Minggu, 21 Januari 2007.
Dari Karyawan Hotel ke Pengusaha Keramik
Beragam jalan dilalui orang untuk menjadi pengusaha. Salah satunya jalan panjang yang dilewati Dina.
Menjadi pengusaha keramik sungguh tak pernah terlintas di benak wanita bernama Dina Pramartanti. Maka, ia pun tak menolak ketika sang kakak menyarankannya kuliah di NHI (National Hotel Institute, kini bernama Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung) setamat dari SMA. Waktu itu ia berpikir, kuliah di NHI akan memudahkannya mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah. Dugaannya tak meleset. Buktinya, setelah menyabet ijazah dari NHI, Dina diterima bekerja di Hotel Orchard Parade, Singapura. Ia senang sekali mendapat pekerjaan itu. Sebab, sejak kuliah, Dina memang ingin go international. Namun baru bekerja sekitar setahun, orang tuanya memintanya pulang ke Yogyakarta. Di kota gudeg ini, Dina kemudian bekerja di Melia Purosani Hotel. Tak sampai setahun, ia pun pindah ke Paradison Hotel (kini Yogya Plaza Hotel). Di hotel ini, Dina bertahan hingga delapan tahun dan menduduki posisi yang cukup lumayan. Namun pada awal tahun 2002, lagi-lagi Dina keluar dari pekerjaan. Kali ini, buk!
an untuk pindah kerja ke hotel lain, melainkan untuk lebih fokus pada keluarga. Orang tua Dina berpendapat, bekerja di hotel sangat menyita waktu sehingga tak banyak waktu luang untuk keluarga. ''Saya turuti keinginan orang tua karena rasa hormat dan patuh saya pada beliau.'' Namun tak ada kata 'menganggur' dalam kamus Dina. Tak lagi berkarier di hotel, ia menerima saran ayahnya untuk mengembangkan usaha keramik. ''Walaupun saya harus memulai usaha ini dari nol, tapi barangkali ini merupakan jalan yang terbaik,'' kata perempuan yang menikah dengan Rudi Sunar Kristiaji pada 1997 ini. Sebetulnya, sejak tahun 2000-an, ia dan sang suami sudah mulai bereksperimen membuat keramik. Namun, saat itu ia sama sekali tak menyangka jika suatu kali ia akan menekuni usaha keramik. ''Ayah saya sejak dulu koleksi barang-barang keramik kuno dan suami saya suka mendesain,'' kata Dina yang bersuamikan dosen arsitektur Universitas Atma Jaya ini. Bantuan modal dari ayah Dina mengaku, koleksi-k!
oleksi keramik milik ayahnya terkadang menjadi sumber inspiras!
inya dal
am menciptakan motif-motif produk keramiknya. Dengan merek dagang Keramik Kendaga, keramik yang diproduksi Dina umumnya tampil dengan motif flora seperti daun dan aneka bentuk bunga. Dari ayahnya pula, Dina mengaku mendapat bantuan modal usaha. Pada tahun 2002, Dina memulai usaha ini dengan dibantu beberapa karyawan tidak tetap. Saat itu, produk keramiknya diberi nama Kendaga Brana, yang dalam Bahasa Jawa kuno berarti tempat mencari nafkah banyak orang. ''Ayah saya yang memberi nama Kendaga Brana. Namun karena seorang pembeli dari Jepang menyarankan supaya namanya mudah dibaca dan tidak terlalu panjang, akhirnya disingkat menjadi Keramik Kendaga,'' tutur dia. Awalnya, produk Keramik Kendaga hanya berupa pernak-pernik, seperti kalung, bros, dan mug. Jenisnya tak sampai 10 item. Tapi kini, jenis produk Keramik Kendaga telah mencapai sekitar 100 item antara lain: tea set, piring, kap lampu, dan aneka spa material (mangkuk, botol, serta pembakar aromatherapy). Menurut Dina, an!
eka spa material kini banyak dipesan oleh hotel-hotel dan salon spa. Tak hanya hotel dan salon spa di Yogyakarta, tapi juga di Semarang, Jakarta, dan Bali. Dan saat ini, Dina ingin sekali memiliki toko keramik di mal yang ada di Makassar. ''Pada waktu saya ikut pameran, baik di Jakarta maupun Bandung, banyak orang Makassar yang membeli keramik saya dalam jumlah banyak. Selain itu, juga ada pembeli dari Bontang, Batam, dan lain-lain,'' katanya. Produk Keramik Kendaga juga diminati oleh orang Jepang dan Prancis. Namun, ia belum bisa menyanggupi, terutama bila pesanan dalam jumlah banyak mengingat keterbatasan tenaga, kapasitas pembakaran, peralatan, serta modal. Keramik Kendaga berbeda dengan keramik gerabah, terutama dari segi bahan dan cara pembakaran. Keramik Kendaga merupakan keramik glasir yang pembakarannya menggunakan gas bersuhu 1280 derajat Celsius. Sementara tanah liat sebagai bahan dasar untuk membuat keramik diambil dari Pacitan atau Sukabumi. ''Dengan naiknya !
harga gas, tentu saja berpengaruh terhadap pembuatan keramik i!
ni. Saya
sendiri tidak bisa menaikkan harga sehingga keuntungan yang saya peroleh berkurang. Saya tidak tahu bagaimana bila nanti harga gas naik lagi,'' keluh Dina. Walau mengeluh, Dina tetap bersemangat. ''Sebab, ada 10 karyawan dan keluarganya yang menggantungkan hidup pada usaha ini.'' Biodata: Nama : Dina Pramartanti Tempat/Tanggal Lahir : Nusa Tenggara Barat, 26 Maret 1973 Pendidikan : National Hotel Institute (NHI), Bandung Nama Suami : Rudi Sunar Kristiaji Nama Anak : Mohammad Aulia Driyarkara (8 tahun) Nama Usaha : Keramik Kendaga Alamat : Griya Manunggal Mukti D 05 Dero, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta Tel/Fax : +62 274 485 421 Hp : +62 856 285 7805
(nri )
No comments:
Post a Comment