Rabu, 14 Agustus 2002.
Taruna AAL Terdakwa Pembunuh Yuniornya, Mengaku MenyesalSurabaya, 14 Agustus 2002 15:04Taruna Akademi TNI AL (AAL) Sersan Mayor Taruna (P) Agung Bekti Nugroho (21) yang didakwa membunuh yuniornya, Sersan Taruna Predgianus Theo Haryanto mengaku menyesali atas perbuatannya saat diminta keterangan di Mahkamah Militer (Mahmil) III-12 Surabaya, Rabu.
"Saya sangat menyesal atas perbuatan itu dan saya siap bertanggung jawab di hadapan hukum," katanya dalam sidang lanjutan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Letkol Laut (KH) AR Tampubolon, SH dengan hakim anggota Mayor (CHK) H Mahmud, SH dan Kapten (CHK) Soekartono, SH, MH.
Ia mengaku memukul yuniornya hingga menyebabkan meninggal dengan maksud sebagai pembinaan karena yang bersangkutan dianggap tidak loyal terhadap seniornya. Sebelum dipukul pada 17 Mei 2002 lalu, korban berkali-kali disuruh menghadap kepada terdakwa, namun itu tidak dindahkan.
Di depan majelis hakim dan oditur militer Mayor (CHK) Herdjito, SH ia mengungkapkan, meskipun hukuman fisik terhadap taruna yunior sudah lama dilarang di lingkungan pendidikan militer, namun tradisi itu masih tetap berlangsung.
Ia juga mengakui, setiap selesai memukul dada bagian tengah korban, langsung melihat ke lorong, karena khawatir diketahui orang lain. Ia mengaku memukul korban sebanyak enam kali itu sebagai sebuah kewajaran karena dirinyapun pernah menerima hukuman serupa lebih dari itu.
Namun pengakuan terdakwa itu dibantah oleh seorang saksi yang juga taruna AAL yang mengaku mendengar suara pukulan sebanyak 10 kali. Terdakwa mengaku suara itu kemungkinan berasal dari suara pukulan dan suara tubuh korban yang didorong ke tembok.
Dalam persidangan yang juga dihadiri Komandan Flotila AAL, Kolonel (Mar) Djunaedi Jahri itu sedianya menghadirkan delapan saksi, namun dua saksi berhalangan karena sedang mengikuti pendidikan komando, yakni Sertar M Rusdi Sutrisno dan Sertar M Muhsin.
Pada persidangan ketiga itu oditur militer juga menghadirkan seorang dokter TNI AL, Lettu Laut (K) dr Heru Setyanto yang saat kejadian sempat memberikan pertolongan kepada korban. Kesaksian dokter itu dipertanyakan ulang oleh majelis hakim karena dinilai berubah-ubah.
Pada kesempatan itu Sermatar Agung Bekti menceritakan kembali terjadinya peristiwa yang diawali oleh perbuatan korban pada tanggal 4 Mei 2002, yakni dinilai tidak disiplin karena tertidur saat jam jaga di Pos Dermaga Halong.
Sebagai seksi pengamanan, Agung Bekti merasa bertanggung jawab terhadap perbuatan yuniornya itu. Karena itu ia memerintahkan agar segera menghadap dirinya. Namun perintah itu tidak pernah dilaksanakan oleh almarhum sampai waktu sekitar satu minggu.
Merasa perintahnya tidak diperhatikan, Agung Bekti yang pada 17 Mei pagi bertemu dengan korban langsung memberikan "pelajaran". Bahkan terdakwa sempat mengeluarkan kata-kata, "Sudah saya bantai dia," saat bertemu dengan taruna lainnya.
Majelis hakim yang menawarkan kehadiran saksi meringankan kepada terdakwa tidak dilakukan oleh penasehat hukumnya karena keterangan para saksi selama ini sudah dianggap cukup.
Sidang akan dilanjutkan, Kamis (15/8) untuk menghadirkan saksi dokter dari RSAL dr Ramelan yang menangani jenazah korban dan pembacaan tuntutan oleh oditur militer. Pembacaan vonis kemungkinan akan dilaksanakan dalam sidang hari Jumat (16/8). [Tma, Ant]
No comments:
Post a Comment