Kamis, 18 Desember 2008.
Jenderal Polisi Terserempet JudiAroma tak sedap bernuansa judi menerpa jajaran kepolisian. Sejumlah anggota korps baju cokelat itu terindikasi terlibat atau setidaknya membiarkan perjudian berskala besar di Pekanbaru, Provinsi Riau. Yang lebih bikin heboh, enam perwira tinggi disebut pula tersangkut, bersama-sama dengan puluhan perwira pertama dan menengah serta sejumlah bintara.
Nama perwira tinggi polisi bintang dua dan bintang satu memang tidak disebutkan secara eksplisit. Ketika mengungkapkan temuan mengejutkan itu, Senin pekan lalu, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Komisaris Jenderal Yusuf Manggabarani, hanya menyebutnya sebagai tiga mantan Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Riau dan tiga mantan Wakapolda Riau.
Ketiga mantan Kapolda dan Wakapolda Riau yang akan diperiksa itu disebutkan pernah bertugas di sana sejak 2005. Mereka dinilai kurang punya komitmen dalam pemberantasan judi sebagaimana digariskan Jenderal Sutanto, Kapolri pada waktu itu. "Sebagai pimpinan, mereka harusnya tahu ada judi di wilayahnya," kata Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Alatin Simanjuntak.
Merujuk pada penjelasan Yusuf Manggabarani dan Alatin Simanjuntak, mungkin yang dimaksud sebagai tiga mantan Kapolda Riau itu adalah Irjen Ito Sumardi (kini Kapolda Sumatera Selatan) dan Irjen S. Damanhuri (kini instruktur Widyaswara Mabes Polri). Jenderal satunya lagi tak lain Irjen Sutjiptadi, kini Gubernur Akademi Kepolisian.
Sejumlah media massa malah sempat menyebutkan, para jenderal itu akan diperiksa karena diduga menjadi beking judi. Belakangan, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri meluruskan. Menurut Bambang, pemeriksaan dimaksud adalah menyangkut pertanggungjawaban manajerial dalam kapasitas sebagai pemimpin wilayah yang seharusnya mengetahui segala kegiatan di wilayahnya, termasuk perjudian.
"Jadi, bukan berarti membekingi judi. Tolong diluruskan," kata Kapolri. Sebelumnya, Ito Sumardi juga membantah tudingan disebut sebagai beking judi di Riau. "Saya paling antijudi, tidak pernah menerima setoran dari para bandar judi," katanya. Hal senada dikatakan Sutjiptadi kepada wartawan. Ia mengaku tidak tahu ada judi Acin pada saat itu. Sedangkan Irjen Damanhuri belum bisa dikonfirmasi.
Heboh kasus perjudian di Riau yang menyerimpet jenderal polisi ini meletup menyusul tertangkapnya bandar judi kelas kakap, Candra Wijaya alias Acin, 47 tahun, di markasnya di Jalan Tanjung Datuk, Pekanbaru. Penangkapan dilakukan pada 23 Oktober silam. Operasi penangkapan ini dipimpin Kapolda Riau, Brigadir Jenderal Hadiatmoko.
Sejak dilantik menjadi Kapolda pada Mei 2008, Hadiatmoko mecium bahwa di daerahnya marak judi togel. Ia rajin menghimpun informasi dari masyarakat mengenai judi togel. Hadiatmoko kerap kelayapan ke kedai-kedai kopi guna mendalami info tersebut. Jenderal bintang satu ini bertekad memberantas judi.
Awal September lalu, Hadiatmoko nongkrong di sebuah kedai kopi Jalan Setiabudi, Pekanbaru, mendengar percakapan orang-orang di kedai mengenai nomor togel. Ia kemudian bergabung, berlagak tertarik pasang togel. Dari perbincangan itu, ia menyimpulkan, judi togel sangat marak di Pekanbaru. Remaja dan ibu rumah tangga ikut bermain.
Kapolda mendapat info bahwa bandar besar judi togel itu bernama Acin, pemilik perumahan mewah di Jalan Hang Tuah, Pekanbaru. Esoknya, Hadiatmoko mendatangi perumahan itu, berlagak hendak membeli rumah seharga Rp 700 juta. Kepada karyawan pemasaran, Hadiatmoko menyatakan ingin membeli rumah itu secara tunai dan minta diskon khusus. Si karyawan itu mempersilakan Hadiatmoko bertemu si bos bernama Acin, pemilik perumahan tersebut.
Karena pada saat itu Acin tidak di tempat, Hadiatmoko mengorek lebih jauh perihal judi togel. Ia mendapat gambaran bahwa Acin setiap hari datang ke kantor pemasaran perumahan menjelang sore. Malamnya, Acin pergi ke Pusat Bilyar dan Karaoke Eksekutif di Jalan Sudirman, Pekanbaru. Hadiatmoko pun mengintensifkan pengintaian dengan melibatkan dua anak buah kepercayaannya.
Dari pengintaian itu diketahui, Acin selalu keluar dari Karaoke Eksekutif sekitar pukul 01.00. Lalu Acin pulang ke rumahnya, kemudian pagi menjelang siang meluncur ke ruko di Jalan Tanjung Datuk Nomor 23. "Ternyata di sinilah markas besar judi Acin," kata Hadiatmoko. Akhirnya ia memutuskan menggerebek dan menangkap Acin.
Pada hari-H itu, Kapolda Hadiatmoko mengerahkan 30 personel polisi pilihan, sebagian besar mengepung markas Acin di Jalan Tanjung Datuk. Sedangkan Hadiatmoko bersama dua anak buahnya memilih nyanggong Acin di Jalan Hang Tuah. Lepas tengah hari itu, Hadiatmoko sebagai calon pembeli rumah bersepakat dengan Acin bertemu di kantor perumahan tersebut.
Tak lama kemudian, Acin datang diantar sopir dan seorang pengawalnya. Hadiatmoko dan anak buahnya meringkus Acin dan anaknya. Seorang pengawal Acin, mungkin oknum anggota polisi, lari terbirit-birit begitu mengenali Hadiatmoko. Hampir bersamaan, pasukan yang mengepung markas Acin di Jalan Tanjung Datuk menggerebek ruko tersebut. Sebanyak 22 karyawan Acin di ruko itu, 12 di antaranya wanita keturunan Tionghoa, dibawa ke Markas Polda Riau.
Polisi menyita belasan komputer, mesin faksimili, kertas rekapitulasi, dan duit tunai Rp 161 juta. Juga diamankan sepucuk senjata api genggam dan satu mortir aktif. Dari penyidikan terungkap, omset judi toto gelap alias togel yang dikelola Acin mencapai Rp 4 milyar sehari. Judi Acin yang berjalan rapi itu ditangani orang kepercayaannya bernama Lili. Perempuan 32 tahun kerabat Acin ini memberi uang tutup mulut kepada oknum aparat keamanan yang menjadi beking judi.
Pengakuan Lili kepada penyidik, dia membawahkan 206 agen besar di sejumlah kota, termasuk di luar negeri seperti Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Lili membayar dan menerima uang judi dari para agen. Dialah yang memegang 176 rekening bank, tempat lalu lalangnya uang hasil usaha judi Acin. Ia juga membawahkan 20 personel di kantor pusat, yang dibagi menjadi dua bagian. Yakni bagian faksimili dan bagian rekap.
Enam orang di bagian faksimili bertugas menerima faksimili dan SMS dari para agen serta memasukkan data nomor tebakan dan jumlah uang pasangan ke dalam komputer. Mereka bekerja dari pukul 14.00 hingga pukul 16.30, yang merupakan batas waktu setoran data angka dan jumlah pasangan nomor.
Bagian rekap beranggotakan 14 orang. Tugasnya, menyusun hasil faksimili sesuai dengan lajur permainan dan lajur jumlah rupiah pemasang. Bagian rekap mengetik ulang seluruh data nomor dan jumlah pemasang yang diterima dari bagian faksimili. Tim rekap tidak langsung melaporkannya kepada Lili, tapi melalui seorang pengumpul yang bertanggung jawab atas hasil akhir data pemasang.
Sedangkan tugas para agen adalah menjual langsung togel di lapangan. Biasanya para agen ini tinggal atau menetap di suatu tempat: di ruko, di rumah, atau kedai-kedai kopi. Para agen juga punya "kaki", jumlahnya ratusan. Mereka inilah yang umumnya bergerak langsung menjajakan ke pemasang.
Disinyalir, angka yang dikeluarkan dalam judi itu hanya akal-akalan bandar. Biasanya nomor pemasang dengan taruhan terkecil yang dimunculkan sebagai pemenang. Dengan begitu, keuntungan Acin berlipat ganda. Menurut perhitungan penyidik Polda Riau, aset Acin dalam tujuh tahun kariernya mengelola judi mencapai trilyunan rupiah.
Tertangkapnya Acin sontak menggegerkan Riau, bahkan gaungnya sampai ke Jakarta. Maklum, selama bertahun-tahun beroperasi, Acin aman-aman saja. Bahkan, meski Jenderal Sutanto menyatakan perang terhadap judi pada 2005, dan di Kapolda Riau sempat berganti tiga kali, Acin masih bercokol dengan anteng. Padahal, ketiga kapolda tadi juga gencar melakukan pemberantasan judi di sana.
Irjen Ito Sumardi, misalnya, mengatakan bahwa kasus perjudian di sana yang pernah ditanganinya mencapai 141 kasus, dengan jumlah tersangka 339 orang. "Tidak benar bahwa saya membiarkan kasus perjudian," katanya. Ito yang kini menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan menegaskan akan terus memberantas perjudian. Dua pekan lalu, Polda Sumatera Selatan gencar merazia judi.
Sejumlah bandar ditekuk. Sebanyak 30 anggota polisi diperiksa karena diduga menjadi pelaku dan beking judi. Seorang anggota polisi di antaranya terancam dipecat karena tertangkap tangan memiliki tempat judi. "Kami tidak main-main menggempur perjudian," ujar Ito.
Kasus judi Riau itu membuat Mabes Polri berang. Kapolri mencopot Kepala Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Pekanbaru, Komisaris Besar (Kombes) Moechgiarto, yang dinilai tidak becus. Kapoltabes Pontianak, Kombes Son Ani dan Kapoltabes Samarinda, Kombes Nasib Simbolon, juga dicopot, diduga karena terkait kasus judi di wilayah mereka.
"Kasus-kasus judi ini akan ditangani serius sampai tuntas," kata Irjen Abubakar Nataprawira, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, kepada Gatra. Sebelumnya, Mabes Polri dan Polda Metro Jaya memeriksa sejumlah bintara dan perwira yang terkait judi di Hotel The Sultan, Jakarta, yang digerebek pada Oktober lalu. Mereka dikenai sanksi penundaan kenaikan pangkat karena dianggap lalai menjalankan tugas.
Tekad Mabes Polri itu disambut baik oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane. Namun ia menyayangkan, sejauh ini tindakan tegas hanya dikenakan pada level perwira menengah. "Kapoldanya mesti ditindak tegas. Sulit dipercaya mereka tidak tahu aktivitas judi Acin. Kalau benar tidak tahu, berarti intelijennya lemah sekali," kata Neta.
Taufik Alwie, Anthony, Luzi Diamanda (Pekanbaru), dan Noverta Salyadi (Palembang)
[Hukum, Gatra Nomor 5 Beredar Kamis, 11 Desember 2008]
No comments:
Post a Comment