Cari Berita berita lama

KoranTempo - Mengenali Gejala Parkinson Sejak Dini

Senin, 18 Maret 2002.
Mengenali Gejala Parkinson Sejak DiniMendengar nama Parkinson mungkin pikiran kita menganggap bahwa penyakit ini tidak tergolong penyakit yang perlu dikhawatirkan di Indonesia. Padahal penyakit yang ada hubungannya dengan gangguan syaraf dan menimpa mantan petinju legendaris Muhammad Ali serta artis Holywood Michael J. Fox ini diperkirakan akan menjadi penyebab kematian utama dan menggeser angka kematian yang disebabkan kanker dalam beberapa dekade mendatang.

�Parkinson di Indonesia memang belum menduduki tingkatan tinggi karena problema kesehatan di Indonesia relatif tidak sama dengan negara maju, tapi apa yang terjadi di negara maju perlu diwaspadai karena suatu saat kita akan mengalaminya,� kata dokter spesialis syaraf Sukono Djojoatmojo dalam seminar �Menatap ke Depan Tetap Hidup Aktif Dengan Penyakit Parkinson� pekan lalu.

Kendati ia mengakui belum ada angka prevalensi pasti yang menggambarkan perkembangan penyakit Parkinson, namun perlu diantisipasi mengingat penyakit ini terkait dengan proses penuaan. Semakin lanjut usia seseorang maka risiko terkena penyakit ini akan semakin tinggi. Angka kematian karena Parkinson cenderung meningkat pada kelompok usia lanjut, terutama pada kelompok usia di atas 75 tahun. �Jumlah orang yang terkena Perkinson di negara-negara maju mencapai kira-kira 120 orang per 100 ribu penduduk. Sedangkan angka insiden, yaitu kasus baru saja, mencapai 20 per 100 ribu penduduk,� katanya.

Ia menjelaskan, penyakit ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara dua zat penghantar (dopamine dan acetylcholine) ke saraf di bagian otak tertentu (basal ganglia). Zat itu berperan dalam fungsi koordianasi gerakan. �Pada penderita Parkinson basal ganglia tidak mampu lagi memproduksi dopamine,� ujar Sukono. Ini menimbulkan gejala penyakit Parkinson dengan munculnya kekakuan, kelambanan gerakan dan gemetar (tremor).

Gejala Parkinson akan muncul bila 80 persen produksi dopamine berkurang. �Keadaan ini biasanya berlangsung lambat dalam kurun waktu bertahun-tahun karena penyakit Parkinson merupakan penyakit degeneratif dan bersifat progresif,� ungkapnya. Gejala yang muncul serta kecepatan progresitas di antara para penderita Parkinson berbeda satu sama lain.

Ketidaktahuan mengenai gejala pasti penyakit ini tidak hanya terjadi pada orang awam. Kalangan dokter pun kadang keliru mendiagnosis. �Parkinson pada fase-fase awal kemunculannya memang sulit didiagnosis," tutur Sukono. Salah satu penyebab kesalahan diagnosis karena gejala penyakit Parkinson ada kemiripan dengan gejala penyakit lain. Untuk itu ia berharap banyak agar ada upaya mensosialisasikan gejala itu ke masyarakat luas dan dibarengi peningkatan kemampuan dari para dokter agar mampu mendeteksi sedini mungkin.

Salah seorang penderita, Sri Tentrem, juga mengakui sulitnya dokter bisa mengetahui penyakit ini secara dini. "Saya awalnya sempat didiagnosis mengidap depresi, tapi akhirnya diketahui terkena Parkinson,� ujarnya.

Dr. Rosiana P. Wirawan. SpRM, dari Klinik Wijaya, Sentra Rehabilitas Stroke di Kebayoran Baru mengatakan gejala klinis penyakit Parkinson ini perlu diperhatikan secara lebih teliti. Gejala klinis itu antara lain dinamakan Tremor yang merupakan gerak ritmis terutama pada tangan yang bisa timbul hanya satu sisi atau juga kedua sisi tangan. Ini merupakan gejala awal yang perlu diwaspadai. Meski ada pula penderita yang tidak mengalaminya, Tremor biasanya terjadi pada saat tidak aktif (istirahat) dan bisa berkurang, hilang atau lenyap sama sekali pada saat aktif dan saat tidur.

Rigiditas atau kekakuan merupakan gejala kedua yang hampir dialami oleh semua penderita. Pada rigiditas tonus otot meningkat, berat untuk bergerak, tubuh melemah. Kekakuan atau rigiditas ini tidak hilang meski penderita sedang tidur. Saat penderita mengalami kecemasan atau melakukan aktivitas yang memerlukan konsentrasi, kekakuan dapat meningkat.

Gejala lain dinamakan Akinesia. Gejala ini menimbulkan gerak penderita Parkinson menjadi lambat serta miskin variasi. Pengerahan tenaga saat melakukan gerakan sangat tidak efisien sehingga terlihat penderita sulit memulai suatu pergerakan. Demikian pula bila sudah bergerak, ia akan sulit untuk menghentikannya. Saat melakukan kontinuitas gerak, misalnya, menulis akan terjadi penurunan ketahanan. Akinesia juga mengakibatkan mimik wajah menjadi datar tanpa ekspresi dan gerak otomatis berkurang bahkan hilang. Ini yang sering terlihat pada Muhammad Ali.

Kemudian adanya gangguan postur, sehingga postur tubuh penderita menjadi sangat khas. Pada saat berdiri terlihat postur yang membungkuk, kedua tangan melekat di sisi tubuh dengan posisi bahu, siku dan pergelangan tangan yang menekuk. Yang agak fatal adalah gejala yang menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan, karena postur tubuh yang membungkuk disertai gejala klinis lainnya. Penderita pun akan rentan sekali terhadap gangguan keseimbangan dan mudah jatuh .

Bila semua gejala sudah diketahui dan dipastikan, Rosiana memberitahukan, pentingnya terapi latihan rutin bagi penderita Parkinson, dengan antara lain bergerak seaktif mungkin. �Bila Anda tidak aktif sejak awal, maka akan cepat kehilangan kemampuan beraktivitas,�kata Rosiana yang juga menyebutkan pentingnya peranan terapi medikamentosa (obat-obatan).

Terapi latihan secara rutin setiap hari (minimal tiga kali sehari ) ini amat bermanfaat bagi penderita dalam mempertahankan fungsi motorik agar tetap optimal. Terapi yang sedini mungkin dilakukan akan menjadi kebiasaan. �Dengan demikian self esteem akan dapat dipertahankan karena penderita Parkinson tetap produktif dan aktif dalam kontak sosial,�kata Rosiana.

Latihan itu berupa terapi relaksasi, berjalan dengan postur tegak dengan ayunan lengan dan konsentrasi terhadap pola jalan �tumit-jari� melalui instruksi verbal yang diucapkan secara keras. Selanjutnya, latihan menaiki dan menuruni tangga. Penderita Parkinson umumnya tidak mendapat kesulitan menaiki tangga, tapi justru lebih sulit berjalan di lantai dasar. Tetapi untuk menuruni tangga merupakan hal yang sulit. Untuk itu dianjurkan agar para penderita Parkinson turun tangga dalam posisi mundur.

Terapi relaksasi itu diberikan kepada penderita mulai dari fase awal hingga fase lanjut. Terapi tersebut tercakup dalam program rehabilitasi medis. Program rehabilitasi yang diberikan terdiri atas terapi latihan kemampuan mobilitas jalan, kemampuan transfer/berpindah tempat, kemampuan komunikasi serta kemampuan menelan. �Program ini, dapat dilakukan dengan bantuan keluarga di rumah,� kata Rosiana. nurhayati/evieta

No comments:

Post a Comment