Jumat, 26 November 2004.
Gempa Nabire Akibat Gerakan Lempeng TektonikJakarta, 26 November 2004 17:38Gempa yang terjadi di Nabire pada Jumat, sekitar pukul 11.25 WIT disebabkan oleh gerakan lempeng tektonik Pasifik dan Indo-Australia, demikian Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).
"Pada Februari 2004 di Nabire juga terjadi gempa serupa dengan penyebab yang sama," kata Kepala Bidang Gempa Bumi BMG Pusat, Suharjono ketika ditemui di ruang kerjanya, Jumat siang.
Potensi gempa tektonik di indonesia tersebar mulai dari Aceh, sepanjang Sumatera, Pulau Jawa dan Bali hingga ke arah timur Indonesia, seperti di Papua.
"Papua utara dimana Nabire terletak merupakan daerah aktif terjadinya gempa," katanya.
BMG sudah mengirim dua hingga empat orang petugas untuk berangkat ke lokasi gempa. Mereka akan membawa peralatan seismograf untuk ditempatkan di lokasi sekitar pusat gempa guna mendeteksi gempa susulan.
Namun petugas di lapangan mengalami kesulitan untuk mencapai lokasi gempa karena hambatan transaportasi.
Bandara Nabire dikabarkan tidak dapat didarati karena mengalami kerusakan, akibatnya petugas BMG Jayapura menggunakan rute Jayapura-Biak dan disambung dengan angkutan laut ke Serui baru bisa mencapai Nabire. Dan diperkirakan baru besok pagi tiba di lokasi.
"Mereka akan memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai gempa susulan, dan menganalisis kapan gempa susulan itu berakhir," ujarnya.
BMG mencatat gempa di Nabire berkekuatan 6,4 skala Richter (SR) dengan pusat gempa 17 km dari selatan Nabire pada koordinat 3,5 LS dan 135,5 BT dengan kedalaman 33 km dan termasuk dalam jenis gempa tektonik.
Kerusakan yang ditimbulkan mencapai skala 8 MMI, dan getarannya dapat merobohkan bangunan.
Getaran gempa Nabire juga dirasakan oleh beberapa daerah lain di Papua, seperti di Timika dan Serui yang berjarak sekitar 1000 km dari pusat gempa.
Ia menambahkan terdapat perbedaan besar gempa antara BMG dan Lembaga Survey Geologi AS (United States Geology Survey-USGS) yang mencatat gempa Nabire sebesar 7,1 SR.
Menurut Suharjono hal itu disebabkan peralatan dan parameter yang digunakan sedikit berbeda, namun besar energi yang tercatat dari gempa tersebut sama.
"Kami baru mendapat laporan dari wilayah perkotaan saja, belum mencapai dari daerah pedesaan yang mungkin berada di sekitar pusat gempa," katanya.
Suharjono juga mengingatkan agar warga tidak menempati bangunan yang mengalami kerusakan akibat gempa, karena dikhawatirkan terjadi gempa susulan, meski frekuensi dan besarnya lebih kecil namun bisa membahayakan.
Selain itu, ia belum mengetahui berapa banyak gempa susulan yang akan terjadi karena seismograf yang dibawa oleh petugas belum terpasang.
Namun, dari pengalaman gempa Februari lalu, intensitasnya akan berakhir dalam waktu dua minggu.
Sepanjang 2004 di seluruh dunia telah terjadi tujuh kali gempa besar dengan kekuatan diatas 7 SR menurut skala USGS, dimana empat diantaranya terjadi di Indonesia.
Pertama di Nabire pada Februari, Palembang pada pertengahan tahun, di Alor dan yang terakhir di Nabire. [EL, Ant]
No comments:
Post a Comment