Minggu, 21 Oktober 2007.
Sajak-sajak Dad Murniah
SAYAP PATAH Kemuning tergeletak sia betapa luluh rasa detik berlalu tanpa asa Kemuning memudar baunya dan angin pun menebarkan pesan tak perlu ragu akan keputusan untuk tidak mengemis sebuah cinta Kemuning melayu perlahan putiknya terlepas dari kelopak hari berkelibat begitu rapat dan derai air mata menghunjam bumi Jakarta, 2005 PERKAWINAN CINTA Satu kata telah membebaskan kita dari beban hidup adalah Cinta Akan ada perhelatan di ruang itu hanya aku dan dia Lalu wangi sanggula mengiringi Lalu gita nurani melatari Perkawinan cinta antara aku dan dia telah menghiasi senja Satu kata membebaskan kita dari sebuah duka kata itu adalah Cinta Akan ada peraduan di ruang itu untuk aku dan dia Lalu angin pun berbisik lirih Lalu mentari pun sayup berpendar Perkawinan cinta Antara aku dan dia Telah melenyapkan segala Satu kata cinta telah menasdikkan keberadaan yang sia-sia Bali, 2005 SEBUAH DILEMA Tatapanmu bagai batu karang yang berjajar rapi di ujung teluk Dan gelombang memba!
wa kita mengembara ke ujung entah dan angin menciptakan nyanyian hingga rambut kita menari-nari mengawani ombak yang beralun bagai selendang sutra biru Tatapanmu membuatku beku dalam kegairahan yang menyala karena aku tahu masing-masing kita terpaku pada identitas dan adat yang berlaku Tatapanmu biarlah begitu setidaknya aku mengerti isi hati yang kau bawa Dan burung layang-layang mengitari perahu yang membawa angan kita ke dunia maya Kendari, 2005 Dad Murniah, lahir Pontianak, 16 September 1959. Keturunan suku Dayak Maanyan, Kalimantan Tengah. Masa kecil dihabiskan di Jakarta, Solo, dan Purwokerto. Menyelesaikan S1 Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Diponegoro, Semarang. Menulis puisi dan cerpen sejak mahasiswa. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media massa pusat dan daerah, serta beberapa buku kumpulan sajak, antara lain Kemarau dan Perkawinan Cinta. Saat ini menjadi Kepala Sub Bidang Informasi dan Publikasi Pusat Bahasa Depdiknas.
( )
No comments:
Post a Comment