Rabu, 3 November 2004.
Tahan BantingPengusaha wanita lebih bijak dalam mengelola usahanya. Mereka memakai hati nurani dan pikiran, bukan emosi dan ego seperti layaknya pengusaha laki-laki.
Bagi perempuan Indonesia, menjadi pengusaha ternyata bukan hal sulit. Sebab, jiwa pengusaha sudah terbentuk sejak zaman dulu. Lihat saja di kampung-kampung, para ibu dan mbok-mbok yang sering keluar-masuk pasar mengangkut bakul jamu, berjualan batik, makanan, dan sebagainya. Karena itulah, Suryani Sidik Motik, Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi), menyebutkan, mental menjadi seorang pengusaha bagi perempuan Indonesia bukan hal baru.
"Saya tidak meremehkan pengusaha perempuan Indonesia. Terus terang, kalau mau jujur mereka (pengusaha perempuan) mentalnya lebih tahan banting. Mereka lebih wise dalam meng-handle usahanya; memakai hati nurani dan pikiran, bukan emosi dan ego seperti layaknya pengusaha laki-laki. Jadi, kalau bicara soal kesempatan maju, pengusaha perempuan ada kemungkinan maju pesat, sebab mereka cepat belajar. Garis tangan perempuan sebagai istri dan ibu membuatnya terbiasa melakukan alokasi tugas manajemen," ungkap istri Faisal Iskandar Motik (adik kandung Dewi dan Kemala Motik) itu sambil tersenyum.
Apa yang dikatakan peraih gelar master of general administration di Universitas Maryland, Amerika Serikat, ini bukan asal ngecap. Itu terbukti dengan banyaknya wanita pengusaha di seluruh Indonesia yang berbondong-bondong menjadi anggota di organisasi itu. Sejak 1997 hingga sekarang, selama ia mengomandani Iwapi, jumlah anggotanya mencapai 16 ribu orang. Sebuah angka yang cukup fantastis!
Untuk para anggotanya itu, ia membuat program peningkatan kemampuan membangun organisasi dan pelatihan keterampilan pengusaha yang diwaralabakan cabang Iwapi di daerah. Program lain, peningkatan pengetahuan dan keterampilan wirausaha dengan dana hibah dari Canada International Development Agency. Tahap pertama periode 2000-2005 dan tahap kedua dalam negosiasi untuk 2006-2010.
Penyuka warna cokelat dan hitam itu menjelaskan, di dunia internasional Indonesia dikenal sangat tinggi korupsinya. Negara donor maunya memberi bantuan langsung kepada swasta. "Peluang ini yang kami manfaatkan dengan membekali mereka (pengusaha wanita Indonesia) kursus, pendidikan, dan lainnya untuk membantu mereka bersaing secara terbuka meraih kesempatan," ucap ibu Badaruddin Rachman Motik dan Tahlia Salima Motik ini.
Soal kesempatan di dunia internasional, penggemar renang itu meyakini pengusaha wanita Indonesia punya kemampuan dan potensi bagus hingga bisa bersaing dengan pengusaha wanita di mancanegara. "Asalkan mereka serius dan tidak tanggung-tanggung. Salah satu kelemahan mereka memiliki mental cepat puas dan tidak lagi mau belajar menambah pengetahuan dan wawasannya. Bila sudah merasa berhasil, mereka cepat puas dan tidak mau lagi mengembangkan bisnis mereka. Karena itu, saya selalu memompa semangat mereka untuk terus maju dan maju," kata Presiden Direktur Indoprima Advisa Manajemen--sebuah perusahaan konsultan--ini dengan suara berapi-api.
Secara blak-blakan Yani menyoroti para pengusaha wanita sering kali mendapat ganjalan dari keluarganya sendiri. Lo, kenapa begitu? Sambil tersenyum wanita berambut pendek ini menerangkan, banyak pengusaha wanita Indonesia yang awal usahanya karena meneruskan usaha milik suami.
Jadi, kalau mereka sudah berhasil akan merasa cepat puas dan tidak mau meningkatkannya. Alasannya, tidak enak dengan suami dan anak. Yang merepotkan, suami dan anak kadang kurang suka bila istri atau ibunya maju, mereka khawatir waktu untuk keluarga tak ada lagi.
Karena itulah, sesibuk apa pun, perempuan yang dua kali menjabat Ketua Iwapi ini selalu memprioritaskan keluarga, meski tetap mengejar kencangnya laju bisnisnya. Itu tecermin dari sikapnya ketika menjalankan bisnis genting di bawah bendera Pratama Griya Persada. Pada 1998, saat krisis moneter, ia sempat terseok-seok. Tapi naluri bisnisnya yang tajam mengingatkan agar ia cepat banting setir mengincar peluang ekspor sambil memanfaatkan peralatan industri gentingnya.
"Pertengahan Oktober 1998 saya mulai melakukan ekspor barang keramik dengan mitra dari Denmark. Kendati masih kecil, saya optimistis karena melayani permintaan yang besar sekali. Saya selalu menjalankan bisnis dengan sikap matang dan berhati-hati supaya semua berjalan baik," kata Yani seraya menyebutkan kehati-hatian merupakan ciri khas yang banyak ditemui pengusaha perempuan di Indonesia.
Tentang bakat pengusahanya, perempuan kelahiran 17 Juli 1961 ini menyadari ketika duduk di bangku SMA 8 Jakarta. Di masa itu, ayahnya, Mohamad Sidik, merupakan pengusaha atau pemilik becak terbesar di seluruh Jakarta dan mempercayai Yani untuk membantu mengelola bisnisnya. Ia tak menghiraukan ledekan teman-temannya yang selalu mengatakan juragan becak, bandar becak, bau becak--karena setiap hari menyapa semua becak yang dijumpai di jalan.
"Saya tidak malu, bahkan bangga. Di SMA, selain membantu mengelola usaha ayah, saya sering membuatkan paper atau karya tulis teman-teman. Kadang saya juga membawa dagangan baju dari tante. Pokoknya segala sesuatu yang menghasilkan uang, saya tekuni," kenangnya dengan wajah menerawang.
Semangat pengusahanya timbul karena contoh yang ditorehkan ayahnya. Ia selalu mengagumi prinsip hidup sang ayah yang merintis usaha becaknya dari nol hingga besar. Ayahnya yang pernah menjadi manajer toko sepatu Bata selalu punya banyak ide. Yani ingat ketika ayahnya lepas dari Bata, lalu merintis usaha becak, pernah juga menjual sepatu-sepatu Bata sisa gudang dalam jumlah besar.
Ia sering menemani ayahnya ikut ke pasar dan masuk toko untuk menawarkan sepatu-sepatu itu. "Semangat yang ditularkan Ayah secara tidak langsung membuat saya kagum dan tertular prinsip yang dianutnya. Ayah bilang kepada saya, lakukan apa pun dan jangan malu-malu asalkan bermanfaat dan tidak merugikan orang lain. Sebab, ayah saya jadi tahan banting dan mencicipi pahit-manisnya sebagai pengusaha."
Selesai SMA, Yani melanjutkan kuliah di IKIP Jakarta dan mengambil jurusan Biologi. Pilihan itu atas inisiatif sang guru. Maklum, selepas SMA, ayahnya meninggal dunia, dan Yani malas kuliah. "Karena saya sudah patah arang, ya ikut saja, tetapi selanjutnya menikmati juga kuliah di bidang itu. Sewaktu menjadi mahasiswa saya aktif ikut berbagai organisasi, termasuk mendirikan sebuah organisasi kemahasiswaan Isafis. Di organisasi itu lahirlah nama-nama beken seperti Denny J.A., Fadlizon, dan suami saya."
Melalui jalur aktivis itu ia akui bakat pengusahanya agak meredup. Bisa jadi karena ia asyik terlibat aktivitas politik sampai mulai banyak kenal dengan kalangan menteri seperti Sarwono Kusumaatmadja, Soebroto. Berkat pergaulannya, ia bisa melanjutkan kuliah S-2 di Universitas Maryland, AS, pada 1989. Karena tak mau setengah-setengah, pada tahun yang sama, ia mengambil kursus Administrasi Pendidikan di Universitas Katolik Washington DC, AS.
Yani mengaku, berkat tangan Tuhan juga ia berjodoh, lalu menikah dengan Faisal Iskandar Motik, kawan aktivis semasa mahasiswanya dulu. "Padahal bertahun-tahun kami hanya berteman, tetapi Tuhan berkehendak lain memberikan dia sebagai jodoh saya. Akhirnya, kami menikah dan kembali lagi saya menjadi pengusaha--sebab suami berasal dari keluarga pengusaha juga," ucapnya mengakhiri pembicaraan sambil tergelak.
Bila begitu, yang berlaku dalam hidup Yani seperti kata pepatah, setinggi-tinggi bangau terbang akhirnya pulang ke kubangan jua! hadriani p
No comments:
Post a Comment