Sabtu, 16 Agustus 2003.
Nyanyian Pelawak KafeSuara mereka jernih dengan tampang yang sama sekali tidak lucu, tapi bersiaplah tertawa saat mereka memainkan lagu.
Malam Minggu itu lucu, paling tidak jika Anda suka nongkrong di NewsCafe Kuningan atau Mario's Place di atas jam 10 malam. Jangan mengira ada Jojon atau Kiwil. Tampang orang-orang yang bisa mengolahragakan rahang Anda itu sungguh tidak lucu. Mereka berdandan rapi walau tetap terlihat nakal dan kasual.
Entah siapa yang memulainya, band-band kafe mulai suka melawak. Jujur saja, jika Anda sempat berbincang, mereka betul-betul serius menekuni dunia musik. Second Born, misalnya. Grup asal Kalimantan yang sering main di NewsCafe ini biasa mengusung lagu-lagu Queen yang nota bene serius dan berteriak. Begitu pula dengan NOC (Net of Chords). Umumnya mereka memainkan lagu-lagu Top 40 yang banyak diminta pendengar radio.
"Kami tidak cuma ingin main musik saja, tapi juga entertain," kata Deddy Permana Sakti, salah satu vokalis NOC. Jadinya, kekocakan yang tercipta di panggung bukanlah unsur utama. "Kami lihat audience, kalau memang tidak memungkinkan untuk melucu ya nggak usah," tambahnya.
Tapi sungguh, walau pun kalimat itu juga diungkapkan Ayib, vokalis Second Born, rasanya kepintaran mereka mengolah humor di atas panggung bisa disejajarkan dengan grup lawak Srimulat. Apa mungkin mereka salah memilih karier? Nanti dulu. Dengarkan dulu Ayib menyanyikan Under Pressure yang keras itu. Jelajah nada suara pemuda ramping berambut panjang ini benar-benar pas. Kalau pun masih ada produser kaset cover version, mungkin ia akan direkrut untuk rekaman tiruan lagu-lagu Queen dengan gaya remix dangdut.
Bayangkan saja, tampang Ayib yang serius ketika membawakan lagu Queen, tiba-tiba berubah genit menyanyikan lagu "Kumbang-Kumbang di Taman". Dan tak lupa, Ayib pun bergoyang dan memanfaatkan pilar di pinggir panggung agar tampak seperti film India. Rumbai-rumbai bajunya benar-benar sepadan dengan nada suaranya yang naik turun. Cengkoknya luwes dan citra garang Freddy Mercury lenyap seketika. Belum kelar imajinasi dangdut terpaku, ia membelokkannya ke lagu "Asereje". Lagu Las Ketchup ini dibawakan dalam bahasa Mandarin diteruskan dengan versi Arab.
Dengan pengunjung kafe yang beragam minat musiknya, band-band kafe memang harus siap membawakan lagu apa saja, aliran apa saja. "Menyanyikan apa saja bisa, dangdut, India, rock, jazz," kata Deddy lalu menunjuk ke Puput, pemain gitar. "Dia aslinya main jazz, saya suka rock." Pada dasarnya, Deddy mengaku bermain di kafe itu gampang. "Mainkan musik sepersis mungkin dengan kaset," katanya. Toh dalam aransemennya, mereka menambahkan beberapa variasi.
Bermain dalam banyak ragam aliran, tidak hanya berfungsi menghibur pengunjung. Bagi vokalis Second Born Ayib menjadi hiburan tersendiri. "Capek, dari dulu main lagu Queen melulu," katanya dengan mimik serius. Maklumlah, grupnya identik dengan musik Queen sejak berdiri lebih dari sepuluh tahun lalu. Jadi, ia tidak menganggap hal ini sebagai masalah.
Ayib mengaku kegilaan-kegilaan yang terjalin di panggung datang begitu saja, megalir tanpa konsep terlebih dahulu. "Waktu saya berangkat, saya belum tahu apa yang hendak saya lakukan malam ini, termask lagu-lagunya," katanya. Dalam panggung, ia biasa berseloroh dengan Ophie Danzo, vokalis lainnya. Mereka menyanyikan apa saja. Raymond, penabuh drumnya, pun sesekali menimpalinya. Demikian juga dengan Deddy, pemain keyboard. Paling yang asyik dengan alat musiknya dengan sesekali menyumbangkan senyum hanya Rudy dan Kadir, gitaris dan basisnya. Toh mereka pun bisa dijadikan objek guyonan pula. Pekan lalu, saat Rudy menyanyikan "All for One", Ophie memujinya dengan mengacungkan jempol ke arah Rudy. Lalu, ia melangkah ke belakang Rudy dan mengacungkan jempol namun diarahkan kebawah. Ia menggeleng-gelengkan kepala dengan menatap sinis Rudy.
NOC, yang biasa memanfaatkan akhir pekan untuk main di Mario's Place juga menggunakan formula yang sama. "Dengan menyanyikan lagu Arab atau India saja sudah bisa bikin ketawa, kan?" Deddy mengatakannya dengan kalimat retoris. Bagi penyanyi profesional, menghafalkan lagu tidaklah sulit. Kalau perlu, sehabis menyanyi mereka bersilat kata dengan bahasa asing itu tanpa makna yang jelas. Kalau pun paham bahasanya, jangan mencoba mengartikannya, cukuplah tertawa saja.
Sejak dari mula grup band ini berdiri, mereka mengaku memanfaatkan guyonan dalam penampilannya. Tampil di depan penonton kafelah yang mengharuskan mereka melakukan itu. Pengunjung kafe tentu akan jenuh jika sebuah band memainkan lagu tanpa berinteraksi. Di sinilah humor memainkan rumusnya secara jitu.
Cara lainnya, pengunjung berdansa bersama penyanyi di pelataran depan panggung. Seperti ketika NOC bermain di Bengkel Kafe malam Jumat lalu. Sementara dua vokalis ceweknya, Ria dan Debby, berdansa dengan pengunjung, Deddy dan Irvan seperti memainkan drama. Mereka menciptakan dunianya sendiri yang bisa dinikmati secara terpisah. Pengunjung kafe tinggal memilih, melihat goyangan atau memperhatikan dua pelawak di atas panggung.
Konsep guyonan mereka berbeda dengan apa yang disajikan Project-P atau Padyangan yang mengeksplorasi lirik dan gerakan-gerakan kocak. Walau kadang mereka mengambil juga pakem-pakem lawak yang acap kita lihat di televisi. Biasanya mereka bercanda layaknya Indie Barends dan Farhan. Cuma saja (kebetulan) mereka bisa menyanyikan dengan baik. Tingkah laku itu membuat dinding batasnya hilang antara pengunjung dan pemain band.
Raymond mengaku kadang guyonan itu tidak perlu. Biasanya saat mereka diundang manggung di luar kafe untuk menyanyikan lagu-lagu Queen, guyonan itu hilang. Yang jelas, pengunjung, musik, dan situasinya harus selaras. Deddy pun mengaku demikian. Pernah mereka diundang untuk acara makan malam dengan meja melingkar. Sekali dua kali NOC memancing canda, tapi tidak ada tanggapan. "Mereka asyik dengan makanannya dan saling berbincang," katanya. Maka, kontan saja mereka bermain musik tanpa harus capek-capek berlagak pelawak. anggoro gunawan
No comments:
Post a Comment