Rabu, 1 November 2006.
Presiden: UKP-PPR tidak akan Mengganggu Kabinet
Ketua DPR heran Wapres tak dilibatkan dalam pembentukan UKP-PPR.
JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung melakukan klarifikasi soal Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP-PPR), setibanya di Tanah Air --dari kunjungannya ke Cina. Presiden mengaku memerlukan unit tersebut agar tugas dan programnya berjalan baik dan semua agenda bisa tepat waktu. ''Di negara lain ada yang namanya prime minister delivery unit, ada pula president delivery unit. Itu suatu desk atau unit kerja untuk memastikan program-program bisa berjalan,'' kata Presiden dalam jumpa pers di ruang VIP Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (31/10). Dalam jumpa pers itu Presiden antara lain didampingi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polkumkam Widodo AS, Menko Perekonomian Boediono, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Panglima TNI Jenderal Djoko Suyanto, Kapolri Jenderal Djoko Suyanto, dan Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng. Presiden mengaku memerlukan fasilitas seperti UKP-PPR karena kompleksnya masalah yang dia hadapi dan!
perlu memastikan programnya tidak macet di simpul tertentu dan tidak meleset dari target penyelesaiannya. Karena itu dia mengaku memerlukan bantuan lembaga seperti UKP-PPR untuk mengeceknya setiap saat diperlukan berikut rekomendasi analitis untuk menghadapi setiap masalah. ''Jadi sebetulnya [UKP-PPR] unit kerja biasa. Jangan ditafsirkan ini nanti mengganggu kabinet. Jelas tidak mungkin saya sebagai seorang presiden membentuk unit kerja yang menyusahkan kabinet yang saya pimpin sendiri. Jadi tolong diletakkan dalam konteks yang benar dan wajar,'' papar Presiden. Tinjau ulang Tapi Ketua DPR, Agung Laksono, meminta UKP-PPR ditinjau ulang. Dari sisi fungsi dan kedudukan, Agung menilai UKP-PPR bisa tumpang tindih dengan lembaga lain. Salah satunya adalah dengan Dewan Penasihat dan Pertimbangan Presiden (DP3) yang RUU-nya direncanakan disahkan menjadi UU beberapa pekan lagi. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah merekrut empat anggota DP3. Mereka adalah TB Silalah!
i, Rachmawati Soekarnoputri, Ali Alatas, dan Sjahrir. Kendati !
keberada
an mereka masih setengah resmi karena RUU-nya belum disahkan, namun posisi mereka kuat. Dasar pembentukan DP3 ini adalah Pasal 16 UUD 1945 yang berbunyi: ''Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.'' Sebelum tumpang-tindih dengan DP3, Agung meminta UKP-PPR tidak dulu mengeluarkan kebijakan-kebijakan karena bisa memicu kontroversi. ''Apalagi dasar pembentukan UKP-PPR inikan cuma keputusan presiden,'' kata Agung di gedung DPR/MPR, Selasa (31/10). Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini berharap hal-hal yang berkaitan dengan UKP-PPR harus diperjelas untuk menghindari penyalahgunaan wewenang di kemudian hari. ''Pasal hukumnya seperti apa, pembiayaannya bagaimana, orang-orangnya siapa, dan perannya apa. Jadi ini supaya diperbaiki, bukannya saya menolak,'' ujar Agung. Tak melibatkan Selain itu, kata Agung, pembentukan UKP-PPR juga menjadi persoalan karena tidak melibatkan W!
akil Presiden Jusuf Kalla. Dia mengaku sudah langsung mengonfirmasi persoalan itu kepada Jusuf Kalla kemarin pagi. ''Karena itu kita minta ditinjau ulang. Jangan sampai ini menjadi komplikasi politik yang tidak menguntungkan,'' kata Agung. Kecewakah Kalla dengan pembentukan UKP-PPR yang tidak melibatkan dirinya? Agung enggan berkomentar. Agung hanya mengaku heran mengapa pembentukan UKP-PPR tidak melibatkan Wakil Presiden. Paling tidak, kata dia, seharusnya Wakil Presiden dilibatkan dalam level pembicaraan. Agung juga enggan berspekulasi saat ditanya apakah pembentukan UKP-PPR ada hubungannya dengan babak baru persaingan orang nomor satu dan orang nomor dua di Republik ini --khususnya menjelang Pemilu 2009. ''Saya berharap tidak demikian. Saya ingin keduanya semakin solid, sehingga membuat keadaan di masyarakat semakin kondusif,'' katanya. Dalam jumpa pers di Kantor Wapres, dua hari lalu, Wapres mengatakan,''Saya belum membaca keppresnya. Saya tidak tahu. Saya tidak mau men!
gomentari [UKPP-PPR] karena itu di bawah presiden.'' Sementara!
itu, Wa
kil Ketua Komisi II DPR, Sayuti Asyathri, mengatakan ada tiga hal yang perlu diklarifikasi soal pembentukan UKP-PPR. Pertama, soal tugas dan tanggung jawabnya yang bisa tumpang-tindih lembaga lain. Apalagi, kata dia, telah ada Peraturan Presiden No 31/2005 yang telah menjabarkan tugas dan tanggung jawab lembaga kepresidenan. Kedua, klarifikasi internal Presiden dan Wapres soal pembentukan lembaga itu. Pembentukan UKP-PPR, kata Sayuti, seharusnya melibatkan Wapres. Sebab konstitusi menempatkan Presiden dan Wapres dalam satu kesatuan lembaga kepresidenan. ''Ini supaya tidak ada matahari kembar,'' kata Sayuti kepada Republika, tadi malam. Ketiga, klarifikasi pembentukan UKP-PPR dengan DPR. Sebab anggaran untuk lembaga kepresidenan, kata Sayuti, telah selesai dibahas dan tak mencantumkan alokasi untuk UKP-PPR. ''Walaupun presiden punya hak prerogatif untuk membentuk UKP-PPR, DPR punya hak budget yang diberikan konstitusi, yang antara lain digunakan untuk mengontrol anggaran kep!
residenan,'' katanya. Khusus klarifikasi pembentukan UKP-PPR dengan DPR, Sayuti mengatakan Komisi II DPR akan memanggil Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi usai masa reses, pertengahan November. Dalam klarifikasi, kata dia, UKP-PPR tak akan dihadirkan, sebab bisa memberi kesan telah diakui DPR. ''Sebelum ada tiga jenis klarifikasi itu, UKP-PPR tak boleh kerja. Kita harus menilai masalah ini secara objektif,'' tandas Sayuti.djo/eye/run
( )
No comments:
Post a Comment