Jumat, 21 Juni 2002.
Pemerintah Usulkan Honor Guru Kontrak Rp 200 Ribu Per Bulan JAKARTA -- Departemen Pendidikan Nasional berencana memberikan honor Rp 200 ribu per bulan untuk guru kontrak. Besar honor itu akan berlaku untuk guru kontrak yang mengajar di SD, SLTP, SMU/SMK, baik di negeri maupun swasta.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Indra Djati Sidi mengakui honor bagi tenaga pengajar itu kecil karena anggaran Depdiknas tidak mencukupi untuk memberi lebih besar. Dia bahkan membenarkan besarnya honor guru kontrak di bawah upah minimum regional untuk buruh. Tapi dia mengingatkan, "Kami temukan banyak kepala sekolah di Tangerang gajinya Rp 150 ribu. Guru pengajar ada yang dibayar Rp 50 ribu per bulan," katanya kemarin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR yang membidangi pendidikan dan agama.
Menurut Indra, honor itu berlaku selama 5 tahun sesuai jangka waktu pengadaan guru kontrak dari 2003 hingga 2007. Menurutnya, tidak akan ada insentif lain untuk guru kontrak. Tapi dia mengingatkan bahwa angka Rp 200 ribu itu masih berupa plafon usulan, belum merupakan angka pasti. Jika nanti ada perbaikan ekonomi, katanya, Depdiknas akan membicarakannya kembali dengan DPR.
Pada tahap pertama 2003 , kata Indra, seluruh honor guru kontrak dibayar dari pusat dengan menggunakan dana dekonsentrasi. Jumlahnya diperkirakan mencapai Rp 879.912.000. Untuk tahun kedua hingga kelima, pusat akan melibatkan daerah lewat Dana Alokasi Umum.
Berdasarkan data yang disampaikan dalam rapat, Indra menyebut ada sekitar 366.630 guru kontrak untuk semua jenjang pendidikan. Namun menurut data yang baru disempurnakan dengan data-data, muncul angka 450.168 orang. Rinciannya, untuk TK dibutuhkan 85.568 guru kontrak, SD sebanyak 73.429 guru, SLTP ada 139.614 guru, SLTA sebanyak 79.705 guru, dan SMK ada 73.882 guru. "Tapi data ini harus kami verifikasi dulu kebenarannya," kata Indra.
Menko Kesra Jusuf Kalla sebelumnya menyatakan Indonesia kekurangan 200 ribu guru yang segera harus ditutupi. Mendiknas A Malik Fadjar, kata Menko, memberi alternatif solusi yakni pengadaan guru kontrak.
Beberapa anggota DPR mempertanyakan rendahnya honor guru kontrak itu. Abdue Padare dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan bahkan mengatakan tidak setuju. " Maaf saja ini terlalu kecil. Saya malah berpikir mereka itu akan memilih lebih baik jadi pemulung yang bisa menghasilkan uang lebih besar,"ujarnya. Dia juga meminta Depdiknas memberi jaminan masa depan para guru setelah masa kontrak mereka habis.
Rustam Lumbantoruan dari Fraksi PDIP berpendapat pengadaan guru kontrak itu hanya main-main. Menurutnya, nasib mereka dipermainkan dengan pola guru kontrak. Dia meminta Depdiknas untuk mengkaji lebih lanjut tentang alternatif ini meskipun saat ini kondisi ekonomi dan masa transisi bisa dimaklumi sebagai alasan. Dia pun mempertanyakan nasib para guru honorer yang belum jelas masa depannya padahal sudah bekerja puluhan tahun.
Meski demikian, dalam rangkuman rapat, Komisi VI menyatakan dapat memahami alternatif yang diambil Depdiknas. "Komisi VI dapat memahaminya,"kata Wakil Ketua Komisi VI Siti Soepami yang memimpin rapat.
Indra menambahkan pengadaan guru kontrak ini sifatnya sementara tetapi harus dijalankan. Depdiknas, katanya, sedang membahas alternatif yang sifatnya menetap untuk mengatasi kekurangan jumlah guru. "Pengadaan guru kontrak ini langkah awal daripada tidak ada tindakan sama sekali yang berdampak terhambatnya pendidikan terutama pelaksanaan wajib belajar 9 tahun."
Saat ini, tuturnya, mesti ada pemikiran untuk berjiwa pejuang. "Coba lihat tahun 1945 orang bekerja tidak pakai proposal. Nggak minta gaji, darah yang dia bayar. Kita tidak seperti ini sekarang kalau tidak ada mereka," ujarnya. Dia menilai sekarang banyak orang 'mata duitan' dan jiwa kebangsaannya semakin terkikis. Dia berharap ada sukarelawan-sukarelawan untuk mau membantu mengatasi problem pendidikan ketimbang hanya menuntut hak-haknya.
Walau begitu dia membenarkan honor itu memang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar guru kontrak. "Tapi daripada jadi pengangguran bukankah lebih baik bekerja" kata dia. maria hasugian
No comments:
Post a Comment