Cari Berita berita lama

Republika - Menuju Manusia Berkualitas

Senin, 24 September 2007.

Menuju Manusia Berkualitas












Ibadah puasa Ramadhan sudah kita jalani lebih dari 10 hari atau sepertiganya. Alhamdulillah, dari tahun ke tahun suasana Ramadhan semakin semarak. Masjid-masjid dan mushala dipenuhi jamaah tarawih dan ibadah lainnya. Berbagai restoran berkelas, termasuk di hotel-hotel berbintang, setiap menjelang Magrib dipadati anggota masyarakat yang ingin berbuka puasa, baik dengan keluarga maupun relasi. Acara berbuka puasa bersama kini juga diselenggarakan banyak pihak. Oleh perorangan maupun instansi, di rumah maupun di restoran-restoran. Suasana Ramadhan seperti itu tentu saja menggembirakan. Pertanyaannya, apakah hal itu menunjukkan bahwa ketakwaan manusia Indonesia, tepatnya umat Islam, juga meningkat? Apakah kualitas keagamaan orang-orang Islam sudah semakin baik? Apakah korupsi di negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia ini sudah menurun? Apakah data bahwa jumlah pemakai busana Muslim/Muslimah meningkat bergaris lurus dengan kesadaran keagamaan yang bersangkutan? Per!
tanyaan-pertanyaan evaluatif itu perlu kita sampaikan karena jangan sampai bulan Ramadhan hanya kita isi dengan hal-hal yang lebih bersifat sekunder, bersifat pinggiran, dan tidak menyentuh pada inti atau isi. Atau dengan kata lain, jangan sampai keberagamaan hanya kita tunjukkan dengan KTP (kartu tanda penduduk) dan semacamnya, namun perilaku kita justru menyimpang dari ajaran agama. Misalnya, aurat memang sudah kita tutup dengan busana Muslim/Muslimah, namun hati, pikiran, dan juga perilaku kita ternyata masih liar untuk melanggar berbagai ketentuan/ajaran agama. Puasa Ramadhan dan amalan ibadah lainnya tentu saja hanyalah sarana. Ia bukan tujuan. Ia seperti ibadah shalat misalnya. Shalat tentu saja bukan tujuan. Ia hanyalah sarana agar pelaku/pelaksananya menjadi manusia bertakwa/berkualitas. Antara lain agar shalat itu bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar (bertentangan dengan ajaran agama) pada yang bersangkutan. Karena itu, Allah SWT mengancam orang yang shalat ta!
pi ia lupa akan makna dari shalat, yaitu mencegah perbuatan ke!
ji dan m
ungkar. Tujuan ibadah puasa Ramadhan adalah agar para pelakunya menjadi manusia yang bertakwa, manusia yang berkualiatas. Karena itu, terhadap pertanyaan-pertanyaan evaluatif di atas, masing-masing kitalah yang harus menjawabnya. Yakni, apakah ibadah puasa kita, minimal 10 hari yang sudah kita laksanakan, telah berhasil mengantarkan kita menjadi manusia-manusia bertakwa? Takwa secara sederhana, sebagaimana seringkali dijelaskan para khatib Jumat, bermakna menjalankan perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya. Dengan kata lain, takwa berarti tidak korup, tidak pelit, tidak malas, tidak menyakiti dan merugikan kepentingan orang lain. Sebaliknya, orang yang takwa adalah orang yang gampang menolong orang lain, ringan berinfak dan bersedekah, sering membantu anak yatim, dhuafa, dan orang-orang yang hidupnya susah. Takwa berarti bekerja keras, jujur, dan berdisiplin. Singkat kata, orang yang bertakwa adalah yang hidupnya berkualitas. Yakni orang yang bukan hanya bermanfaa!
t buat dirinya, tapi juga memberi berkah kepada orang lain. Dengan begitu, orang yang menjalankan ibadah puasa Ramadahan seharusnyalah hidup lebih baik dan lebih berkualitas. Karena itu, bila sepuluh hari pertama ibadah puasa Ramadhan ini belum berhasil mengantarkan kita menjadi orang-orang yang bertakwa, menjadi orang yang hidupnya lebih baik dan berkualitas, tentu ada yang salah dengan ibadah puasa kita. Untuk itu, marilah ibadah puasa Ramadhan yang tersisa kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga, puasa Ramadhan bisa mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih berkualitas.
( )

No comments:

Post a Comment