Senin, 2 Januari 2006.
Muhasabah kepada Penguasa
M Iman Indrakusumah Ketua Lajnah I'lamiyah Hizbut Tahrir Indonesia Wilayah Bandung Islam adalah agama sempurna yang terdiri atas sistem kepercayaan (akidah) dan sistem peraturan (syariat). Baik peraturan mengenai hubungan seorang insan dengan Khalik-nya, hubungan dengan diri sendiri, maupun hubungannya dengan sesama manusia lainnya. Islam tak hanya mengatur masalah ibadah, tapi juga masalah akhlak, pakaian, makanan, minuman, pendidikan, muamalat ekonomi, politik, pemerintahan, dan hubungan antarnegara. Islam mengajarkan bahwa seluruh aktivitas Muslim dalam kehidupannya tak lepas dari kehidupan sosialnya, sekalipun dia memiliki kehidupan pribadi. Dan agar kehidupan anggota masyarakat senantiasa dalam 'celupan' Islam (baik agama mereka Islam atau bukan), maka budaya amar ma'ruf nahi munkar dan saling menasihati untuk menetapi kebenaran, dikembangkan dalam konteks kewajiban agama dan kemaslahatan kehidupan sosial. Kritik Dan kewajiban negara adalah menerapkan peraturan !
Islam guna mengatur interaksi antaranggota masyarakat. Dalam konteks inilah diperlukan muhasabah alias kritik dan kontrol kepada penguasa. Budaya muhasabah ini telah dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabat. Para sahabat, sebagai rakyat, pernah melakukan muhasabah terhadap kebijakan pemerintahan Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin. Rasulullah SAW, misalnya, pernah dinasihati Hubbab bin Mundzir dalam menentukan posisi pasukan di medan perang Badar. Saat Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, waktu itu kaum Muslimin menampakkan ketidaksetujuan. Sedang saat perang Hunain, para sahabat Anshar menampakkan rasa kecewa melihat Rasulullah SAW memberikan ghanimah atau pampasan perang kepada para pemimpin Quraisy yang baru masuk Islam, tanpa memberikan satu bagian pun untuk mereka. Kepada Khalifah Umar bin Khatab, para sahabat pernah mempertanyakan pembagian kain dari Yaman. Umar juga pernah diprotes oleh seorang wanita yang menentang kebijakan pembatasan mahar. Para sahabat ju!
ga pernah memprotes kebijakan Umar yang tidak membagi tanah Sy!
am, Irak
, dan Mesir setelah negeri-negeri tersebut ditaklukkan. Bagaimanakah sikap Rasul SAW dan para khalifah yang mendapat petunjuk dari Allah SWT dalam menghadapi muhasabah yang dilakukan oleh para sahabat yang berstatus sebagai rakyat? Rasulullah menerima pendapat Hubbab lantaran beliau melihat adanya keahlian Hubbab dalam strategi pertempuran. Dalam perang Uhud, banyak di antara sahabat, terutama para pemuda, menghendaki keluar kota Madinah dan menyongsong serbuan pasukan Quraisy di sana. Rasul SAW menyetujuinya meskipun berpendapat sebaliknya. Dan pada perjanjian Hudaibiyah, beliau tetap bertahan dalam menghadapi protes dari para sahabat. Sebab hukum perjanjian tersebut merupakan wahyu yang baru beliau terima. Kepada Umar, wanita pemrotesnya membacakan firman Allah SWT: ''Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta (mahar) yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya bara!
ng sedikitpun." (QS an-Nisa 20). Khalifah Umar pun mengatakan,''Benarlah wanita itu dan sayalah yang keliru." (lihat Abdul Aziz Al Badri, Peran Ulama dan Penguasa). Terhadap pertanyaan tentang pakaian yang dikenakannya, Umar meminta Abdullah, putranya, untuk menjelaskannya. Abdullah pun menyatakan bahwa pakaian Umar adalah bagian khalifah ditambah dengan bagiannya yang dihadiahkannya kepada ayahnya (lihat Abdul Aziz Al Badri, idem). Peran parpol Islam Mencermati budaya muhasabah di masa Rasul dan Khulafaur Rasyidin, para pelaku muhasabah adalah rakyat yang terdiri dari para sahabat terkenal maupun orang yang tidak dikenal. Bahkan, orang badui sekalipun, pernah menyampaikan wasiat takwa kepada Khalifah Umar. Di masa kini, di mana banyak partai politik dan ada anggota DPR, maka fungsi dan kewajiban itu sudah semestinya diemban oleh mereka. Allah SWT berfirman: ''(Dan) hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan, yaitu!
memeluk Islam) menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari !
yang mun
kar, merekalah orang-orang yang beruntung (yang akan masuk surga)'' (QS Ali Imran: 104) Memang, tidak ada amar ma'ruf nahi munkar yang lebih utama selain amar ma'ruf nahi munkar yang dilakukan terhadap pemerintah yang berkuasa menjalankan pemeliharaan urusan umat. Dan tidak ada yang lebih efektif melakukan amar ma'ruf nahi munkar kepada pemerintah kecuali partai politik. Hal itu bukan berarti menafikan aktivitas perorangan. Hanya saja, sebuah partai politik memiliki kemampuan mengemban tugas lebih kuat daripada perorangan. Sekalipun demikian, kewajiban perorangan untuk melakukan amar ma'ruf nahi munkar tidak menjadi hilang dengan adanya aktivitas partai politik. Tentu saja motivasi partai politik dalam melakukan muhasabah dan amar ma'ruf nahi munkar tidak sama dengan motivasi oposisi dalam sistem demokrasi parlementer. Dalam pandangan Islam, tidak ada partai pemerintah maupun partai oposisi. Khalifah sebagai kepala negara memerintah secara pribadi mewakili umat secara keselu!
ruhan. Dan partai-partai politik yang ada hanyalah melaksanakan amanat Allah SWT yang terkandung dalam surat Ali Imran di atas. Partai-partai tak memiliki pretensi untuk menjatuhkan dan menggantikan pemerintahan yang sah. Partai-partai itu menjadi pengawal di masyarakat Islam agar sistem kehidupan Islam tetap berlangsung, pemikiran Islam yang murni dan jernih menjadi opini umum masyarakat, perasaan Islam yang luhur menjadi perasaan dan norma umum masyarakat, dan peraturan Islam menjadi pemecah problem-problem yang terjadi dalam interaksi masyarakat. Partai menjaga agar penguasa memelihara terjaminnya urusan dan kemaslahatan masyarakat serta menegakkan sanksi hukum Islam atas pelanggaran-pelanggaran yang nyata terjadi. Dengan demikian, kesejahteraan dan keadilan dapat diperoleh dan dirasakan oleh segenap anggota masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim, tanpa pandang bulu. Standar kritik Tentu saja kritik dan saran yang dilayangkan kepada penguasa harus memiliki standar y!
ang jelas. Tanpa standar jelas, kritik dan saran tak akan mene!
mui sasa
ran, bahkan cenderung dicurigai dan disalahpahami. Inilah yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat yang menerapkan demokrasi sebagai akibat sangat relatifnya aturan-aturan dan ide-ide serta tolok-ukur yang dikembangkan. Dalam sistem Islam, standar perbuatan bagi tiap anggota masyarakat, baik rakyat maupun penguasa, adalah halal dan haram menurut hukum syari'at Islam. Dengan standar itu, komunikasi antara rakyat dan penguasa bisa dilakukan secara rasional dan seimbang. Dengan adanya standar kritik dan rujukan yang pasti, maka dialog antara rakyat dan penguasa bisa terjadi secara patut dan konstruktif. Dengan ketepatan argumen Alquran, protes seorang wanita diterima secara gentleman oleh Khalifah Umar. Bahkan, Khalifah Muawiyah yang terkenal tidak tahan kritik pun tercatat pernah merespons sebuah kritik pedas dengan cara terpuji. Saat mendapat kritik, Muawiyah turun dari mimbar dan pergi serta meminta para hadirin agar tidak meninggalkan tempat. Kemudian dia kembali la!
gi dalam keadaan wajahnya basah. Kemudian Muawiyah berkata,''Tadi Abu Muslim melontarkan kata-kata yang menyinggung perasaanku, sehingga aku sangat marah kepadanya. Tapi aku ingat bahwa Rasulullah SAW bersabda 'Marah itu adalah perbuatan setan dan setan diciptakan dari api. Api itu hanya padam dengan air. Siapa saja di antara kalian sedang marah hendaklah ia segera mandi'. Aku sudah mandi, dan memang benar apa yang dikatakan Abu Muslim. Oleh karena itu, siapa saja yang merasa dirugikan, sekarang ia boleh mengambil bantuan dari Baitul Mal'' (lihat Abdul Aziz Al Badri, idem). Dengan demikian, jelaslah petunjuk melakukan kritik, muhasabah, dan memberikan nasihat kepada penguasa dalam perspektif Islam. Oleh karena itu, tidak diperkenankan seorang Muslim asal mengkritik dan asal bicara. Sebab, bicaranya juga dikontrol oleh malaikat, sebagaimana firman-Nya,''Tidaklah meluncur suatu ucapan yang diucapkannya melainkan di dekatnya ada malaikat yang mengawasinya'' (QS Qaaf 18). Wall!
ahu a'lam bishawab.
( )
No comments:
Post a Comment