Kamis, 22 Mei 2003.
Bila Para Kanibal Kongo BerperangDari Benua Afrika, sejarah pernah mencatat kisah Idi Amin sang diktator Uganda yang menyimpan kepala musuhnya di lemari es. Kemudian ia mengaku tidak suka karena daging manusia dikatakannya terlalu asin. Ada pula Bokassa dari Afrika Tengah yang menyantap daging manusia yang dimasak dan disajikan secara khusus. Asalnya dari tubuh orang yang dijatuhinya hukuman mati, termasuk anak sekolah yang memprotes baju seragam. Di dalam negeri sendiri, kita kenyang dengan cerita Sumanto, si pemakan mayat nenek renta dari Purbalingga, Jawa Tengah.
Kini, bumi Afrika kembali diguncang dengan cerita yang sama tentang kanibalisme, ketika manusia memakan manusia lainnya. Kasak-kusuk akan kebiadaban ini tersisa ketika pertikaian antara etnis Lendu dan Hema di Bunia, ibu kota Provinsi Ituri, Kongo, mulai mendingin. Api dipadamkan, darah mengering, jenazah dikuburkan, tapi sebagian anggota tubuh dari ratusan jenazah yang hilang tetap tak kembali.
Para pemimpin gereja dan warga yang masih dicekam ketakutan menceritakan, gerilyawan etnis Lendu tidak sekadar membunuh warga etnis Hema dan warga sipil lainnya. Tak puas dengan mengambil nyawa, mereka membelah dada dan perut para musuhnya. Dari dalamnya mereka mengeluarkan jantung, hati dan paru-paru, yang langsung dilahap selagi masih berdenyut.
Menurut Pendeta Belgia Joseph Deneckere, kepercayaan terhadap hal gaib, kebencian antaretnis hingga merasuk ke tulang sumsum, dan ambisi untuk menang dalam persaingan lama berada di balik ulah orang makan orang ini. "Beberapa dari jenazah kehilangan organ seksualnya setelah para pejuang suku itu memotongnya untuk dipakai sebagai jimat," kata dia.
Para pekerja relawan mengatakan, pada Selasa kemarin mereka menemukan 231 jenazah orang yang tewas dan terbengkalai di jalan-jalan Bunia, termasuk perempuan dan anak-anak. Sebagian di antara jenazah itu sudah terpotong-potong, sebagian kehilangan jantung, hati, dan paru-parunya.
Mereka mengingatkan, jumlah yang mati masih bisa bertambah karena mereka baru menjelajah 9 dari 12 permukiman yang ada di kota itu. Beberapa jenazah yang ditemukan sedemikian rusak setelah ditinggalkan di bawah terik matahari berhari-hari sehingga mayat-mayat itu segera dikuburkan, sementara sisanya dibakar. Mereka memilih untuk tidak mengidentifikasi mayat-mayat itu, karena takut terseret ke dalam konflik kedua etnis yang bertikai.
"Melihat mayat dengan hati atau jantung yang tidak ada itu mengerikan sekali, apalagi setelah tahu bagian-bagian itu dimakan oleh sesama manusia dan hal yang sama bisa terjadi pada Anda," kata Acquitte Kisembo, 28 tahun, mahasiswa kedokteran yang mengaku telah melihat mayat dengan perut dan dada terbuka lebar, yang isi yang sudah hilang.
Ituri telah menyaksikan pertikaian dan pembunuhan massal selama beberapa tahun terakhir seiring dengan memuncaknya rivalitas antaretnis dan kelompok-kelompok pemberontak. Selama hampir lima tahun terakhir, semuanya berebut kekuasaan atas provinsi yang kaya akan sumber alam mineral, kayu hutan, dan tanah yang subur.
Etnis Hema dan Lendu mulai bersitegang sejak sekitar dua minggu lalu, ketika Uganda menarik lebih dari 6.000 pasukannya dari dalam dan sekitar Bunia. Konflik agak mendingin sejak Jumat lalu, ketika kedua pihak meneken perjanjian gencatan senjata. Mereka setuju untuk menarik pasukan bersenjata masing-masing dari kota, tapi ratusan orang masih berpatroli di jalanan sambil menenteng senapan serbu dan pelempar granat. Tak heran bila suasana kota tetap tegang dan warga ketakutan untuk keluar rumah.
Meski terdapat sekitar 750 pasukan penjaga perdamaian PBB di Bunia, mereka kewalahan menangani pertikaian yang terjadi. Sementara itu, gerilyawan etnis yang ada di wilayah itu mencapai sekitar 25 ribu hingga 28 ribu orang, termasuk ribuan yang ditempatkan di dalam dan sekitar Bunia.
Amos Namanga Ngongi, kepala misi PBB di Kongo, berjanji bahwa pihaknya akan menginvestigasi laporan tentang kanibalisme yang terjadi. "Tak mungkin ada omongan sebanyak itu kalau tak ada kejadian sesungguhnya," kata dia. ap/afp/bbc/kurie suditomo
No comments:
Post a Comment