Cari Berita berita lama

Republika - Mempertanyakan Demokrasi di Singapura

Sabtu, 6 Mei 2006.

Mempertanyakan Demokrasi di Singapura












Partai-partai peserta pemilu di Singapura telah menyudahi kampanye pamungkasnya. Dan hari ini (6/5), mereka akan bertarung lewat ajang pemilu. Namun, seperti pemilu-pemilu sebelumnya, partai berkuasa yaitu People's Action Party (PAP) diyakini akan kembali merajai pemilu. Singapura, seperti halnya banyak negara lain di dunia, secara teratur menggelar pemilu demi pemilu. Banyak orang bilang, pemilu adalah pesta demokrasi. Tapi benarkah, Singapura masuk dalam kategori negara yang menjunjung tinggi demokrasi? Alvin Teo, seorang mahasiswa Singapura, menyangsikan hal ini. Ia melihat, proses kampanye menjelang pemilu di Singapura, ternyata tak seperti yang ia bayangkan. ''Mestinya, ada sebuah debat yang sehat selama kampanye lalu. Namun ternyata, tak ada debat dalam kampanye yang memuaskan kami,'' katanya. Perdebatan seperti yang diidamkan Teo tampaknya masih merupakan 'barang haram' di Singapura. Sejumlah pejabat pemerintah berdalih, perdebatan semacam itu tak selalu baik!
. Mereka mencontohkan apa yang terjadi di Thailand dan Filipina, dua negara yang mengadopsi demokrasi gaya Barat. Di dua negara itu, masih kata mereka, tak tercipta stabilitas sosial yang baik, seperti di Singapura. Maka lihatlah, jelas para pejabat itu, Singpura bagai sebuah oasis yang ada di antara negara-negara Asia Tenggara. Sebuah negara yang terus diselimuti oleh ketenangan dan kemakmuran. Sayangnya, pada saat yang sama, pemerintah Singapura juga mengabaikan demokrasi dengan menerapkan kontrol yang begitu ketat pada pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah. Kebebasan mereka untuk berbicara dan berkumpul, ditekan. Pemerintah bahkan telah membuat bangkrut sejumlah tokoh oposisi dengan menuntut mereka ke pengadilan dalam kasus pencemaran nama baik. Kasus terakhir, Perdana Menteri Lee Hsien Loong, mengajukan tuntutan terhadap politisi oposisi Chee Soon Juan, dengan tuduhan pencemaran nama baik terhadap dirinya juga ayahnya, Lee Kuan Yew. Tuntutan ini dianggap L!
ee sebagai upaya untuk mempertahankan kredibilias dan populari!
tas peme
rintah menjelang pemilu 6 Mei ini. Memang, sudah jamak bila partai berkuasa ingin terus menjadi mayoritas tunggal dalam pemerintahan. Hal ini juga diungkapkan secara terbuka oleh Lee dalam kampanye, Rabu lalu. Ia mengatakan, akan sangat membingungkan baginya untuk menjalankan pemerintahan bila partai berkuasa tak menyapu bersih kursi di parlemen. ''Bagaimana mungkin, pemerintah harus melakukan kesepakatan dan membuat kebijakan dengan kubu oposisi, jika hanya menguasai 10 hingga 20 kursi saja?'' kata Lee. Jika hal ini yang terjadi, maka upaya untuk memikirkan kemajuan Singapura akan tergantikan dengan upaya untuk terus melakukan tawar-menawar dengan kubu oposisi itu. Belakangan, Lee menyadari, pernyataannya dalam kampanye itu agak kebablasan. Karena itu, kemarin ia minta maaf kepada pihak oposisi atas pernyataannya tersebut. Ia mengatakan, tak bermaksud untuk menyerang siapapun. Pemilu hari ini akan memilih anggota parlemen untuk mengisi 84 kursi yang tersedia. Sebanyak 1,!
2 juta pemilih diharapkan memberikan suaranya di 422 tempat pemungutan suara (TPS). Pemilu diperkirakan berlangsung dari pukul 08.00 hingga 20.00 waktu setempat, dan hasil pemilu akan diketahui paling cepat, Ahad (7/5).
(ap/afp/fer )

No comments:

Post a Comment