Cari Berita berita lama

KoranTempo - BPK Temukan Potensi Kerugian Negara di Bahana Sebesar Rp 2,97 Triliun

Senin, 10 Juni 2002.
BPK Temukan Potensi Kerugian Negara di Bahana Sebesar Rp 2,97 Triliun JAKARTA-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara di PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebesar Rp 2,97 triliun dan US$ 203,58 juta.

Dalam salah satu temuannya, BPK menilai pemberian bonus oleh BPUI kepada komisaris, direksi dan karyawan senilai Rp 22,33 miliar tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Demikian laporan hasil pemeriksaan BPK sepanjang semester II tahun 2001 yang diterima Koran Tempo atas sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah disampaikan kepada DPR. Dalam laporan tersebut disebutkan, dari 7 temuan, belum satupun yangt ditindaklanjuti, sehingga hingga kini belum jelas penyelesaiannya.

Disamping pemberian bonus tersebut, BPK menemukan enam penyimpangan lainnya. Pertama, pemberian pinjaman pemjembatanan kepada group PT Barito Pacific Timber sebesar Rp 494,9 miliar yang dinilai tidak didukung oleh analisa kelayakan. Kedua, pemberian fasilitas pinjaman dan penjaminan sebesar Rp 590,7 miliar kepada group MS Hidayat yang juga dinilai tidak menguntungkan BPUI.

Ketiga, dana pinjaman subordinasi sebesar Rp 100 miliar dan dana pinjaman The Export Import Bank of Japan (JEXIM) sebesar US$ 200 juta tidak seluruhnya digunakan sesuai peruntukannya.

Keempat, pembelian pinjaman sebesar US$ 723,2 ribu, obligasi konversi Rp 1,75 miliar, penyertaan saham sebesar Rp 1,75 miliar dan fasilitas penjaminan utang sebesar US$ 2,84 juta kepad PT Mitra Tani 27 oleh PT Bahana Artha Ventura (anak perusahaan BPUI) dinilai tidak menguntungkan.

Kelima, pengembalian kredit bermasalah (novasi) Barito Pacific Timber sebesar Rp 1,76 triliun dilakukan dengan rekayasa dan secara potensial merugikan perusahaan sebesar Rp 289,92 miliar.

Keenam, pelaksanaan hak opsi PT Bahana Investa Graha untuk mengambil alih 40 persen saham BPUI diragukan keabsahannya.

Ketika dimintakan konfirmasinya Corporate Secretary BPUI Steve Kosasih membantah bahwa pihaknya tidak menindaklanjuti hasil temuan BPK tersebut. Menurut dia, beberapa waktu lalu manajemen BPUI telah melakukan pertemuan dengan salah satu direktur pemeriksa BPK untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyampaikan hasil temuan tersebut.

"Dalam pertemuan itu, kami telah menyampaikan rencana untuk menindaklanjuti hasil temuan tersebut. Jadi tidak benar kami mengabaikannya," ujar Steve kepada Koran Tempo di Jakarta kemarin.

Steve juga menjelaskan, dari seluruh temuan BPK itu, semuanya terjadi sebelum tahun 2001 dan pada era jajaran direksi sebelumnya. Termasuk juga, papar dia, temuan tentang adanya penyimpangan dalam pembagian bonus kepada direksi, komisaris, dan karyawan.

"Sedangkan saat ini soal rencana pembagian bonus tersebut masih menunggu selesainya proses audit," ujar Steve.

Sebelumnya seperti diberitakan koran ini, BPUI diketahui mengalami kesulitan menagih utang dari debitornya, yaitu Prajogo Pangestu senilai US$ 50 juta dan Agus Anwar senilai US$ 100-110 juta, karena kedua debitor tersebut tidak kooperatif.

Sumber Koran Tempo yang dekat dengan Manajemen Bahana menyebutkan diantara debitor-debitor Bahana, dua debitor, yaitu Prajogo-komisaris PT Barito Pacific Timber Tbk. dan Agus Anwar - pemilik PT Bank Pelita-- merupakan dua debitor yang paling tidak kooperatif. Menurut dia, pada awalnya Prajogo cukup kooperatif dengan Bahana, khususnya dalam penyelesaikan utang senilai US$ 70-80 juta. setri yasra

No comments:

Post a Comment