Cari Berita berita lama

Republika - 40 Perusahaan Kimia Hilir Investasi Rp 1,07 T

Selasa, 19 Desember 2006.

40 Perusahaan Kimia Hilir Investasi Rp 1,07 T












JAKARTA--Sebanyak 40 perusahaan kimia hilir berencana merealisasikan investasi dengan total Rp 1,07 triliun. Peningkatan investasi ini dilakukan menyusul melonjaknya permintaan plastik sepanjang tahun ini sebesar 11 persen . Direktur Industri Kimia Hilir Departemen Perindustrian (Deperin), Tony Tanduk, menuturkan lonjakan permintaan plastik itu dipicu mulai pulihnya iklim usaha dengan adanya penurunan harga BBM industri. ''Sampai kuartal tiga ini rata-rata industri plastik melakukan ekspansi di wilayah Jawa,'' ujarnya kepada wartawan, kemarin (18/12). Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), 40 perusahaan kimia hilir itu terdiri dari 12 perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang merealisasikan investasi dan 16 perusahaan PMA yang disetujui izin investasi. Selain itu, enam perusahaan penanaman modal dalam negeri merealisasikan investasi serta enam perusahaan PMDN yang disetujui izin investasinya. Perusahaan PMA yang telah merealisasikan investasinya an!
tara lain PT Takagi Sari Multi Utama sebesar 13,5 juta dolar AS dan PT Sanly Industries sebesar 7 juta dolar AS. Perusahaan PMDN yang sudah merealisasikan investasinya antara lain PT Sarana Nugraha sebesar Rp 326 miliar. Perusahaan PMA yang disetujui izin investasinya antara lain PT Sankei Indonesia sebesar 6 juta dolar AS. Perusahaan PMDN yang disetujui investasinya antara lain PT Trivesta Polymas Perkasa sebesar Rp 17,5 miliar. Meski dalam tahun 2006 ini investasi di industri kimia hilir mulai menggeliat, namun menurut Tony, upaya pengembangan sektor industri ini masih menghadapi kendala ketersediaan bahan baku di dalam negeri. ''Bahan baku industri kimia hilir ini kan sebagian besar dari minyak. Di Indonesia hanya ada Chandra Asri yang memproduksi PE dan PP tripolita, tapi masih kurang,'' ungkapnya. Selain itu, lanjut Tony, industri plastik dalam negeri juga menghadapi persaingan dengan adanya serbuan barang impor dari Cina yang rata-rata harganya jauh lebih rendah. Mas!
uknya produk plastik impor ini, disinyalir Tony melalui cara-c!
ara yang
ilegal seperti transshipment, under invoice, dan penyalahgunaan nomor HS. Untuk membendung serbuan produk impor ini, jelas Tony, pihaknya berencana menerapkan ketentuan SNI wajib bagi produk plastik. Pasalnya, menurut dia, masih banyak industri plastik yang membuat produk di bawah standar. ''Untuk produk yang SNI-nya sudah 5 tahun berlaku kita perbarui, dan yang belum ada SNI kita coba buatkan. Kalau semua itu rapi baru akan kita terapkan SNI wajib,'' paparnya. Lebih lanjut Tony menuturkan untuk mengatasi produk impor ilegal ini, pihaknya akan meningkatkan koordinasi dengan Departemen Perdagangan dan Ditjen Bea Cukai. ''Kita akan melakukan sidak ke industri,'' tandsanya. Maraknya produk plastik impor ilegal ini, tambah Tony, juga berdampak terhadap rendahnya tingkat utilisasi industri plastik. Saat ini tingkat utilisasi industri plastik berkisar antara 60 hingga 70 persen.
(dia )

No comments:

Post a Comment