalam kurun waktu yang sama 3,1 juta hektare per tahun dengan gelar kawasan deforestasi terbesar di dunia. Namun, karena luas kawasan hutan total Indonesia jauh lebih kecil daripada Brasil, maka laju deforestasi Indonesia menjadi jauh lebih besar. Laju deforestasi Indonesia adalah 2 persen per tahun, dibandingkan dengan Brasil yang hanya 0,6 persen. Pepohonan di dalam hutan selama ini sudah terbukti mampu menyerap karbondioksida sepanjang hidup. Karbon dioksida merupakan satu dari enam gas rumah kaca (GRK) yang dianggap menjadi penyebab terjadinya pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim. Dengan menurunkan emisi karbondioksida Indonesia sesungguhnya berpeluang memperbaiki iklim dunia dari perubahan yang drastis. Caranya, melalui pengurangan kebaka!
ran hutan, pencegahan penebangan hutan atau konversi lahan hutan menjadi tidak berhutan secara permanen (deforestasi), serta sistem sertifikasi kayu legal untuk ekspor. Posisi tawar kepada dunia ini akan menjadi salah satu tujuan delegasi Indonesia dalam Penyelenggaraan Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim atau UN Climate Change Conference di Bali, Desember 2007 mendatang. `'Kami berharap nantinya tercapai kesepakatan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan membantu negara berkembang dalam pemberian insentif, termasuk untuk penghutanan kembali dan pencegahan deforestasi,'' ujar Ketua Pelaksana Harian Panitia Nasional Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim, Agus Purnomo, kepada pers, dalam Lokakarya Jurnalis Lingkungan, Selasa (18/9). Menurut Agus, 20 persen emisi global berasal dari deforestasi atau sekitar 7,5 miliar ton CO2. Indonesia, lanjut dia, menyumbang sepertiganya, yaitu sekitar 2,5 miliar ton CO2 dari laju deforestasi 2 juta per tahun. `'Jika Indonesia memperkecil!
laju deforestasi 1 juta hektare per tahun sama dengan mengura!
ngi emis
i sekitar 1,2 miliar ton CO2,'' jelasnya. Jika dihitung, kata Agus, potensi pendapatan sebesar 6 miliar dolar AS per tahun atau sekitar enam ribu hektare dengan asumsi harga 1 ton CO2 sama dengan 5 dolar AS. `'Kami akan mencari kesepakatan dengan negara-negara maju atas upaya dalam negeri untuk menekan deforestasi. Intinya, ada mekanisme pembayaran dari negara lain sebagai kompensasi terhadap upaya kita dalam menjaga hutan ,'' cetusnya. Tak hanya intensif untuk mencegah deforestasi. Dalam konferensi nanti juga akan digulirkan program adaptasi, mitigasi, alihteknologi, dan terwujudnya investasi di bidang pembangunan berkelanjutan melalui mekanisme pembangunan bersih atau Clean Development Mechanism (CDM). `'Kami juga berharap tak ada lagi paten untuk teknologi bersih. Tapi, kalau disepakati itu mukjizat, jika tidak, minimal ada kesepahaman pendanaan untuk alihteknologi,'' tegasnya. Anomali cuaca Akibat pemanasan global, hingga saat ini telah terjadi begitu banyak anomali cuac!
a di seluruh dunia. Misalnya, kenaikan tinggi permukaan air laut, berkembangnya wabah penyakit malaria dan demam berdarah, perubahan pola iklim pertanian, dan kenaikan suhu udara. Dampak perubahan iklim juga menerpa kesehatan manusia. Faktor-faktor iklim berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit tular vektor seperi demam berdarah dengue (DBD) dan malaria. Curah hujan dan jumlah hari hujan mempunyai hubungan positif dengan kasus DBD, semakin tinggi dan banyak jumlah hari hujan maka kasus DBD meningkat. Juga, peningkatan jumlah penderita elergi dan asma secara signifikan. Gelombang panas yang melanda Eropa pada 2005 juga menyebabkan kenaikan angka serangan panas kuat yang mematikan, infeksi, salmonela dan hay fever (demam akibat alergi rumput kering). Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate (IPCC) menyatakan bahwa sejak tahun 1850 tercatat ada 12 tahun terpanas. Sebelas dari duabelas tahun terpanas tersebut terjadi dalam 12 tahun terakhir ini. Mengapa fenomena in!
i terjadi? Haneda Sri Mulyanto dari Divisi Perubahan Iklim Di !
Kementer
ian Negara Lingkungan Hidup menyatakan, itu semua disebabkan adanya emisi gas rumah kaca (GRK) seperti CO2, CH4, H2O, HFC, PFC, dan SF6. `'Ini emisi akibat bahan bakar fosil dan kerusakan hutan serta lahan sehingga menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim global,'' ungkapnya. Haneda menambahkan, sebenarnya usaha manusia untuk mengatasi perubahan iklim global sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam. Secara global misalnya, membentuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 1992 di Rio de Janeiro. Ini dibentuk untuk mengurangi emisi GRK. Lalu, Conference on Parties (COP)-Kyoto Protocol 1997 untuk menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer guna mencegah perubahan iklim global akibat perilaku manusia. Misalnya, melalui carbon trading, dan joint implementation Secara lokal, kata Haneda, pemerintah Indonesia juga sudah melakukan upaya meratifikasi Kyoto Protocol melalui UU No 17/2004. Kemudian, mengembangkan mekanisme pembangunan bersih, melakukan !
perdagangan karbon atau emisi, dan mempromosikan efisiensi energi. ''Sesuai dengan agenda kita nanti di konferensi di Bali, Indonesia telah mengurangi emisi GRK dari sektor kehutanan sekitar 85 persen dari seluruh emisi tahunan GRK Indonesia,'' tegasnya. Tak hanya pemerintah, kata Haneda, pihaknya juga mengajak masyarakat untuk melakukan sesuatu berkaitan dengan ancaman pemanasan global. Misalnya, membudayakan gemar menanam pohon, mematikan AC/TV/lampu, dan alat-alat elektronika bila sedang tidak digunakan. `'Juga mengganti lampu dengan lampu hemat energi,'' ujarnya. Haneda juga menyarankan agar masyarakat lebih mengusahakan menggunakan transportasi umum, membudidayakan untuk membawa tas belanja sendiri untuk menghindari penggunaan tas belanja plastik. `'Dan, upaya mendaur ulang sampah atau limbah,'' tegasnya. eye Ikhtisar: - Laju deforestasi Indonesia mencapai 2 persen per tahun. - Indonesia menyumbang sepertiga dari 20 persen emisi global yang berasal dari deforestasi at!
au sekitar 7,5 miliar ton CO2. - Dengan menurunkan emisi karbo!
ndioksid
a Indonesia berpeluang memperbaiki iklim dunia dari perubahan yang drastis.
( )

No comments:

Post a Comment