Senin, 3 April 2006.
Hindari Puso, Petani Panen Lebih Awal
INDRAMAYU -- Menyusul terjadinya banjir yang merendam puluhan ribu hektar sawah di Kabupaten Indramayu, sejumlah petani memilih memanen tanaman padi mereka lebih awal. Hal itu terpaksa dilakukan untuk menghindari terjadinya gagal panen (puso). Seperti yang dilakukan salah seorang petani di Desa Pabean Udik Kecamatan Indramayu, Jana (45). Dia mengungkapkan, terpaksa memanen padinya sepuluh hari lebih awal dari waktu yang seharusnya karena tanaman padinya telah terendam banjir selama tiga hari. ��Sebaiknya panen baru boleh dilakukan setelah umur tanaman padi mencapai 110 hari. Sedangkan umur tanaman padi saya sekarang baru mencapai 95 hari,�� ujar Jana saat ditemui Republika di sela-sela kegiatan panen yang dilakukannya, Senin (6/2). Jana mengakui, panen lebih awal yang dilakukannya itu telah membuat gabah yang dihasilkannya memiliki kualitas yang kurang baik. Akibatnya, harga jual gabah menjadi lebih rendah dari harga gabah yang berlaku saat ini. Menurut Jana, harga ju!
al gabah basah yang diterimanya kini hanya mencapai Rp 200 ribu per kuintal. Padahal dalam kondisi normal, harga gabah basah yang berlaku saat ini mencapai Rp 220 ribu per kuintal, dan harga gabah kering panen (GKP) mencapai Rp 280 ribu per kuintal. Selain harga jual gabah yang lebih rendah, lanjut Jana, panen lebih awal yang dilakukannya juga membuat jumlah produksi padi yang diterimanya tidak maksimal. Pasalnya, masih banyak bulir padi kosong yang belum terisi. Dalam kondisi normal, kata Jana, hasil panen yang diterimanya bisa mencapai lima ton gabah per hektar. Namun akibat panen lebih awal, hasil yang diterimanya kini hanya mencapai tiga ton per hektar. ��Daripada nanti tidak menerima hasil sama sekali, saya lebih memilih panen lebih awal meski dengan hasil pas-pasan dan hanya bisa untuk menutup modal. Soalnya saya takut banjir akan kembali terjadi dan merendam tanaman padi saya sehingga nanti malah tidak bisa dipanen,�� ungkap Jana, yang mengaku memiliki lima hektar t!
anaman padi. Jana mengungkapkan, modal yang telah dikeluarkann!
ya untuk
menanam padi mencapai Rp 2,5 juta per hektar. Modal tersebut, sambung dia, diantaranya dipergunakan untuk membayar 30 orang buruh tani sebesar Rp 25 ribu per orang, dan membeli bibit tanaman padi seharga Rp 50 ribu. Lebih lanjut Jana menerangkan, modal itu juga dipergunakannya untuk membeli pupuk urea dan TS seharga Rp 480 ribu, dan obat-obatan anti hama sundep seharga Rp 175 ribu. Sedangkan sisanya, dipergunakan untuk membayar sewa traktor dan pengairan sawah. Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu, Ir Apas Fahmi, mengatakan, akibat banjir, sebanyak 38.981 hektar lahan pertanian padi di Kabupaten Indramayu terendam air dengan ketinggian 50 cm � 175 cm. ��Dari jumlah tersebut, sebanyak 14 ribu hektar diantaranya mengalami puso dan 13 ribu hektar lainnya mengalami kerusakan yang parah. Sementara sisanya, hanya mengalami kerusakan ringan,�� cetus Apas saat dihubungi Republika melalui telepon selulernya, Senin (6/2). Sement!
ara itu, harga beras di Pasar Baru Indramayu hingga saat ini masih tetap tinggi. Saat ini, harga beras kualitas medium mencapai Rp 4.500 per kg. Menurut salah seorang pedagang beras di Pasar Baru Indramayu, Carwan, tingginya harga beras itu berasal dari para petani. Pasalnya, ongkos produksi padi yang harus dikeluarkan petani, seperti membeli pupuk, membiayai pengairan, dan membeli solar untuk traktor, juga mengalami kenaikan. ''Kalau kami tidak menaikkan harga jual beras kepada konsumen, maka kami bisa rugi,'' ujar Carwan.
( lis )
No comments:
Post a Comment