Rabu, 5 November 2003.
Vietnam Menghantui Nasib BushFallujah bukan Bagdad. Kala patung Saddam Hussein di Bagdad diruntuhkan warga Irak (dibantu tentara Amerika) pada 9 April, Fallujah terus menyimpan bara perlawanan terhadap pasukan pendudukan asing. Minggu, 2 November, rontoknya helikopter angkut Chinook CH-47 mempertegas perlawanan di kota sebelah barat ibu kota itu.
"Ingin melihat helikopter jatuh lagi? Akan Anda dapatkan," kata Abed Falah, warga Fallujah berusia 22 tahun. Jassem Hammadi, rekan Falah, sesumbar begini: "Rakyat Afgan mengalahkan Rusia. Vietnam meremukkan Amerika. Kami jauh lebih kuat dari rakyat Afgan maupun Vietnam."
Vietnam. Rujukan pada kekalahan perang yang memalukan itu mulai menghantui pemerintahan Presiden Amerika Serikat George W. Bush. Sejarawan dari Universitas Harvard, Ernest May, termasuk yang memperhitungkannya. Keadaan di Irak kini seperti kenangan mengerikan di hari-hari awal perang Vietnam. Tapi, May tak berani meramalkan Irak pada akhirnya akan sehebat Vietnam.
Di Vietnam Selatan, serdadu Amerika saat itu tak hanya menghadapi perlawanan gerilya pribumi Viet Kong, tapi juga tentara Vietnam Utara. Tentara Amerika juga harus menghadapi mereka yang membelot dari Selatan ke Utara.
Di Irak tidak ada musuh dari luar selain mungkin "pejuang asing" seperti yang selama ini dituding Amerika dan Inggris sebagai dalang di balik aksi-aksi teror. Secara teori, menumpas perlawanan yang tersisa seharusnya mudah bagi pasukan gabungan Amerika-Inggris, kalau saja mereka mendapat dukungan dari aparat keamanan Irak.
"Berdasarkan kondisi peperangan yang ada, kebanyakan faktor, meski tidak seluruhnya, kelihatannya memang menguntungkan kita," papar analis militer Michael O'Hanlon dari Brookings Institution kepada suatu komite Kongres di Washington, 29 Oktober. "(Tapi) ketika seseorang keliru mengira kemenangan dapat diraih dengan cepat atau mudah...kita sepertinya tidak akan sampai ke sana," dia menyinggung pernyataan Bush 1 Mei lalu.
Korban pasukan Amerika yang terus berjatuhan di Irak membawa popularitas Bush jatuh hingga di bawah 50 persen untuk pertama kalinya. Hal itu terungkap dalam sebuah polling yang digelar ABC News bersama Washington Post, 1 November lalu. Itu bahkan sebelum terjadinya serangan atas helikopter Chinook yang menewaskan 16 tentara Amerika.
Jajak pendapat itu hanya berhasil mengumpulkan 47 persen responden yang masih mendukung kebijakannya di Irak, sedangkan 51 persen menyatakan tidak setuju.
Secara keseluruhan, yang tetap mendukungnya sebagai presiden mencapai 56 persen dibandingkan 42 persen yang merasa tidak puas atas kepemimpinannya.
Persentase mereka yang menginginkan penarikan pulang tentara Amerika dari Irak semakin bertambah belakangan ini. Juli lalu, hanya 26 persen yang menginginkannya, sementara 72 persen setuju untuk tetap bertahan. Kini, yang mendukung penarikan pulang bertambah menjadi 38 persen dan yang tetap mendukung 58 persen.
Saat ini pula tercatat 87 persen merasa khawatir kalau Amerika akan terjebak di Irak, dan 62 persen mengatakan bahwa jumlah korban jiwa di negeri itu sudah melampaui batas. Persentase terakhir, April lalu, ketika Bagdad jatuh, hanya tercatat 28 persen.
Bush sendiri saat ini memang belum menunjukkan gelagat menyurutkan langkah di Irak. "Hasrat dan ketetapan kami tidak tergoyahkan," kata juru bicaranya, Trent Duffy.
Ujian yang sebenarnya menanti Bush tahun depan saat pemilihan tiba. Apakah nasibnya akan sama dengan pendahulunya, Lyndon Johnson, yang kariernya hancur lantaran kebijakan perang di Vietnam? bbc/washingtonpost/afp/wuragil
No comments:
Post a Comment