Sabtu, 24 Agustus 2002.
Iming-iming Alam Raya, Mau Untung Malah BuntungTak tahu lagi apa yang harus dilakukan Bambang, seorang mantan pegawai Bank Bumi Daya (sudah digabungkan ke Bank Mandiri) yang menaruh uang pesangonnya ke PT Qurnia Subur Alam Raya, sebuah perusahaan yang melakukan bisnis bagi hasil di bidang agrobisnis di kawasan Situgunung, Cisaat, Sukabumi.
Sejak Februari 2002, Alam Raya tidak bisa lagi mengembalikan modal dan profit yang ditanamkan 6500 investor termasuk Bambang. "Uang saya masih ada sekitar Rp 250 jutaan yang belum dikembalikan. Nggak tahu gimana caranya bisa balik," tutur ayah tiga anak ini dengan wajah lesu. Menurut dia, indikasi kekacauan Alam Raya sudah mulai terasa sejak pertengahan 2001, ketika modal dan profit tidak lagi dibayarkan tepat waktu. "Tapi puncaknya Februari itu."
Bambang tidak sendirian. Menurut data yang dihimpun Kantor Akuntan Publik Issak, Saleh, Soewondo dan Rekan, yang membantu pendataan ulang seluruh investor Alam Raya, perusahaan agro bisnis ini berhasil menjaring 6.500 investor dengan 12.000 surat perjanjian investasi dan total nilai investasi pokok mencapai Rp 454 miliar. Angka ini belum termasuk profit atau keuntungan yang harus dibayar PT Qurnia.
Data tersebut, menurut Yatto Harjo Suwarno, salah satu investor yang juga rekanan KAP ISS masih bisa bertambah. Apalagi, domisili investor pun tersebar selain di Jawa, juga menyebar hingga Palembang, Bengkuli, Riau, Ujung Pandang. "Rasanya, belum semua investor mendaftar."
Mulanya, ungkap Bambang, pada tahun pertama (1999) hingga pertengahan 2001, Alam Raya selalu tepat waktu mengembalikan modal dan profitnya. waktu. Dari Rp 5 juta yang ditanam, dia menerima profit Rp 750 ribu dalam tiga bulan. Tentu hasil yang diterima ayah tiga anak ini jauh lebih besar ketimbang menaruh di bank yang hanya memberi bunga maksimal sembilan persen.
Alam Raya hanyalah salah satu perusahaan yang mengandalkan kekuatan alam dan menjaring uang masyarakat lewat bisnis tanaman secara bagi hasil. Seperti Alam Raya banyak tersebar di kawasan Bogor hingga Sukabumi. Bisnis Alam Raya pun tak sekadar tanaman cabe, tomat, sawi, kentang, jamur, madu, tapi sudah berkembang hingga ternak sapi, kambing, perikanan, hingga air mineral dan wisata. Nilai investasi masyarakat pun beragam, mulai dari nilai Rp 1 juta untuk investasi jamur berjangka satu bulan hingga Rp 50 juta untuk investasi di perikanan dengan tingkat pengembalian bunga lumayan menggiurkan.
Alam Raya diprakarsai dan dimiliki oleh HM Ramli Araby yang mengaku bergelar doktor ekonomi. Bersama adiknya, HM Ramlan Baskara yang mengaku bergelar sarjana hukum, Ramli memulai dengan serius bisnis pertaniannya pada 1 April 1997. Satu tahun kemudian, usaha itu dipatenkan menjadi Usaha Tani Alam Raya yang beranggotakan 68 orang dengan area tanam 28 kapling. Makin hari makin banyak masyarakat yang ingin mendaftarkan diri menjadi investor. Lahan pun bertambah luas, pada 1999, sudah mencapai 1680 ha yang tersebar di lima kecamatan Sukabumi.
Sejak Januari 2000 Usaha Tani Alam Raya resmi berbadan hukum menjadi PT Qurnia Subur Alam Raya. Jaringan kantor pun meluas hingga ke 18 propinsi di Indonesia dan luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei. Untuk pengembangan pasar luar negeri, Ramly mendirikan Alam Raya International Pte Ltd yang berkantor di The Plaza Park Royal Lt. 16 No. 302 Singapura.
Pada awal berdiri, menurut Ny Dewi, yang sudah tiga tahun menjadi investor, masyarakat tidak begitu saja bisa menanamkan uang di Alam Raya. Investor harus menunggu tiga sampai lima bulan untuk bisa ikut investasi. Tapi, karena untungnya besar, Alam Raya pun berkembang dari mulut ke mulut. Tak jarang investor yang sudah merasakan keuntungan besar lalu mengajak anggota keluarga atau teman untuk turut investasi di Alam Raya. "Kalau ditotal dengan investasi anak cucu saya, nilainya mencapai Rp 350 juta-an," ungkap Ny Dewi.
Tak sedikit masyarakat terpelajar terjebak dalam bisnis pertanian ala Ramly ini. Tak sedikit pula anggota masyarakat kelas atas yang turut menanamkan uangnya di Alam Raya. Ramly pun cukup pandai mempromosikan usahanya dengan mengundang orang-orang terkenal, seperti para pejabat pemerintahan dan pejabat MPR/DPR ke Sukabumi. Kedatangan mereka diliput TVRI dan ditulis tabloid Alam Raya.
Dalam tabloid edisi Juli 2001 tertulis profil salah satu investor bernama Mahsusoh, istri dari Wakil Ketua DPR Tosari Wijaya. Ibu Susi, begitu Mahsusoh biasa disapa, mengaku tertarik dengan Alam Raya karena bisnisnya menerapkan sistem kekeluargaan yang kental. "Pengelola, penanam modal, dan petani, sama-sama untung," katanya seperti dikutip tabloid Alam Raya.
Tak aneh, Ibu Susi, begitu Mahsusoh biasa disapa, pun mengajak teman-temannya dari organisasi, yayasan di mana dia terlibat, termasuk para istri anggota DPR untuk menanamkan uangnya di Alam Raya. Panen perdana tanaman investasi para istri anggota DPR dilakukan oleh Ketua MPR Amien Rais, pada November tahun lalu.
Masih belum cukup, ketika merayakan ulang tahun Alam Raya yang ke empat April lalu, Ramly pun mendatangkan Wakil Presiden Hamzah Haz. Ironisnya, pada saat itu, sudah banyak investasi yang jatuh tempo belum dibayarkan oleh Ramly. Sampai kini, tak jelas pula kapan Ramly akan mengembalikan seluruh dana yang "dititipkan" masyarakat. "Jangankan kapan bayar, dimana Ramly sekarang pun tidak diketahui rimbanya," kata HM Soekotjo, investor senilai Rp 4,7 miliar (kolektif) yang menjadi Ketua Forum Komunikasi Investor Alam Raya.
Baik Ramly maupun Ramlan tidak lagi menunjukkan batang hidungnya sejak pertemuan terakhir dengan Forum dan kantor akuntan ISS pada 26 Juli lalu. Padahal, Ramly sudah berjanji akan mulai melakukan pengembalian investasi pada 8 Agustus. Namun, pada 5 Agustus Ramly berkirim surat kepada Forum yang menyatakan tidak dapat memenuhi pembayaran dengan alasan kondisi keuangan tidak memungkinkan. Dia pun menganggap batal, kerja sama dengan Forum dan kantor akuntan ISS untuk menyelesaikan pembayaran investasi.
Kini, Bambang, Dewi dan ribuan investor lainnya hanya bisa berharap pasrah, uang yang mereka tanam bisa kembali. Mereka pun berharap pada pejabat pemerintah dan DPR/MPR turut memperhatikan nasib mereka. "Ya... maunya untung malah buntung. Tapi, saya sih tidak mau menjarah aset Ramly, itu kan bukan barang hak saya. Saya cuma mau uang hak saya!" kata Bambang.
Para investor pun kini berharap banyak pada Forum yang akan meminta bantuan hukum dari kantor pengacara Adnan Buyung Nasution. Senin pekan depan, Forum, kantor akuntan ISS dan Adnan akan mulai membahas langkah awal untuk mengambil tindakan hukum atas Ramly. (anne l handayani)
No comments:
Post a Comment