Rabu, 14 Agustus 2002.
Jaksa Tetap Anggap Rahardi BersalahJAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Kemas Yahya Rahman tetap menilai mantan Kepala Bulog Rahardi Ramelan dan mantan presiden Habibie bersalah dalam mengelola dana nonbujeter Bulog. Sedang satu saksi ahli kemarin menyatakan pengelolaan dana di luar anggaran wajar dilakukan.
Penilaian Kemas diungkapkan setelah mendengar pendapat dua ahli dalam sidang penyewengan dana nonbujeter Bulog Rp 62,9 miliar dengan terdakwa Rahardi di di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saksi mantan Deputi Pengawas Keuangan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Suyatno dan Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia Arifin Priyanto Suryaatmaja.
Dalam sidang Suyatno mengatakan Rahardi dan Habibie melanggar Keputusan Presiden tentang Pengelolaan seluruh keuangan Bulog. Dia berpendapat hanya dana Anggaran Negara yang dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada Menteri Keuangan. Sedangkan pertanggungjawabannya dana di luar itu diatur peraturan tertentu oleh masing-masing lembaga.
Khusus Bulog, pertanggungjawabannya hanya kepada presiden.
Namun setelah Kemas mencecarnya dengan salah satu pasal dalam keputusan presiden bahwa seluruh dana yang dikelola lembaga pemerintah harus dicatat dan dibukukan dalam akutansi bujeter, dia menjawab, "Ya, dua-duanya melanggar keputusan presiden."
Kemas sendiri berpatokan pada lima surat dari Kabulog, disposisi presiden dan BPKP. Dalam surat tanggal 23 Maret 1999, BPKP meminta Kabulog tidak lagi menerima dan mengeluarkan dana nonbujeter. Atas surat itu, pada 8 Agustus 1999, Rahardi meminta presiden mengizinkannya mengelola dana nonbujeter.
Habibie, waktu itu, meminta lima menteri untuk membantu permintaan Bulog itu dengan catatan Kabulog melaporkan keuangannya setiap bulan. BPKP tetap menyarankan agar presiden tak mengizinkan. Atas surat-surat itu, jaksa menilai telah terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan Rahardi.
Sedangkan Arifin berpendapat bahwa dana Bulog bukan merupakan uang negara karena dalam peraturan keuangan, secara yuridis dana non bujeter bukan termasuk keuangan negara.
Ia mencontohkan seseorang pegawai negeri yang digaji pemerintah. "Sebelum uang diberikan masih sebagai uang negara. Setelah diberikan itu uang pribadi dan kemudian dicopet, apakah si copet disebut merugikan negara?" tanyanya.
Tentang kesalahan Habibie yang melanggar keputusan presiden dengan menulis disposisi penyetujuan pengelolaan dana nonbujeter kepada lima menteri, Kemas mengatakan perlu ada penyidikan lebih dulu. "Tidak bisa langsung didakwakan," katanya.
Kedua saksi ahli itu adalah saksi meringankan Rahardi. Sidang yang dipimpin hakim Lalu Mariyun ditunda sampai Selasa pekan depan, masih menghadirkan ahli meringankan dari terdakwa. Pekan berikutnya, jaksa akan membacakan tuntutan. bagja hidayat/sudrajat
No comments:
Post a Comment