Selasa, 9 Juli 2002.
Menantu Gondokusumo Terbukti Pemilik RGAJAKARTA---Indikasi keterlibatan keluarga Gondokusumo dalam kisruh transaksi saham PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) milik PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk. beberapa waktu lalu, kian kuat.
Dasarnya, dalam persidangan di Singapura, Lanny Angkosubroto--- menantu Gondokusumo---terbukti sebagai pemilik Roman Gold Asset (RGA), perusahaan berbasis British Virgin Island yang bersengketa dengan Manulife Financial (Kanada) dan mengaku sebagai pembeli sah saham AJMI.
Hal ini terungkap dalam surat yang dikirimkan 9 kreditor Dharmala ke majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tertanggal 2 Juli 2002, yang salinannya diperoleh Koran Tempo.
Para kreditor yang menandatangani surat itu adalah Artha Mandiri Prima, Yamaichi Merchant Bank, Standard Chartered Bank, Hanil Bakrie Finance, ABN-Amro Bank, Deutsche Bank (Jakarta), PT Bank Societe Generale, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan Ardas Dipa
Surat itu sesungguhnya berisikan desakan dari para kreditor kepada majelis hakim untuk segera mengganti Paul Sukran selaku kurator Dharmala Sakti yang telah dinyatakan pailit (bangkrut) pada Juni 2000 lalu. Kurator merupakan pihak yang bertindak sebagai pengelola dan penjual aset pailit dalam mewakili kepentingan para kreditor.
Dalam surat tersebut, para kreditor mempertanyakan gugatan pailit yang diajukan Paul Sukran terhadap AJMI. Alasannya, perkara pidana yang masih diproses saat ini hanyalah laporan pidana yang dilakukan oleh Roman Gold.
Roman Gold, kata para kreditor, "Terbukti dari persidangan di Singapura adalah milik dari Lanny Angkosubroto, salah satu anak mantu Gondokusumo." Padahal, mereka melanjutkan, "Gondokusumo adalah pemilik PT Dharmala Sakti Sejahtera."
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari adanya sengketa antara Manulife (Kanada) dan RGA pada Oktober 2000 lalu, yang kedua-duanya mengaku sebagai pemilik sah saham AJMI. Manulife telah membelinya melalui lelang, namun RGA juga mengaku telah membeli saham itu seminggu sebelumnya (lihat: "Berawal dari Rebutan Saham").
Akibat kekisruhan ini, salah seorang direksi Manulife sempat ditahan kepolisian karena didakwa oleh RGA telah memalsukan saham AJMI. Namun, dalam perkembangannya kemudian, ditengarai bahwa kepemilikan saham RGA yang justru merupakan hasil dari transaksi fiktif yang melibatkan keluarga Gondokusumo.
Sehubungan dengan itu, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) telah memanggil bos Grup Dharmala, Suyanto Gondokusumo, untuk diperiksa. Namun, Suyanto tidak pernah memenuhi panggilan Bapepam dengan alasan masih menjalani pengobatan di Singapura.
Menurut Kepala Biro Pemeriksaan Bapepam Abraham Bastari, berdasarkan hasil pemeriksaan, telah ditemukan bukti bahwa transaksi pengalihan saham AJMI tidak pernah tercatat di laporan keuangan Dharmala.
Atas dasar itu, Abraham menandaskan, "Dugaan telah terjadinya penyembunyian informasi dan penghilangan dokumen dalam transaksi itu semakin kuat."
Penggantian kurator
Menyangkut soal tuntutan penggantian kurator, para kreditor meminta kepada majelis hakim agar hal itu segera dilakukan. "Kami para kreditor dengan tegas menolak Sdr. Paul Sukran selaku Kurator Dharmala dan mohon segera dilakukan pergantian," kata mereka.
Dalam suratnya, para kreditor juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, Paul Sukran selaku kurator belum membagikan uang hasil lelang saham AJMI yang dibeli Manulife senilai Rp 170 miliar dan dividen Rp 3,6 miliar kepada kreditor. Padahal, menurut mereka, hal itu sudah diputuskan dalam rapat kreditor.
Menanggapi hal ini, dalam suratnya tertanggal 30 Januari 2002 ke Pengadilan Niaga, Paul Sukran menyatakan, dividen tersebut belum bisa dibagikan karena masih tersangkut perkara pidana. "Faktanya, laporan pidana tersebut telah dicabutnya sendiri," kata para kreditor.
Sehubungan dengan itu, mereka pun menilai tindakan Paul Sukran selaku kurator tidak sejalan dengan keputusan rapat kreditor. "Bertentangan dengan apa yang telah diputuskan dalam rapat kreditor dan sangat merugikan para kreditor," paparnya. metta dharmasaputra
Berawal dari Rebutan Saham
Kisruh Manulife yang akhir-akhir ini mencuat kembali, sesungguhnya kasus lama yang telah muncul sejak Oktober 2000 lalu. Kisah ini berawal dari adanya perselisihan antara Manulife Financial (Kanada) dengan Roman Gold Assets (RGA), yang kedua-duanya mengklaim telah membeli secara sah 40 persen saham PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) milik PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk.
Manulife membeli saham tersebut melalui lelang yang digelar Balai Lelang Batavia pada 26 Oktober 2000, setelah Dharmala dinyatakan pailit pada 6 Juni 2000. Di sisi lain, RGA menyatakan bahwa satu minggu sebelum Manulife melakukan pembelian, pihaknya telah lebih dulu menguasai saham AJMI melalui pembelian dari Harvest Hero International Ltd. yang berbasis di Hong Kong.
Belakangan diketahui bahwa Harvest Hero mendapat saham tersebut setelah adanya pengalihan kepemilikan dari Highmead Limited, yang mendapat kuasa jual dari Suyanto Gondokusumo, mantan bos Grup Dharmala, pada 1996 lalu.
Pihak Manulife pernah menyatakan bahwa transaksi oleh RGA maupun Harvest Hero sesungguhnya fiktif dan tidak pernah terjadi. Sebab, berdasarkan penyidikan independen, RGA ternyata telah dihapuskan dari daftar perusahaan di British Virgin Island.
Selain itu, dalam kesaksiannya di pengadilan Hong Kong, Maggie Ho Yuk Lin (Direktur AMS Management Services yang juga pengelola Harvest Hero) pernah mengaku bersalah membuat dokumen palsu dengan memundurkan tanggal transaksi antara RGA dan Harvest. Disebutkan pula bahwa hal itu dilakukan atas permintaan Lucas, mantan kurator Dharmala.
Perseteruan Dharmala dan Manulife kini kembali mencuat, setelah Pengadilan Niaga mengabulkan gugatan pailit atas AJMI yang diajukan kurator Dharmala, Paul Sukran. Namun, kabar terakhir menyebutkan, Mahkamah Agung menerima kasasi yang diajukan AJMI. Dengan demikian, AJMI pun terbebas dari putusan pailit. metta
No comments:
Post a Comment