Senin, 10 Juni 2002.
RS Ibu dan Anak Cimanggis MengecewakanBagi orangtua yang masih sangat menyayangi anak-anaknya berhati-hatilah untuk berhubungan dengan RS Ibu dan Anak Tumbuh Kembang Cimanggis. Jangan sampai musibah yang mengenaskan pada putra kami tercinta (usia 4 tahun) terjadi pada keluarga Bapak/Ibu, khususnya di RS Ibu dan Anak Tumbuh Kembang, Cimanggis.
Pada 22 Mei 2002 sore, istri saya membawa anak kami yang mengalami muntah dan diare serta tidak mau makan dan minum kepada dokter anak langganan kami, dr. Alan R. Tumbelaka SpA. Setelah diperiksa, dokter tersebut menyarankan untuk dibawa pulang tanpa perlu dirawat. Padahal, istri saya sudah minta agar anak kami dirawat, indikasinya waktu itu adalah gastroenteritis. Karena semalaman anak kami gelisah, tidak mau tidur, tidak bisa makan dan minum.
Esok paginya (23 Mei 2002), kami memaksa dr. Alan R. Tumbelaka SpA untuk merawat anak kami, dan akhirnya dokter menyetujuinya untuk dirawat di RSIA Tumbuh Kembang, Cimanggis. Kami masuk RS pukul 08.00 WIB dengan kondisi anak kami masih segar. Lalu, perawat mencoba memasukkan cairan infus berkali-kali dan akhirnya berhasil.
Tetapi, baru masuk 100 ml terjadi pembengkakan pada lengan anak kami. Akhirnya infus dicabut dan anak kami diminta untuk terus diberi cairan pedialyte dan teh manis. Selama itu anak kami hanya ditangani oleh perawat tanpa ada seorang dokter pun.
Sekitar pukul 15.00 anak kami dicoba lagi untuk diinfus (puluhan kali di tangan dan kaki), tapi tidak pernah berhasil, katanya pembuluh darahnya sudah "kolaps". Pada saat itu pun tidak ada dokter, tetapi perawat terus menusuk tangan dan kaki anak kami untuk dicari venanya tanpa berusaha merujuk ke RS yang lebih besar dan lengkap. Kami terus menghubungi dr. Alan, namun dokter tersebut selalu menjawab enteng tidak apa-apa--tanpa ada perasaan khawatir dan tidak berusaha untuk datang ke rumah sakit.
Hingga akhirnya pada pukul 16.30 WIB anak kami mengalami koma, baru muncul seorang dokter jaga yang berusaha mencari vena melalui selangkangan, tetapi juga tidak bisa. Pada pukul 17.00 WIB datang perawat ICU yang mencoba memasukkan infus melalui leher, akhirnya berhasil, tetapi sudah tidak ada gunanya lagi. Pada pukul 17.15 WIB dr. Alan Tumbelaka SpA hadir di tempat tanpa bisa berbuat apa-apa.
Akhirnya, sekitar pukul 17.30 WIB pada 23 Mei 2002 putra kami tercinta mengembuskan napas terakhirnya dengan sangat mengenaskan.
Anak yang lucu, pandai, tidak berdosa harus meninggal di tangan perawat dan dokter yang tidak berperikemanusiaan dengan puluhan luka tusukan jarum suntik di sekujur tubuhnya. Hingga kini kami masih tidak tahu akan penyakit anak kami sebenarnya.
Dokter dengan mudah menyatakan gastroenteritis dehidrasi berat, padahal tidak melihat kronologi keadaan anak kami dari awal.
Apakah layak RSIA Tumbuh Kembang Cimanggis, yang sedang melakukan renovasi besar-besaran, dipercaya menangani kasus-kasus yang lebih berat? Di manakah tanggung jawab Anda sebagai dokter maupun perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang baik?
Fajar Atmajaya
Perum Jatijajar
Cimanggis
Hukum Rimba di Pasar Minggu
Saya tidak habis pikir dengan para pejabat yang terkait dengan keadaan Pasar Minggu, baik itu PD Pasar Jaya, Organda DKI, dan sebagainya. Saya pun tidak habis pikir Bang Yos (Sutiyoso), selaku Gubernur DKI Jakarta, yang katanya ingin memperlihatkan kinerja lebih baik lagi di akhir jabatannya (tinggal 4 bulan lagi) ternyata tidak ada tindakan yang konkret dalam memperbaiki pelayanan kepada masyarakat.
Saya sangat prihatin dengan keadaan Pasar Minggu yang makin terasa tidak terurus. Jika kita menuju Pasar minggu dari arah Jalan Ragunan, niscaya kita akan melihat setengah dari badan jalan dipenuhi oleh pedagang kakilima. Tentu saja ini mengganggu ketertiban dan menimbulkan kemacetan.
Siang hari di Pasar Minggu keadaan semakin semrawut, para pedagang kakilima menguasai jalan hingga 3/4 jalan yang ada. Keadaan ini diperparah dengan sampah yang berserakan. Uji coba jalan menjadi dua arah ternyata tidak berhasil dilakukan.
Kamis (6/6/2002) setelah saya melewati Pasar Minggu untuk kesekian kalinya, bolehlah saya katakan bahwa Pasar Minggu ibarat seorang anak yang tidak pernah dimandikan oleh orangtuanya. Boleh dikatakan pejabat yang terkait tidak peduli sama sekali, terutama dalam menangani fasilitas umum, yaitu tidak dikelola dengan baik. Hanya hukum rimbalah yang berlaku di sana.
Saya yakin jika dikelola dengan baik dan hukum ditegakkan, para pedagang kakilima akan patuh. Tetapi, kenyataan sebaliknya, para pejabat terkait terkesan membiarkan kesemrawutan yang ada di Pasar Minggu. Sebentar lagi DKI Jakarta akan merayakan HUT, tetapi tidak ada perbaikan sama sekali dalam pengelolaan Pasar Minggu, dan mungkin pasar-pasar lainnya yang kondisinya tak jauh berbeda.
Bagaimana, Bang Yos? Yang konkret, dong. Kalau ingin merasakan kesemrawutan yang asli, alangkah baiknya Bang Yos mengadakan kunjungan mendadak di setiap fasilitas umum, terutama Pasar Minggu.
Taufik Zahrony
Cipete, Jakarta Selatan
No comments:
Post a Comment