Cari Berita berita lama

Republika - Rasakan Kenikmatan dengan Ukhuwah

Kamis, 5 Oktober 2006.

Rasakan Kenikmatan dengan Ukhuwah






Kesabaran menjadi ujian yang berarti bagi Muslim di negara itu.





Kumandang adzan Maghrib terdengar dari komputer. Adzan yang diset pada pukul 17.00 waktu Tromso, Norwegia, juga menjadi penanda saat berbuka.
Mulia Nurhasan, mahasiswi Indonesia yang kini belajar di Universitas Tromso, Norwegia, ini pun segera membatalkan puasanya. Tromso hanya kota kecil, berpenduduk 62 ribu jiwa dan memiliki luas 2.558 km2.
Penduduk Muslim yang tinggal di kota tersebut 600-800 orang. Mereka imigran dari Maroko, Somalia, Irak, Afghanistan, dan sejumlah penduduk asli Norwegia yang memeluk Islam. Tidak seperti Ramadhan di Jakarta, Mulia menjalani puasa dalam sebuah keheningan. Tidak ada sanak keluarga yang bergabung di meja makan untuk berbuka bersama. Ia pun harus menyiapkan segala sesuatunya sendiri, baik menu untuk berbuka maupun sahur.
''Kalau sudah terdengar adzan, saya pun kemudian menuju dapur. Menyeduh teh hangat dan menyiapkan makan. Terkadang saya teringat dengan keluarga di Jakarta. Saya teringat mama yang kerap memasak rendang kesukaan ketika Ramadhan,'' kata Mulia.
Saat memasuki Ramadhan pada September ini, Tromso telah diguyur hujan es dan salju. Ini menyebabkan suhu pagi hari mencapai dua derajat Celcius. Kondisi dingin ini membuatnya merasa lapar yang sangat berat. Meski demikian, hujan salju membuat hari cepat gelap.
Menjelang Ramadhan, Mulia terlebih dahulu menginformasikan ke teman-teman serumahnya mengenai kegiatannya di dapur menjelang berbuka dan sahur. Ia mengatakan ini perlu dilakukan agar tak ada kesalahpahaman karena teman-teman serumahnya tak menjalankan puasa.
Dia bersyukur teman-teman serumahnya mau bertoleransi dan mengerti bila ada kegiatan dapur yang mungkin menimbulkan suara agak mengganggu kala hari masih gelap, khususnya ketika sahur. ''Alhamdulillah teman-teman serumah sangat toleran,'' ujarnya.
Namun, tak jarang berbuka juga tak hanya dilakukan di rumah sendirian. Ada juga tetangga dekat rumah yang keluarga Muslim asal Maroko mengajak berbuka bersama. Terkadang dia juga berbuka puasa di Masjid Al Noor, dekat dengan rumah.
Apalagi, kalau sedang ada acara tertentu, misalnya akikah yang dilakukan di masjid, banyak menu spesial. Mulia mengatakan pada pekan pertama Ramadhan ada acara akikah. Kebetulan ayah si bayi berasal dari Irak. Maka, nasi kebuli dan nasi kuning menjadi menu berbuka saat itu.
Tetangga rumah, jelas Mulia, juga kerap mengundangnya berbuka. Mereka adalah Fatema, Mustafa, dan beberapa keluarga Maroko lainnya. Terkadang ia juga membantu keluarga Maroko itu untuk beres-beres rumah. ''Lumayan ada tambahan penghasilan,'' katanya.
Bila waktu berbuka tiba, kata Mulia, mereka juga menyuguhi sejumlah hidangan khas Timur Tengah. Ada kurma, kismis, dan susu. Ia mengatakan suguhan hidangan ini membuatnya terharu. Ia merasakan betapa sesama Muslim saling membantu dan menjaga satu sama lain.
Selain acara buka puasa bersama, shalat Tarawih juga menjadi kegiatan rutin di masjid. Dua pekan awal Ramadhan, Tarawih dilakukan pada pukul 20.30 waktu Tromso. Kemudian, pada dua pekan berikutnya jadwal Tarawih akan dimajukan.
Hal ini dilakukan karena pergerakan matahari yang begitu cepat. Mulia mengatakan imam Tarawih seorang Muslim asal Libya yang memiliki kefasihan membaca Alquran. Tiap malam, imam membaca Alquran hingga satu juz.
Tak heran kemudian Tarawih baru selesai pukul 23.00 waktu setempat. Mustafa, tetangga Mulia, kerap mengeluh dengan panjangnya bacaan ayat meski Tarawih dilakukan sebanyak delapan rakaat. ''Pada zaman Rasul kan tidak banyak pekerjaan seperti sekarang,'' keluhnya.
Mustafa berharap sang imam dapat memperpendek bacaan Alqurannya sebab selain ingin bertarawih, ia pun harus menyiapkan hal lainnya. Namun, sang imam tampaknya tetap pada ketetapannya. Meski demikian, Mustafa tetap saja ke masjid untuk menjalankan shalat Tarawih.
Mulia juga merasa Tarawih begitu lama. Meski demikian, ia pun mengakui senang untuk shalat di masjid. Kalau memang ada prioritas lain, ia akan shalat Tarawih di rumah atau berjamaah dengan tetangganya, Fatema.
Menurut Maryam, tetangga Mulia lainnya, saat Idul Fitri biasanya warga Muslim akan melaksanakan shalat Idul Fitri di dalam masjid. Biasanya cuaca tak memungkinkan bagi warga Muslim untuk melaksanakan shalat Id di lapangan maupun di luar ruangan.
Setelah shalat Id selesai, jelas Maryam, dilanjutkan dengan ceramah yang biasanya dilakukan dalam bahasa Norwegia atau Arab. ''Setelah itu ada lomba baca Alquran untuk anak-anak, juga biasanya ada pertunjukan nasyid dari jamaah,'' ungkapnya.
Kehidupan umat Islam di Norwegia, khususnya Muslimah, relatif tak ada gangguan. Tidak ada kesulitan ketika mereka mengenakan jilbab. Menurut Fatema, jilbab yang ia kenakan tak menuai tanggapan sinis. Masyarakat tak memedulikannya karena dianggap aksesoris lain yang dikenakan di kepala.
Fatema juga mengatakan bahwa Muslimah dengan identitas jilbabnya tak pernah kesulitan mencari sekolah atau pekerjaan. ''Waktu saya SMA di Oslo, saya punya kerja sampingan, tidak pernah ada masalah,'' kata Muslimah asal Iran yang telah tinggal di Norwegia selama 17 tahun.
Fatema berkerudung seperti muslimah di Indonesia. Wajahnya yang khas Arab membuat orang langsung tahu dia muslimah. Tapi, Fatema tak pernah bermasalah di sekolah atau dimana saja. Alhamdulillah. fer
( )

No comments:

Post a Comment