Senin, 14 Januari 2008.
Napas Media Islam Berbahasa Sunda
Tahun 1980 menjadi salah satu masa penting bagi perjalanan dakwah Islam di Jawa Barat. Pada tahun itu, sebuah media Islam berbahasa sunda lahir dengan nama Bina Dakwah. Terdorong kerinduan akan dakwah berbahasa sunda, oplah majalah yang dipelopori Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Perwakilan Jawa Barat ini setiap tahun merangkak naik. Di tahun 1995, Bina Dakwah mencatat oplah tertinggi, yakni 30 ribu eksemplar. Sayang, setelah itu antiklimaks. Bukan hal mudah untuk mengelola majalah berkarakter seperti Bina Dakwah ini. Selain harus bermuatan dakwah, majalah ini juga harus berbahasa Sunda. Paduan kesulitan yang sangat menantang dan langka. Untuk menaklukan tantangan itu, Bina Dakwah hanya memerlukan kantor yang tidak terlampau besar. Berada Jl Pungkur 157, Bandung, kantor itu berupa bangunan berwarna hijau yang terdiri dari dua lantai. Lantai pertama berukuran 2 x 3 meter persegi. Memasuki lantai dua, pemandangan yang pertama kali dilihat adalah tumpukan majalah dan b!
uku yang diikat tali plastik. Lantai dua terdiri dari tiga ruangan yang disekat dinding dari triplek dan pintu. Ruangan pertama, diisi oleh tumpukan majalah dan buku. Ruangan kedua merupakan ruang redaksi, tata usaha, sirkulasi, juga ruang tamu. Sedangkan ruang ketiga merupakan ruang tidur. Luas lantai dua sekitar 4 x 8 meter persegi. Dengan karakter yang khas, majalah berukuran mirip Sabili ini pun punya segmen pasar yang terbatas. Dampaknya, kesulitan keuangan menjadi menu utama bagi enam orang yang aktif mengelola Bina Dakwah. Untunglah, ulama punya perhatian besar terhadap detak jantung majalah ini. ''Kalau keuangan sudah sangat kritis, para ulama turun tangan untuk membantu,'' ujar Pemimpin Redaksi sekaligus Pemimpin Umum Bina Dakwah, Asep Syamsul M Romli. Lebih beruntung lagi, problem keuangan ini tak pernah menyurutkan semangat para pengelolanya untuk mengembangkan benteng akidah dan budaya sunda. Hingga kini, Bina Dakwah pun selalu hadir setiap bulan. Islam dan Sun!
da, menurut Romli, memang sangat dekat. Karenanya dia mengangg!
ap aneh
orang sunda yang non-Muslim. Meski begitu, ternyata majalah yang bisa dibilang 'keras' ini juga dibaca kalangan non-Muslim. Topik yang disajikan majalah ini memang tak hanya terkait dengan urusan akidah. Bina Dakwah juga menghadirkan isu-isu sosial politik, serta akhlak. Geliat persiapan pemilihan gubernur Jabar menjadi salah satu isu yang diberi tempat dalam majalah ini. Hal lain yang juga disentuh adalah soal peran parpol Islam serta tanggapan para ulama tentang pemimpin yang harus dipilih rakyat. ''Kalau partai Islam kerjaannya hanya dukung-mendukung tidak perlu jadi parpol, itulah sedikit contoh isi majalah Bina Dakwah,'' ujar Romli menggambarkan. Untuk tetap bertahan, awak media tersebut memang harus sangat berkeringat. Mereka wajib senantiasa menjalin silaturrahim dengan agen ataupun pelanggan. Yang lebih penting lagi, mereka benar-benar tak mau media ini 'mati'.
(ren )
No comments:
Post a Comment