Rabu, 21 Juni 2006.
Giliran Maut Menyapa Celebes
Mengendap-endap dalam gelap, barangkali telah menjadi kegemaran sang el-maut. Tak ubahnya ketika ia mengguncang Yogyakarta, 27 Mei lalu, seperti itu pula yang dilakukannya Selasa (20/6) dini hari. Maut menyergap ketika penduduk empat kabupaten di Sulawesi Selatan nikmat terlelap. Bila di Yogyakarta ia menumpang gempa, ke Celebes, sang maut datang dengan menunggang banjir bandang. Ia datang dengan garang, serentak mengubah Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai menjadi wilayah isak tangis. Hingga kemarin sore tercatat sedikitnya 44 warga keempat kabupaten itu tewas, 17 di antaranya tertimbun tanah longsor. Wilayah yang menderita kerusakan terparah adalah Desa Kompang, Gantarang, dan Coddong, ketiganya terletak di Kecamatan Sinjai Tengah, Sinjai. Ratusan rumah di ketiga desa tersebut hancur total diterjang aliran banjir. Jembatan Balangnipa, yang selama ini menjadi tumpuan penduduk Sinjai berhubungan dengan Kabupaten Bulukumba, putus total. Alhasil, sel!
ain tergenang air setinggi satu meter lebih, Kota Sinjai dan wilayah sekitarnya terisolasi. Aliran listrik, sambungan telepon yang memungkinkan sekitar 200 ribu penduduk Kota Sinjai berkomunikasi, putus. Dalam dingin genangan air, Sinjai kini menjadi kota mati. Gelap gulita. Isolasi itu menyebabkan hingga kemarin petang, Bupati Sinjai, Andi Rudiyanto Asapa, belum berhasil menembus lokasi terparah tersebut. Kendaraan yang ditumpanginya bahkan terjebak genangan air. Tidak hanya itu, rumah jabatan bupati di tengah Kota Sinjai pun tak luput dari genangan air setinggi satu meter lebih. ''Rumah-rumah kami terendam air. Puluhan lainnya jebol dan hanyut terbawa arus,'' ujar Syahruni, warga Kelurahan Kasimpureng, Kecamatan Ujung Bulu. Syahruni mengaku sangat terkejut saat dia terbangunkan teriakan warga, dini hari kemarin. Benaknya masih terkantuk, ketika serta-merta mendapati lantai kamar tidurnya mulai tergenang air. Untung saja ia sigap membangunkan seisi rumah untuk segera meng!
ungsi. ''Ini kejadian pertama selama saya hidup,'' kata dia. !
Sebagaim
ana keluarga Syahruni, kebanyakan warga Ujung Bulu berhasil mengungsi tepat waktu. Mereka tak mau memperjudikan nasib dengan bertahan di rumah. Pasalnya, hingga Selasa siang hujan masih deras mengguyur wilayah mereka, sebagaimana juga wilayah lain di keempat kebupaten itu. Di Kabupaten Bulukumba, 14 orang hingga kemarin dinyatakan hilang tak ketahuan rimbanya. Sembilan orang dari mereka adalah warga Desa Bontobinanga, dua orang dari Desa Batukaropa, Kecamatan Rialu Ale, sementara tiga orang lainnya dari Kecamatan Ujungloe. Yang membuat keadaan lebih sulit, banjir juga telah menghanyutkan jembatan-jembatan utama di wilayah-wilayah bencana tersebut. Misalnya, di Kecamatan Rilau Ale, banjir bandang kemarin menyeret tiga jembatan utama wilayah itu. Hal itu segera saja menyebabkan sejumlah desa terisolasi total akibat terputusnya sarana transportasi. Selain itu, terendamnya jalan-jalan raya menyebabkan petugas Satkorlak mengalami kesulitan mengevakuasi warga. Kota Sinjai sendi!
ri kini total terisolasi. Semua akses keluar masuk kota itu tak satu pun yang bisa ditembus. Kalau tidak karena tertimbun tanah longsor, jembatan putus atau genangan air yang tinggi telah menutup semua pintu masuk atau keluar Kota Sinjai. Karuan saja, sekitar 200 ribu penduduk kota itu kini terjebak dingin dan gelap akibat genangan air dan putusnya aliran listrik. ''Ini banjir bandang pertama yang pernah melanda Sinjai,'' kata Bupati Rudiyanto. Ia menduga, hal itu antara lain disebabkan kerusakan hutan yang parah melanda Sinjai dan wilayah kabupaten lainnya di Sulsel. Dugaan Rudiyanto itu tampaknya beralasan. Paling tidak, dugaan itu pula yang dilontarkan Gubernur Sulsel, Amin Syam, saat mengunjungi tiga kabupaten yang terkena bencana, kemarin. Menurut Amin Syam, dari sekitar dua juta hektare areal hutan yang sebelumnya dimiliki provinsi itu, 400 ribu hektare di antaranya kini sudah gundul total, sementara ribuan hektare lainnya juga tergolong kritis. Guburnur juga memberi!
kan contoh dengan menunjuk beberapa proyek reboisasi yang beru!
jung keg
agalan, misalnya program penghijauan melalui kegiatan TNI Manunggal Reboisasi di Bantaeng. Proyek ribuan hektare yang dikerjakan tahun 1985 itu, kini terbukti gagal total. Argumen yang lebih saintifik datang dari Direktur Eksekutif Demisioner Walhi Sulsel, Indah Patinaware. Indah membuka data, bahwa dari sekitar 2,1 juta hektare kawasan hutan di Sulsel, berdasarkan pencitraan satelit, sekitar 31 persen di antaranya kini telah rusak terdegradasi. Buruknya pengelolaan hutan itulah, yang dituding Indah menjadi sebab banjir bandang yang baru kali pertama terjadi dalam sejarah keempat kabupaten itu. Apalagi bagi Sinjai, daerah yang sebenarnya terletak di kawasan pegunungan itu. Kini memang bukan saatnya menyalahkan apa atau siapa. Yang jelas, saat ini semua warga terkena getahnya. Perkantoran tutup, anak-anak sekolah diliburkan. Beberapa gedung sekolah memang tidak terendam banjir. Tetapi justru karena itu, tempat itu kini menjadi penampungan para pengungsi. Selain itu, entah b!
erapa keluarga kini menjadi tunawisma, entah berapa anak pula tiba-tiba mendapati diri mereka yatim piatu. Bila merunut pada semula, pasti awalnya kelakuan manusia juga.
(Asro Kamal Rokan )
No comments:
Post a Comment