Cari Berita berita lama

KoranTempo - Sekolah Swasta Boleh Jadi Perseroan Terbatas

Rabu, 1 Mei 2002.
Sekolah Swasta Boleh Jadi Perseroan Terbatas JAKARTA - Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) akan membebaskan sekolah-sekolah swasta menjadi badan hukum perseroan terbatas (PT) selain yayasan. Bentuk PT dinilai lebih jelas pertanggungjawaban dibanding yayasan.

"Sekolah berbadan hukum PT jelas pemiliknya, dan jika sekolah itu bangkrut maka jelas pertanggungjawabannya," kata Dirjen Dikdasmen Indrajati Sidi kepada Koran Tempo di kantornya kemarin.

Peraturan baru itu juga membebaskan warga asing menjadi pemegang saham atau bermitra dengan lokal dalam pendirian sekolah. Dengan demikian, kata dia, sekolah swasta benar-benar mencari keuntungan.

Sejauh ini, Dikdasmen hanya mengizinkan sekolah swasta berbadan hukum yayasan. Indra mengatakan tidak sependapat bahwa kegiatan pendidikan oleh swasta bersifat nonprofit. Kata dia, hanya "segelintir orang" yang benar-benar mendirikan sekolah tanpa mencari keuntungan.

Indrajati menilai, badan hukum yayasan sering menjadi kedok pengelola sekolah-sekolah swasta. Padahal, kata dia, sekolah melakukan bisnis untuk mencari keuntungan. "Jangan pura-pura katakan nggak cari uang, nonprofit. Bohong itu," katanya.

Selama ini, kata dia, pemilik dan pemegang saham yayasan pengelola sekolah-sekolah swasta tidak diketahui. Masyarakat dan Depdiknas juga tidak dapat mengontrolnya. Kontrol terhadap yayasan hanya dilakukan oleh Departemen Kehakiman dan HAM.

Peran Depdiknas terhadap sekolah-sekolah swasta selama ini, kata Indra, sebatas memeriksa akreditas, aset, guru, dan bangunan. Sedangkan seleksi guru, kepala sekolah, persyaratan administrasi terhadap siswa-siswa sepenuhnya merupakan kewenangan yayasan.

Tentang kebijakan baru Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang akan memperbolehkan investor asing menanam 100 persen sahamnya di bidang pendidikan, termasuk menerapkan kurikulum, Indra mengaku tidak mengetahuinya. Mendiknas A. Malik Fadjar pun menolak berbicara soal itu.

Namun Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) WDF Sirindo-rindo menyatakan keberatan dengan kebijakan baru BKPM itu. Keberatan terutama berkaitan dengan izin investor asing menerapkan kurikulum dari luar untuk siswa-siswa di Indonesia.

Menurutnya, kurikulum itu adalah darah atau roh pendidikan yang didalamnya menyangkut nilai-nilai kultur, moral dan religius satu bangsa. Dia khawatir arus globalisasi akan membuat pendidikan nasional kehilangan jati dirinya.

Dia juga kecewa kepada BKPM yang tidak melibatkan organisasi-organisasi di bidang pendidikan dalam membahas kebijakan baru itu. "Kami tidak pernah diajak membahas ini," ujarnya.

Keberatan serupa juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Bun Nyamin Ranto. "Kita tidak pernah diajak membicarakan ini. Depdiknas pun tak menginformasikan adanya kebijakan ini," ujar Bun.

Kepala BKPM Theo F. Tomeon menjelaskan kebijakan baru ini beberapa waktu lalu. Menurutnya, kebijakan investasi baru itu membebaskan investor asing termasuk untuk bidang pendidikan dari kewajiban bermitra lokal. maria hasugian

No comments:

Post a Comment