Cari Berita berita lama

KoranTempo - 70 Persen Kebutuhan Kayu Pabrik Kertas dari Hutan Alam

Rabu, 25 Pebruari 2004.
70 Persen Kebutuhan Kayu Pabrik Kertas dari Hutan AlamJAKARTA -- Forest Watch Indonesia memperkirakan, sekitar 70 persen kebutuhan bahan baku kayu industri pulp dan kertas di Indonesia masih dipasok dari hutan alam dan 30 persen dari hutan tanaman industri (HTI).

Menurut Direktur Forest Watch Indonesia Togu Manurung, tingginya penggunaan bahan baku kayu dari hutan alam ini karena gagalnya pembangunan hutan tanaman. Padahal, sejak awal 1990 pemerintah telah mentargetkan pembangunan hutan tanaman seluas 8 juta hektare, tapi realisasinya hingga kini masih sekitar 2 juta hektare.

"Rendahnya komitmen industri pulp dan kertas membangun HTI, karena mudahnya industri mendapatkan bahan baku kayu dari hutan alam dan dan murahnya harga kayu itu sendiri. Di sisi lain, investasi pembangunan HTI sangat mahal," kata Togu kepada Koran Tempo di Jakarta kemarin.

Selain itu, tidak semua bahan baku kayu yang diperoleh industri pulp dari hutan alam diperoleh secara legal, karena saat ini daya dukung hutan alam sudah semakin turun akibat laju kerusakan hutan semakin tinggi. Kerusakan hutan sebelum krisis rata-rata antara 1,6-2,4 juta hektare, tapi setelah krisis melonjak menjadi 3,8-4,1 juta hektare per tahun. "Bila kondisi ini terus dibiarkan, hutan dataran rendah di Sumatera misalnya, tahun depan sudah habis."

Togo menilai, hutan telah menjadi sumber eksploitasi yang sangat mudah akibat sistem pemerintahan Indonesia yang sangat korup. Pemerintah, terutama di daerah, sangat mudah memberikan izin penebangan di hutan yang seharusnya tidak boleh ditebang untuk memenuhi kepentingan sendiri atau kelompoknya. Pemerintah tidak pernah memikirkan akibat bencana yang bisa ditimbulkan karena kerusakan hutan itu akan menyebabkan jutaan rakyat menderita.

"Saya kira tidak ada kemajuan berarti dalam pembangunan kehutanan di Indonesia. Masalahnya masih itu-itu saja, yakni pencurian kayu dan kerusakan hutan. Kondisi ini menyebabkan pembangunan kehutanan makin merosot," kata dia.

Karena itu, menurut Togu, upaya pemerintah mentargetkan industri pulp dan kertas tidak boleh lagi menebang hutan alam untuk kebutuhan bahan bakunya mulai 2006, sangat tidak mungkin akan tercapai. Apalagi, hingga kini tidak ada tindakan tegas terhadap pencuri kayu, termasuk industri yang mendapat bahan baku kayu secara ilegal.

"Upaya yang diharapkan efektif untuk menekan industri pulp dan kertas agar tidak lagi menggunakan hutan alam adalah dari pembeli. Untuk itu kampanye antiproduk yang merusak lingkungan harus digalakkan," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan investigasi yang dilakukan Lembaga Ekolabel Indonesia dan World Wide Fund, Asia Pulp and Paper Co. Ltd. (APP) menggunakan bahan baku dari Suaka Marga Satwa Bukit Batu, Riau. Padahal, suaka ini merupakan kawasan hutan yang dilindungi dan dilarang untuk dieksploitasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Menurut Direktur Species Program WWF Indonesia Nazir Foead, 30 persen kebutuhan bahan baku kayu perusahaan tersebut diperoleh secara ilegal. Dengan kapasitas produksi 2,4 juta ton per tahun untuk dua pabrik bubur kertasnya, APP membutuhkan 12 juta meter kubik kayu per tahun.

Untuk memenuhi kebutuhan itu dibutuhkan lahan hutan tanaman industri seluas 75 ribu hektare, sementara sampai sekarang luas lahan HTI yang bisa dipanen paling banyak hanya sekitar 10-15 ribu hektare.

"Baru tahun lalu realisasi penanaman HTI APP mencapai 35 ribu hektare. Itu pun baru bisa dipanen 6-7 tahun ke depan. Karena itu, kebutuhan bahan baku kayu APP selama 2004-2005 sekitar 6,5 juta ton masih mengandalkan hutan alam," kata Nazir akhir pekan lalu.

Sementara itu, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Koes Saparjadi mengaku, upaya hukum terhadap pencuri kayu memang masih sangat lemah. Namun, pemerintah berusaha terus melakukan perbaikan.

Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri, Kejaksaan Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan pekan lalu telah menandatangani kesepakatan kerja sama untuk menegakkan hukum terhadap pelaku korupsi di bidang kejahatan kehutanan, termasuk penyalahgunaan dana reboisasi dan penerbitan izin penebangan yang tidak sah. "Departemen Kehutanan tidak akan menutup-nutupi kasus kejahatan kehutanan lagi. Tunggu saja action-nya nanti," kata Koes. taufik kamil

No comments:

Post a Comment