Cari Berita berita lama

KoranTempo - Pemerintah Akan Menaikkan Pajak Frekuensi Telepon Tetap Nirkabel

Rabu, 6 Agustus 2003.
Pemerintah Akan Menaikkan Pajak Frekuensi Telepon Tetap Nirkabel JAKARTA -- Pemerintah akan menaikkan biaya hak penggunaan frekuensi telepon tetap nirkabel. Dengan kenaikan pajak itu, tarif telepon tetap nirkabel yang biasanya dibebankan ke konsumen akan ikut meningkat.

Menurut Kepala Humas Ditjen Pos dan Telekomunikasi I Ketut Prihadi, komponen tarif telepon tetap nirkabel akan terdiri dari tarif dasar ditambah biaya hak penggunaan frekuensi dan biaya interkoneksi.

"Besarnya tarif itu akan berada antara tarif telepon tetap kabel dan tarif seluler, karena sudah sewajarnya pengguna telepon tetap nirkabel dikenakan tarif lebih besar dari telpon tetap kabel. Kan ada tambahan fitur mobilitas," kata Ketut di Jakarta kemarin.

Faktor-faktor yang akan menjadi pertimbangan dalam menentukan besarnya biaya hak penggunaan frekuensi bagi telepon tetap nirkabel antara lain berkaitan dengan luas mobilitas dan nilai investasi.

Ketut menjelaskan, pertimbangan dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah untuk mengakomodasi kepentingan operator, terutama operator telepon seluler yang selama ini mempermasalahkan telepon tetap nirkabel. Dengan ditetapkannya kebijakan pentarifan baru ini, diharapkan peluncuran telepon tetap nirkabel tidak akan mengambil pangsa pasar telepon seluler.

Selain itu, pemerintah juga akan membatasi mobilitas telepon tetap nirkabel yang kemungkinan hanya berlaku pada satu kode area. Di luar itu, telepon ini tidak akan dapat dipergunakan. Meskipun Ketut mengakui, pembatasan mobilitas telepon berbasis teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) ini sangat sulit, karena pada dasarnya menggunakan teknologi telepon seluler. Apalagi, pembatasan mobilitas itu dikhawatirkan akan membuat investor tidak tertarik menanamkan modalnya di bidang ini.

Ketentuan-ketentuan ini akan dituangkan pemerintah dalam regulasi telepon tetap nirkabel yang rencananya akan dikeluarkan Ditjen Pos dan Telekomunikasi pada pertengahan bulan ini.

Menurut Dirjen Postel Djamhari Sirat, pembahasan peraturan ini telah memasuki tahap finalisasi. "Minggu kedua atau ketiga bulan ini mudah-mudahan sudah bisa keluar," kata Djamhari kepada Tempo News Room di Jakarta, Senin (4/8).

Dua permasalahan yang mengganjal, yaitu soal batas mobilitas dan penentuan besarnya tarif, sudah hampir disepakati dengan operator telekomunikasi. Namun, Djamhari enggan mengungkapkan konsep seperti apa yang ditawarkan. Dia hanya menjelaskan bahwa tarif telepon tetap nirkabel akan berada pada kisaran antara telepon tetap kabel dan telepon seluler. "Yang pasti tidak akan lebih dari telepon seluler," katanya.

Timpang

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia Rudiantara setuju jika keberadaan TelkomFlexi (layanan telepon tetap nirkabel milik PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.) sebagai telepon tetap nirkabel dikembalikan sesuai peruntukannya, berdasarkan rencana dasar teknis telekomunikasi dan rekomendasi International Telecommunication Union.

"Kalau mengacu pada itu, jelas jangkauan telepon tetap nirkabel tidak boleh keluar dari suatu BTS (pemancar)," kata Rudiantara pada kesempatan terpisah.

Rudiantara mengakui, ada ketimpangan antara biaya hak penggunaan frekuensi antara TelkomFlexi yang memiliki fitur seperti seluler Global System for Mobile Communication (GSM) dan operator seluler.

Untuk seluler GSM misalnya, pemerintah menetapkan pajak frekuensi sebesar Rp 18 juta per trunk radio unit per tahun. Di dalam satu BTS yang terletak di daerah padat bisa terdapat sembilan TRU. Sedangkan biaya penggunaan frekuensi untuk CDMA ditetapkan Rp 900 ribu per trunk radio unit per tahun. Padahal, untuk daerah padat, jaringan CDMA hanya membutuhkan enam trunk radio unit saja.

Meskipun demikian, Rudiantara berpendapat, penerapan sebuah teknologi baru yang bermanfaat bagi masyarakat tidak boleh dihambat oleh siapa pun. Hanya saja penerapannya juga harus mampu menjaga tatanan industri yang sudah ada tidak rusak.

Seperti diketahui, permasalahan telepon tetap nirkabel ini bermula ketika Telkom meluncurkan jasa TelkomFlexi. Izin yang diberikan pemerintah untuk TelkomFlexi adalah izin telepon tetap, sehingga layanan ini seharusnya memiliki mobilitas terbatas. Atau layanan ini diperlakukan sebagai telepon seluler, karena teknologi yang digunakan adalah teknologi telepon seluler.

TelkomFlexi saat ini ditawarkan memiliki mobilitas hingga satu kode area dengan tarif seperti yang dikenakan pada telepon tetap berbasis kabel.

Ditjen Postel beberapa waktu lalu telah memberikan surat teguran ke Telkom berkaitan dengan hal tersebut. Dalam surat teguran itu disebutkan, Telkom telah mengabaikan maksud dan tujuan pemberian izin telepon tetap nirkabel yang sebenarnya dimaksudkan untuk meningkatkan penetrasi layanan telekomunikasi ke daerah-daerah yang belum terjangkau fasilitas telekomunikasi. sapto pradityo/ucok ritonga

No comments:

Post a Comment