Rabu, 23 Maret 2005.
Gerakan Pembaruan PDIP Klaim Didukung Setengah Peserta KongresDENPASAR - Kongres II PDI Perjuangan tinggal hitungan hari. Persaingan untuk merebut dukungan warga partai banteng itu semakin panas. Kemarin, Gerakan Pembaruan PDI Perjuangan menggebrak langsung ke "jantung pertahanan" Megawati Soekarnoputri dengan mendeklarasikan Gerakan Pembaruan PDIP Bali.
Hadir dalam acara itu beberapa dedengkot gerakan properubahan itu, antara lain Laksamana Sukardi, Sukowaluyo Mintorahardjo, Postdam Hutasoit, Mat al-Amin Kraying, dan Didi Supriyanto. Pius Lustrilanang, aktivis muda PDIP asal Bogor, juga terlihat di antara rombongan.
Namun, Guruh Sukarno Putra yang sedianya menyampaikan orasi batal datang. Sejumlah tokoh PDIP Bali ikut meramaikan acara itu, seperti Gde Widnyana Dangin (Singaraja), Wayan Mawa (Jembrana), Wayan Sukandhi (Tabanan), dan Wayan Gedar (Denpasar).
Dalam orasinya di Art Centre, Denpasar, itu Laksamana mengklaim bahwa gerakannya telah didukung 800 utusan kongres yang notabene dari kabupaten/kota. Ia pun meminta doa para peserta agar perubahan yang didambakan terjadi. "Bila tidak, partai akan semakin hancur," katanya di hadapan sekitar 2.000 orang.
Bendahara PDIP ini mengatakan, pembaruan adalah takdir bagi sebuah organisasi. Maka siapa yang menolak pembaruan akan tergilas oleh hukum alam itu.
Ia lalu menyebut bahwa PDIP dan Mega, ketua umum sekarang, akan tetap dikelilingi oleh kekuatan pro-status quoyang tindakannya nyata-nyata mengerdilkan partai. "Mereka menggunakan hak prerogatif dan mekanisme formatur tunggal untuk menyingkirkan (kader) yang tak disukai."
Utusan kongres dari tiap kabupaten/kota sebanyak empat orang. Adapun jumlah pengurus kabupaten/kota sekitar 411. Jika Gerakan Pembaruan PDIP mengklaim disokong 800 utusan kongres, artinya dukungan didapat dari 200 pengurus kabupaten/kota.
Namun, klaim itu dianggap pepesan kosong oleh sesepuh dan anggota Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Frans Seda. Ia menilai, kelompok pembaruan hanya didukung elite di pusat. "Tidak (didukung) di arus bawah. Orang yang pakai sandal jepit itu tahu apa?" katanya seusai rapat di kantor pusat PDIP kemarin.
Mantan Ketua Umum Partai Katolik ini menganggap alasan untuk mengalahkan Mega karena kegagalan dalam Pemilu 2004. Kegagalan itu mestinya menjadi tanggung jawab semua pengurus, bukan cuma ketua umumnya.
Frans bahkan mengatakan, rakyat tak memilih putri Bung Karno itu bukan karena kegagalan. "Rakyat ingin perubahan cepat. Mega secara bertahap," ujarnya.
Menurut dia, tak ada kader lain yang bisa menandingi Mega dalam hal kemampuan menyatukan seluruh potensi partai. Ia mengakui Mega memiliki sejumlah kekurangan antara lain terlalu baik dan tak komunikatif. "Orang menangis di depannya dia tidak tega. Itu dimanfaatkan pihak tertentu."
Frans mengaku pernah menasihati Mega agar mengubah sedikit cara memimpin, yakni membuka wawasan modernisasi di PDIP. "Jangan cemberut kepada pers," tuturnya sambil tertawa.
Bendahara PDIP Sumatera Selatan Elianuddin menilai, dukungan terhadap calon di luar Mega hanya datang dari orang-orang yang bermasalah. Ia mencontohkan, pendukung Guruh--yang berniat menyaingi Mega--adalah orang yang selalu bermasalah dengan pengurus daerah dan pusat. Itu sebabnya, dukungan terhadap adik kandung Mega itu tak solid.
Gerakan Pembaruan PDIP juga melakukan gebrakan lain kemarin. Melalui Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), mereka akan mengajukan gugatan terhadap Mega ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait hak prerogatif ketua umum. "Seharusnya hak ini segera dicabut," kata Petrus Selestinus, aktivis TPDI.
Dalam keterangan pers di Restoran Dapur Sunda, Petus didampingi Alfian Husni, Robert B. Keytimu, Berlin Pandiangan, Nismar Rumengan, Martin Ewan, Ronald Simanjuntak, Hasoloan Hutabarat, Sigit H. Binjani. Hadir pula bekas Ketua PDIP Jawa Tengah Mardijo, yang juga pemimpin Gerakan Pembaruan PDIP Jawa Tengah. rofiqi Hasan/purwanto/tri susanti simangunsong/arif ardiansyah
No comments:
Post a Comment