Jumat, 18 Juli 2003.
Anggota DPA Minta Segera DiberhentikanJAKARTA --- Dewan Pertimbangan Agung (DPA) meminta Presiden agar segera menerbitkan keputusan presiden (keppres) pemberhentian anggotanya. Permintaan itu, menurut Ahmad Bagja, wakil ketua lembaga itu, sudah beberapa kali disampaikan kepada presiden.
"Tapi, keppres pemberhentian itu tak kunjung kami terima," kata Wakil Ketua DPA Ahmad Bagja saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Menurut dia, pimpinan lembaganya telah memberitahu Presiden Megawati Soekarnoputri dan Sekretariat Negara tentang status mereka. Masa kerja anggota lembaga itu berakhir pada 11 Juni lalu. Pemberitahuan terakhir, kata Bagja, dilayangkan dua pekan lalu, setelah Presiden Megawati kembali dari kunjungan ke sejumlah negara.
Saat itu, kata Bagja, pimpinan DPA menemui Presiden di Istana Negara untuk menanyakan penerbitan keppres. Presiden menyatakan, akan berkonsultasi dulu dengan DPR sebelum mengambil keputusan. "Karena, itu menyangkut undang-undang," katanya.
Itu sebabnya, menurut Bagja, DPA siap jika tak diundang pada Sidang Tahunan MPR Agustus 2003 seperti tahun sebelumnya. Keputusan rapat pimpinan MPR dan pimpinan Panitia Ad Hoc Khusus Badan Pekerja MPR kemarin memang memutuskan tidak akan mengundang DPA pada Sidang Tahunan 1-15 Agustus mendatang. "Keputusan rapat, DPA 90 persen lebih tak diundang," kata Ketua MPR Amien Rais setelah rapat di gedung MPR/DPR Jakarta.
Ia menjelaskan, lembaga itu sudah dihapus sesuai amendemen keempat Undang-Undang Dasar pada Sidang Tahunan MPR 2002. Masa kerja selama lima tahun DPA saat ini juga sudah habis 11 Juni lalu. Jika DPA diundang, kata dia, MPR berisiko "dituduh mengada-ada dan tak konstitusional".
Rapat yang dipimpin Amien itu khusus membahas undangan DPA dalam sidang tahunan. Selain pimpinan MPR, hadir pula para pimpinan Panitia Ad Hoc yang membidangi jadwal Sidang Tahunan MPR. Menurut Amien, keputusan rapat akan disampaikan dalam rapat pleno Badan Pekerja MPR 23 Juli untuk diambil keputusan. "Kami akan minta Presiden mengeluarkan keppres pemberhentian anggota DPA," katanya.
Wakil Ketua Panitia Ad Hoc Khusus Syafrin Romas mendukung pernyataan Amien. Menurut dia, peserta rapat meminta sebelum 1 Agustus 2003 sudah ada keppres pemberhentian anggota DPA. Mestinya, Presiden memberhentikan mereka segera setelah amendemen keempat konstitusi disahkan.
Politikus Fraksi Kebangkitan Bangsa ini menjelaskan, pembubaran lembaga negara idealnya dengan undang-undang. Tapi karena kondisi yang belum normal, menurut dia, bisa dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau keppres.
Syafrin membenarkan Undang-Undang Nomor 3/1967 tentang DPA menyatakan, masa jabatan anggota DPA selama lima tahun bersamaan dengan masa jabatan presiden. "Tapi, pada 1998, Presiden B.J. Habibie mengeluarkan keppres memperpanjang masa kerja DPA sekarang," katanya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Panitia Ad Hoc Khusus dari Fraksi Partai Golkar Rully Chairul Azwar menyatakan, perdebatan terjadi dalam rapat saat membahas soal ini kemarin. Ada yang menilai pembubaran DPA harus dengan undang-undang, tapi ada yang berpendapat cukup mengacu Pasal 16 UUD 1945. Dalam pasal itu, peran DPA diganti oleh suatu lembaga pertimbangan yang dibentuk presiden.
Ia menilai, permasalahan institusi DPA tak cukup diselesaikan hanya dengan tak diundangnya pimpinan lembaga itu dalam Sidang Tahunan MPR. "Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menyatakan, semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan UUD dan belum diadakan yang baru menurut UUD ini," katanya.
Rully menjelaskan, penghapusan institusi DPA diperkuat dengan Ketetapan MPR VI/2002. Ketetapan itu merekomendasikan, agar presiden bersama DPR segera mencabut Undang-Undang Nomor 4/1978 jo Undang-Undang Nomor 3/1967 tentang DPA. Presiden juga diminta mengambil langkah-langkah untuk mendayagunakan seluruh perbendaharaan yang dimiliki eks DPA dan personalia pendukungnya.
Soal pengamanan Sidang Tahunan MPR 2003, Amien menilai tak perlu dana khusus untuk pengamanan. Menurut dia, dana Rp 20 miliar yang sudah disetujui pemerintah tak perlu ditambah lagi. "Kalau kita panik yang suka kaum teroris, pengamanan harus ditingkatkan," katanya.
Ia berpendapat, agenda yang dibahas yang sesensitif tahun lalu, hingga tak akan memancing reaksi eksternal yang berlebihan. Bisa saja sidang selesai sebelum 10 hari, sesuai jadwal. Sidang tahunan hanya mengesahkan pembentukan Komisi Konstitusi dan tugasnya, mengevaluasi ketetapan-ketetapan MPR yang gugur demi hukum atau menjadi undang-undang. jobpie sugiharto/sudrajat
No comments:
Post a Comment