Cari Berita berita lama

Republika - Picung atawa Kluwak

Kamis, 19 Januari 2006.

Picung atawa Kluwak






Dikenal sebagai bahan makanan populer di Indonesia dan Malaysia. ternyata juga bisa jadi bahan pengawet.





Picung. Orang Jawa menyebutnya kluwak atau kluwek. Orang Manado menyebutnya pangi. Di Malaysia disebut keluak, buah dari pohon kepayang atau payang. Orang Latin menyebutnya Pangium edule Reinw, dari famili Flacourtiaceae. Buah ini sering dipakai untuk bumbu masak, di antaranya untuk rawon. Kalau buahnya baik, rasanya manis. Kalau jelek, rasanya pahit. RA Hangesti Emi Widyasari menemukan manfaat lain dari kluwak atau picung ini. Bahkan, kluwak telah mengantarkannya untuk mendapat gelar S2 di Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah pascasarjana Instritit Pertanian Bogor (IPB). Riset RA Hangesti Emi Widyasari itu berjudul Teknologi Pengawetan Ikan Kembung Segar dengan Menggunakan Bahan Alami Biju Picung (Pangium edule Reinw). Ia dibimbing Prof Dr Jhon Haluan dari Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB) dan Dr Endang Sri Heruwati, dari Badan Riset dan Kelautan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DK!
P). Lewat penelitiannya, Hangesti membuktikan picung terbukti bisa dimanfaatkan sebagai bahan pengawet ikan segar. Dalam paparan risetnya itu, ia menjelaskan bahwa penggunaan daging biji kluwak dalam pengawetan ikan telah memberikan hasil. Kombinasi 2 persen kluwak dengan 2 persen garam telah mampu mengawetkan ikan kembung segar (Rastrelliger brachysoma) selama enam hari, tanpa mengubah mutu. ''Hal ini merupakan terobosan untuk mengatasi keadaan sulit diperolehnya dan mahalnya harga es batu untuk mempertahankan mutu ikan. Juga untuk menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia,'' kata Hangesti. Hangesti mengungkapkan, pengawetan ikan segar dengan menggunakan kluwak dan garam sudah dilakukan para nelayan di Kecamatan Labuhan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Mereka sudah melakukannya secara turun-temurun. Hangesti menjelaskan, proses pengawetan itu dimulai dengan mengupas biji picung. Kemudian dilakukan pencacahan daging biji picung, !
dan dilanjutkan pencampuran cacahan biji picung itu dengan gar!
am. Camp
uran itulah yang kemudian dilumurkan pada ikan kembung segar. Ikan kemudian dikemas dalam ember plastik bertutup, yang setiap hari dibuka selama lima menit, dan dilakukan penyimpanan (dalam suhu kamar). Proses pengawetan diakhiri dengan pengamatan. Pengujian dilakukan setelah delapan jam sejak pengemasan. Pengujian selanjutnya dilakukan tiga hari sekali dalam dua minggu. Hasilnya, ternyata ikan kembung dapat awet tanpa berubah mutunya. Harga 1 kg kluwak di pasar rata-rata Rp3.000. Sedangkan cacahan daging buah itu seharga Rp 10 ribu. "Dengan cacahan daging buah picung yang senilai Rp 10 ribu itu bisa mengawetkan ikan segar sebanyak 50 kg. Ini tentu saja jauh lebih murah ketimbang es balok yang harganya Rp 25 ribu per balok,'' kata Hangesti. Biji buah picung ini mengandung asam sianida dan tanin. Senyawa-senyawa tersebut mampu memberikan efek pengawetan terhadap ikan. Komponen biji picung yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan antara lain vitamin C, ion besi, dan B ka!
roten. Golongan flavonoid biji picung memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Golongan flavonoid biji picung bisa melawan beberapa jenis bakteri pembusuk ikan secara in vitro pada bakteri Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Komponen antibakteri pada biji picung ini yaitu asam sianida, asam hidnokarpat, asam glorat, dan tanin. Tapi, asam sianida yang berada dalam biji picung itu sangat beracun. Syair Melayu, seperti ditulis situs archaeology.com.my, juga menyebut buah ini mengandung racun: Sayang, sayang buah kepayang, Dimakan mabuk, dibuang sayang. ''Tetapi asam sianida ini dengan mudah dapat dihilangkan karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan menguap pada suhu 26 derajat Celcius," kata Hangesti. Maka, kata Hangesti, biji picung dapat juga digunakan sebagai bahan makanan yang popular di Indonesia dan Malaysia. Biji picung yang difermentasi akan berwarna cokelat, berminyak, dan licin. Situs archaeology.com.my menulis, 10 biji picun!
g yang direbus cukup untuk mengenyangkan orang yang lapar. Ef!
ek Ganda
Picung Pembimbing Hangesti dalam penyusunan tesis S2-nya, Prof Dr Jhon Haluan, menjelaskan bahwa keberadaan tumbuhan picung itu bisa membawa efek ganda. Apalagi kini banyak kejadian banjir dan longsor akibat rusaknya hutan. ''Tumbuhan picung ini, selain punya manfaat pengawet alami, ternyata juga bisa menimbulkan multiplier effect, karena merupakan tumbuhan keras yang bisa menahan potensi lahan-lahan kritis yang bisa menyebabkan longsor jika di tanah di kawasan kritis itu," kata Jhon. Picung, kata Jhon, merupakan tumbuhan besar yang bisa mencapai 30 meter. Bila ditanam di kawasan perkotaan, bisa menjadi peneduh. Pohon picung mampu berbuah sepanjang tahun. ''Dengan begitu bisa masuk ke program-program budidaya, karena selama ini hanya tumbuh alami saja,'' kata Jhon. Menurut Jhon, dengan riset lanjutan, maka zat aktif dari buah picung yang punya daya pengawet seperti itu, bisa dilakukan produksi skala besar. Dengan proses ekstraksi, picung akan menjadi bahan pengawet yang ef!
isien.
(ant/pry )

No comments:

Post a Comment