Cari Berita berita lama

Republika - Indonesia dan Libya Ancam Abstain Soal Sanksi Iran

Sabtu, 1 Maret 2008.

Indonesia dan Libya Ancam Abstain Soal Sanksi Iran












NEW YORK -- Indonesia dan Libya mengancam akan mengambil posisi abstain dalam voting Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) atas program nuklir Iran. Duta Besar Republik Indonesia di PBB, Marty Natalegawa, mengatakan Indonesia mempertanyakan apakah sanksi merupakan solusi yang paling masuk akal pada saat ini. ''Kami harus diyakinkan bahwa sanksi merupakan cara yang paling masuk akal dan effektif bagi penyelesaian program nuklir Iran saat ini,'' tegas Marty usai rapat konsultasi DK PBB, Kamis (29/2). DK PBB dijadwalkan menggelar voting atas rancangan resolusi (ranres) yang disponsori Inggris, Prancis, dan Jerman yang menjatuhkan sanksi ketiga bagi Iran, Sabtu (1/3). Dalam rapat konsultasi tersebut, duta besar Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis mendesak agar DK secepatnya mengadopsi ranres tersebut, paling tidak Sabtu. ''Menjadi keinginan kami agar voting atas rancangan resolusi itu digelar secepatnya, mungkin Sabtu,'' tegas Duta Besar Inggris di !
PBB, John Sawers. Ranres itu sendiri sejauh ini telah mendapatkan dukungan dari 10 anggota DK, termasuk Cina, Kosta Rika Rusia, Burkina Faso, Italia, Belgia, Kroasia, dan Panama. Hanya diperlukan sembilan suara untuk mencapai konsensus. Namun, Sawers mengatakan negara sponsor menginginkan dukungan yang lebih besar dan adanya kebulatan keputusan DK. Oleh karena itu kemudian diputuskan pembahasan atas ranres kembali dilanjutkan Jumat (29/2). Dalam rapat konsultasi tersebut, Indonesia bersama dengan Afrika Selatan (Afsel), Libya, dan Vietnam kembali menyampaikan sejumlah keberatan. Vietnam menyodorkan sejumlah amandemen yang memberi peran yang lebih besar kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan jaminan hukum bahwa sanksi tidak akan berdampak pada hubungan bilateral dengan Iran. Sementara Afsel mengatakan baru akan memberikan sikap Jumat (29/2) pagi menyusul pertemuan yang dilakukan Presiden Thabo Mbeki dengan Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy. Afsel menekankan ba!
hwa berdasarkan laporan IAEA terakhir menunjukkan meningkatnya!
keperca
yaan bahwa Iran tidak berniat menyelewengkan program nuklirnya untuk kepentingan militer. Sementara Libya mengambil sikap yang tidak jauh beda dengan Indonesia. Dari Jakarta, Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Kristiarto Legowo, mengatakan Indonesia masih diyakinkan terlebih dahulu apakah memang pemberian sanksi itu timing-nya tepat. ''Karena dilihat dari laporan terakhir IAEA kami mencatat hal positif,'' katanya di Jakarta, Jumat. Di sisi lain, kata Kristiarto, Indonesia juga masih perlu diyakinkan apakah sanksi itu memang produktif. Jadi mungkin lebih baik diperlukan penyelesaian isu nuklir Iran itu melalui jalan dialog. ''Mungkin perlu dilanjutkan upaya dialog dalam penyelesain isu ini,'' tegasnya. Iran tetap bersikeras bahwa program nuklir mereka untuk kepentingan damai. Iran beralasan energi nuklir dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan listrik 60 juta rakyatnya. Sebaliknya AS dan sekutunya mencurigai Iran menyelewengkan program nuklir untuk kepentingan militer. AS men!
gatakan dengan deposit minyak bumi dan gas yang cukup, Iran tidak membutuhkan energi nuklir. Tuduhan ini dibalas Iran dengan mengatakan mereka akan melakukan penghematan besar-besaran dan diversifivikasi energi jika memanfaatkan energi nuklir. Dalam suratnya kepada Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, Menteri Luar Negeri Iran, Manouchehr Mottaki mengatakan, apa yang dituduhkan DK atas program nuklir Iran adalah ''sebuah tuduhan tak berdasar.'' Sebelumnya Duta Besar Iran di PBB, Mohammad Khazaee, mengatakan setiap sanksi yang dijatuhkan DK hanya akan mengurangi kredibilitas IAEA. ap/afp/lan/fer
( )

No comments:

Post a Comment