Cari Berita berita lama

Makan Jeruk di Gang Dolly

Rabu, 28 Juni 2006.
Makan Jeruk di Gang DollyJeruk makan jeruk. Begitulah ungkapan gaul untuk menggambarkan baku sodok sesama kolega. Kejadian ini menimpa anggota kepolisian di Surabaya. Sialnya, peristiwa memalukan itu terjadi di Wisma Barbara, sebuah rumah bordil di kawasan merah Gang Dolly, Senin pekan lalu. Wisma Barbara tercatat atas nama H. Saka Burhanudin.

Siang itu, sebuah Daihatsu Xenia warna krem berhenti di depan Wisma Barbara. Tak lama, dari dalam mobil keluar seorang berbadan gempal diikuti seorang pria lain berperawakan sedang. Lelaki pertama itu tak lain Ajun Komisaris Polisi Sugian Darmono, Kepala Satuan (Kasat) Reskrim Kepolisian Resor Kota (Polresta) Surabaya Selatan. Ia diikuti anak buahnya, Kepala Unit Resmob, Inspektur Satu (Iptu) Ari Priambodo.

Belum sempat kedua perwira itu melewati gerbang wisma yang bermotif ukiran Bali itu, dua pria lain menghadang. Kedua penghadang ini ternyata anggota Pelayanan Pengaduan dan Penegak Disiplin (P3D) dari Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Surabaya yang berpakaian preman.

Keempat anggota polisi itu berbicara sebentar di depan wisma. Dari perbincangan itu diketahui, anggota P3D tadi mendapat perintah untuk menangkap Sugian, yang mantan Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi Polwiltabes Surabaya. Sugian tentu terperanjat. "Lho, ada apa ini?" katanya bertanya-tanya.

Sebelum penangkapan, beberapa anggota P3D yang dipimpin Iptu Sirdi memang sudah berada di lokasi. Mereka bersembunyi di beberapa rumah di sekitar Wisma Barbara. Begitu Sugian dan Ari keluar dari mobil, mereka mengepungnya.

Sugian sempat didorong masuk ke Wisma Barbara. Tapi dia berontak, lalu kembali melangkah ke arah mobilnya. Ia langsung cabut balik ke Markas Polresta Surabaya Selatan. Apa pun, bagi Sugian, penangkapan ini sebuah jebakan yang telah diatur pemilik Wisma Barbara. "Saka menjebak saya," katanya jengkel, sebelum masuk ke mobilnya, kepada para kolega "sesama jeruk" yang ingin mencokoknya.

Penangkapan Kasat Reskrim Polresta Surabaya Selatan itu rupanya berkaitan dengan laporan ke satuan P3D yang menyatakan bahwa Sugian kerap memeras Saka. Bahkan, menurut laporan itu, ketika menjabat sebagai Kapolsek Sawahan, Sugian sering mendatangi Saka untuk meminta uang pengamanan. Tagihan ini, masih dalam versi laporan itu, dilakukan kalau tidak seminggu sekali, ya, sebulan dua kali.

Tagihan berlanjut meski Sugian beralih tugas. Puncaknya, pada 9-10 Juni lalu, Saka mengaku dimintai uang sebesar Rp 15 juta. Waktu itu, Sugian datang ke wisma miliknya mengenakan seragam lengkap. Saka hanya bisa berjanji memberikan setoran itu Senin pekan depannya. Sepeninggal Sugian, Saka melaporkan pemerasan ini ke Polwiltabes Surabaya.

Sugian membantah keras tuduhan itu. Dalam versinya, ia mendatangi Wisma Barbara karena mendapat informasi adanya penganiayaan di situ. "Saya ke sana karena ada keributan di daerah hukum Polresta Surabaya Selatan," kata perwira pertama itu.

Tokoh number one dari Satuan Reserse Polresta Surabaya Selatan itu menuturkan pula, Saka sedari pagi berkali-kali meneleponnya. Semula dia tak menggubrisnya. Tapi akhirnya dia pun menerima telepon tersebut. Saat itulah, menurutnya, Saka mengadu bahwa di Wisma Barbara terjadi keributan. Sugian pun menunjukkan nomor yang masuk ke ponselnya pukul 09.35 WIB hari itu.

Keterangan Sugian dikukuhkan anak buahnya, Iptu Ari Priambodo. Dia membenarkan adanya versi laporan tentang keributan itu. Apalagi, menurutnya, yang terlibat perkelahian adalah anggota Reskrim Polresta Surabaya Selatan. Karena merasa bertanggung jawab atas keamanan di wilayah hukumnya, Sugian kontan meluncur ke lokasi kejadian bersama Ari.

Ihwal pemerasan yang dituduhkan Saka, Sugian punya alibi kuat. Dia menjelaskan, pada 9-10 Juni dia cuti untuk menghadiri pernikahan anaknya di Jakarta. Ini ditunjukkan dengan surat izin yang ditandatangani Kapolresta Surabaya Selatan, Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. V.J. Lasut. "Semua tahu, waktu itu saya sedang ada di Jakarta, kok dituduh memeras," katanya.

Kapolwiltabes Surabaya, Komisaris Besar Polisi Anang Iskandar, saat dikonfirmasi membantah kabar penangkapan Sugian. Menurut dia, kejadian itu hanya akal-akalan Saka. Sebab Sugian menolak permohonan Saka untuk menangguhkan penahanan anak buahnya bernama Cokro. Pria itu kini ditahan di Polresta Surabaya Selatan karena terbukti melacurkan anak di bawah umur. Karena itu, menurut Anang, Saka membuat skenario untuk menjebak Sugian.

Di balik kasus ini, beredar pula cerita lain. Konon, ulah Saka itu dipicu tindakan Sugian saat masih menjabat sebagai Kapolsek Sawahan. Ketika itu, polisi Surabaya bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Abdi Asih, Community Oriented Policing Putat Jaya, dan Bina Mitra Polwiltabes Surabaya mengadakan aksi sosialisasi anti-trafficking di Wisma Barbara. Sebagai "mitra", Saka meminta perlindungan Sugian. Toh, tak ada kesepakatan kapan rumah prostitusi itu membersihkan diri dari pelacur di bawah umur.

Sepekan kemudian, Polwiltabes Surabaya menggerebek Wisma Barbara. Di sana, para petugas mendapati 18 gadis kencur yang dipekerjakan sebagai pekerja seks. Boleh jadi, kejadian itu membuat Saka merasa ditelikung dari belakang oleh sang "mitra". Sugian sendiri emoh menanggapi cerita tentang penggerebekan para gadis kencur itu. "Sudahlah, Mas, jangan bicarakan masalah itu," katanya. Keruan saja, kini Haji Saka harus menanggung semua risiko sendirian.

Erwin Y. Salim, dan Arif Sujatmiko (Surabaya)
[Kriminalitas, Gatra Nomor 32, Beredar Kamis, 22 Juni 2006]

No comments:

Post a Comment