Senin, 9 September 2002.
Teori Arrow: Kahlil RowterStaf Pengajar FEUI
Hari itu dimulai seperti hari-hari sebelumnya: tidak menjanjikan hal luar biasa. Tetapi, si mahasiswa hari itu akan menemukan sesuatu yang begitu dahsyat. Hari itu pikirannya akan dibuka. Apa yang diyakininya selama ini tidak mungkin terjadi.
Hampir semua pemimpin negara-negara berkembang selepas Perang Dunia II ingin perekonomian negaranya tumbuh cepat. Lalu muncul kabar dari Uni Soviet yang bertumbuh sangat cepat. Dan implementasi di India sangat menjanjikan. Karena itu para pemimpin tadi berlomba-lomba belajar bagaimana resepnya. Ternyata resep itu adalah perencanaan ekonomi dimana pemerintah mengambil peranan utama. Berbagai alasan dikemukakan dan dari diskusi panjang tersebut muncullah disiplin baru dalam Teori Ekonomi yaitu Ekonomi Pembangunan dan salah satu cabangnya adalah Ekonomi Perencanaan. Inspirasi teoretis juga diperoleh dari perkembangan dalam Teori Ekonomi dari serangkaian artikel tentang Teori Pertumbuhan.
Landasan implisit dari Ekonomi Perencanaan adalah bahwa pemerintah mengetahui apa yang diinginkan masyarakat, lalu dibuat suatu fungsi tujuan dan dengan mengetahui serangkaian keterbatasan yang dimiliki maka dapat dibuat suatu optimisasi. Dengan demikian kebijakan ekonomi akan memiliki landasan logis yang sangat kuat. Seiring perjalanan waktu tentunya ada perubahan-perubahan kondisi yang dialami. Tapi tidak masalah karena optimisasi dapat dikerjakan setiap saat, sehingga optimalitas kebijakan selalu terjaga. Bahkan dengan sangat piawai para pengambil kebijakan dapat menunjukkan berapa kerugian kalau kebijakan optimal tersebut tidak dijalankan. Alangkah indahnya. Dan yang lebih penting lagi, paradigma seperti ini memberikan ketenangan batin kepada para pengambil kebijakan termasuk majikan-majikan politik mereka.
Salah asumsi
Apa yang salah dengan dongeng di atas? Tentu saja setiap kesalahan dapat diatributasikan kepada data yang salah, atau, yang lebih sering, implementasi kebijakan yang tidak tepat. Pokoknya, penyusun kebijakan tidak pernah salah, katanya. Nyatanya, kesalahan utama justru terletak pada asumsi yang mengatakan bahwa para penyusun kebijakan mengetahui apa yang diinginkan masyarakat. Harus diingat bahwa masyarakat heterogen. Meskipun ada proses politik yang menjembatani keinginan masyarakat, tetap saja hasil kebijakan yang diambil tidak bisa homogen dampaknya.
Kenapa penyusun kebijakan tidak dapat mengetahui keinginan masyarakat? Sebenarnya pertanyaan yang lebih tepat adalah apakah keinginan masyarakat yang demikian majemuk dapat direpresentasikan ke dalam suatu fungsi tujuan kebijakan? Pada awalnya hal ini dikira mudah dilakukan. Ternyata dalam praktek sangat sulit. Lalu pada tahun 1950, Kenneth Arrow mengemukakan argumen dengan sangat meyakinkan bahwa secara teoretis pun hal ini tidak mungkin.
Persoalannya adalah dalam agregasi preferensi individu menjadi preferensi suatu masyarakat. Agregasi preferensi paling nyata adalah dalam pemilihan umum. Di sini preferensi individu diberi bobot, yaitu 1 kalau memilih salah satu kandidat atau 0 kalau tidak. Dengan mudah agregasi dapat dilakukan karena kita tinggal menjumlahkan saja suara yang terkumpul.
Masalahnya, dalam kebanyakan hal, preferensi tidak dapat dinyatakan secara kardinal (dengan memberi bobot angka), akan tetapi secara ordinal (yaitu pilihan dengan menyatakan lebih suka A dari B dan seterusnya). Arrow menyatakan bahwa kalau beberapa kondisi (yang dianggap masuk akal) dipenuhi maka tidak ada mekanisme yang dapat menghasilkan suatu agregasi preferensi sosial.
Kondisi apa saja yang dikemukakan Arrow? Pertama adalah bahwa mekanisme agregasi didefinisikan untuk semua kemungkinan pilihan (kondisi U). Kedua, kalau pilihan x lebih disukai dari y dan y lebih disukai dari z, maka otomatis x lebih disukai dari z (kondisi M). Ketiga, kalau pilihan z awalnya tidak dipertimbangkan, dan x lebih disukai dari y, maka memasukkan z ke dalam himpunan pilihan tidak akan merubah preferesi x atas y (kondisi I). Keempat, tidak ada diktator yang dapat memaksakan kehendaknya menjadi pilihan masyarakat (kondisi D). Lalu Arrow membuktikan bahwa kalau kondisi-kondisi U, M, I atau D dipenuhi maka tidak ada preferensi sosial.
Implikasi
Kalau kondisi-kondisi yang dikemukakan Arrow dianggap masuk akal maka secara logis harus diterima bahwa tidak ada preferensi agregat. Istilah lain dari preferesi agregat adalah Social Welfare Function (SWF). Lalu apa terjadi kalau SWF tidak ada?
Perlu diingat bahwa dalam perencanaan ekonomi SWF menjadi fungsi tujuan. Nah bagaimana kalau fungsi tujuan ini ternyata tidak ada? Tentunya perencanaan ekonomi tidak lagi dapat berpretensi melakukan optimisasi atas kepentingan semua anggota masyarakat. Yang ada adalah optimisasi atas fungsi tujuan yang akan meningkatkan kesejahteraan sebagian masyarakat tetapi menurunkan (atau paling tidak, tidak meningkatkan) kesejahteraan sekelompok masyarakat lain.
Interpretasi lainnya adalah setiap keputusan di tingkat nasional dapat dilihat sebagai pelanggaran dari salah satu atau lebih kondisi-kondisi yang dikemukakan Arrow. Misalnya pada era Suharto, yang terjadi adalah diktatorisme. Katakanlah hasilnya adalah kesejahteraan nyaris seluruh anggota masyarakat naik. Tetapi ongkosnya adalah kebebasan individu. Atau kita lihat apa yang terjadi sekarang. Tidak ada diktatorisme. Tetapi konsistensi pengambilan keputusan tidak ada. Ini adalah pelanggaran kondisi M.
Teori ini tidak hanya berlaku untuk pengambilan keputusan ekonomi atau politik tetapi semua jenis pengambilan keputusan, termasuk pembuatan undang-undang dan sebagainya.
Dalam pembuatan undang-undang misalnya, banyak pendapat yang mengatakan bahwa sistim perundang-undangan kita ketinggalan jaman. Ini adalah pelanggaran terhadap kondisi U. Akibatnya seakan-akan terjadi kesahihan secara hukum tetapi tidak memuaskan masyarakat.
Kesimpulan
Si mahasiswa di awal cerita tadi mengambil jurusan Ekonomi Perencanaan di FEUI. Awalnya dia beranggapan bahwa perencanaan ekonomi akan dapat menyelesaikan (hampir) semua persoalan ekonomi yang dihadapi bangsa ini. Ternyata ia salah. Bahkan untuk membuat suatu fungsi tujuan (SWF) saja pun tidak mungkin.
Tetapi ia mendapat inspirasi baru. Teori Arrow ini ternyata begitu hebat. Ia mampu mengantisipasi kondisi apapun pada jaman kapanpun. Jadi untuk selanjutnya ia harus berterima kasih pada sang dosen yang membahas teori ini. Dan sejak saat itu Arrow menjadi pahlawan dalam hatinya.
No comments:
Post a Comment