Cari Berita berita lama

KoranTempo - Persaingan Produsen Besar Mi Instan Mengkhawatirkan

Senin, 28 Maret 2005.
Persaingan Produsen Besar Mi Instan MengkhawatirkanJAKARTA -- Persaingan antara produsen besar mi instan saat ini telah mengkhawatirkan produsen mi instan yang hanya berpangsa pasar kecil.

Presiden Direktur PT Sentrafood Indonusa, Budianto, produsen Salam Mie dan Cinta Mie, mencemaskan industri mi instan bakal hancur lantaran adanya persaingan antara PT Indofood Sukses Makmur Tbk., produsen Indomie, Sarimi, dan Supermie, dengan PT Wings Surya, produsen Mie Sedap.

Menurut dia, kedua produsen mi itu sama-sama menurunkan harga sebesar 20-25 persen. Wings melakukan itu untuk merebut pangsa pasar mi instan, sedangkan Indofood untuk mempertahankan pangsa pasarnya.

Padahal seperti dituturkan Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Thomas Darmawan, harga yang dikeluarkan Indofood--sebagai pemimpin pasar (market leader) mi instan di Indonesia--menjadi patokan harga untuk produsen mi instan lainnya.

Masalah lain, kata Budiono lebih lanjut, harga bahan baku, termasuk harga pokok gandum, sudah naik hingga empat kali lipat dibanding sebelum krisis. Harga pokok gandum paralel dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sedangkan kenaikan harga mi instan dalam periode yang sama hanya dua kali lipat.

"Aksi banting harga antara produk Indofood dan Mie Sedap membuat kami susah melakukan penyesuaian harga," kata Budianto kepada Tempo di Jakarta, Jumat (25/3). "Kami tidak mungkin bisa bertahan."

Di sisi lain, Budianto pun mengakui bagusnya produk Indofood yang diikuti dengan harga murah. Alhasil Sentrafood semakin sulit mengikutinya. Solusinya, penguasa pangsa pasar mi 5 persen ini melakukan efisiensi, termasuk dalam jumlah tenaga kerja. "Selain itu, kami juga kurangi ekspansi."

Thomas mengatakan, persaingan mi instan ini memang dilematis. Bagi pengusaha dan konsumen, perang harga itu tidak menjadi masalah. Pembeli pun tentu akan membeli produk yang paling murah. "Kesulitan justru dialami produsen mi instan yang pangsa pasarnya kecil," ujarnya, Sabtu (26/3).

Sayangnya, saat ini belum ada undang-undang uang mengatur persaingan harga. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia masih menggodok undang-undang perdagangan yang direncanakan selesai akhir tahun ini.

Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU) Sutrisno Iwantono menyatakan, hingga kini belum pernah ada yang melaporkan kasus persaingan mi instan. Seperti diketahui, pemeriksaan yang dilakukan KPPU harus dilandasi beberapa persyaratan, di antaranya adalah adanya laporan publik.

Lebih lanjut Thomas memaparkan, dalam persaingan mi instan itu, satu hal penting adalah masalah rasa. Maksudnya, persaingan mi instan ada pada rasanya. Produsen dapat bersaing dalam poin ini. Jadi produsen harus tahu betul rasa apa saja yang disenangi konsumen Indonesia. Karena itu, varian rasa yang beragam dapat menjadi nilai tambah suatu produsen mi instan.

"Harga bumbu itu lebih mahal dari pada harga minya," kata Thomas.

Selain varian rasa, menurut dia, variasi kelas konsumsi mi instan juga penting. Variasi kelas ini penting bagi kemajuan bisnis mi instan. "Jenis kelas konsumen harus diperhatikan, apakah kelas bawah, menengah, atau atas," kata Thomas.

Dia melanjutkan, selain untuk konsumsi lokal, pasar ekspor mi instan pun masih menunjukkan potensi. Hanya, produsen harus memperhatikan lokasi pemasaran ekspor. "Asia tidak terlalu bagus untuk pasar ekspor mi instan," kata Thomas. "Sudah banyak pesaing."

Produsen mi instan dapat mencari celah pasar. Antara lain dengan mencari lokasi pemasaran yang memiliki jumlah tenaga kerja Indonesia cukup besar, seperti Malaysia. "Sebab, walau tinggal di luar negeri, lidah orang Indonesia tetap paling cocok dengan rasa mi instan buatan Indonesia," kata Thomas.

Selain Asia, menurut penilaian Thomas, Afrika juga masih memiliki potensi yang baik untuk pasar ekspor mi instan. fanny febiana

Peluang Bisnis
Data GAPMMI menunjukkan, setiap orang Indonesia mengkonsumsi 52 bungkus mi setiap tahun. Itu artinya, setiap orang makan mi instan seminggu sekali. Dengan penduduk Indonesia 225 juta jiwa, bisa dibilang konsumsi mi instan setiap tahun 11,7 miliar bungkus.

Angka sebesar ini, menurut Ketua GAPMMI Thomas Darmawan, menunjukkan betapa besarnya peluang bisnis mi instan di Indonesia. Selama ini Korea menduduki peringkat pertama. Konsumsi mi instan Negeri Ginseng ini pada 2001 mencapai 76 pak per kapita per tahun. Sedangkan Indonesia, tahun lalu saja baru mencapai 52 pak per kapita per tahun.

Thomas optimistis satu saat konsumsi mi instan Indonesia bisa mencapai 70 pak per kapita per tahun. "Tapi tidak tahun ini," ujarnya.

Keyakinan itu, menurut dia, disebabkan oleh murahnya harga satu piring mi instan jika dibandingkan dengan harga satu piring nasi dan sayuran untuk sekali makan. "Padahal hasil kekenyangan yang tidak jauh berbeda."

Pada 2004, Indofood menguasai sekitar 78 persen pangsa pasar mi instan di Indonesia dengan volume penjualan 9,9 miliar. Besarnya volume penjualan ini tidak terlepas dari promosi harga dan strategi pemasaran Indofood. fanny

1 comment:

  1. wah postinganya sangat berguna,,,

    admin http://technokers.com/bolaeropa/2013/11/16/bale-ronaldo-pemain-terbaik-didunia/

    ReplyDelete