Kamis, 5 Desember 2002.
Sony Tutup Lantaran Masalah Internal Perusahaan di JepangJAKARTA - Presiden Direktur PT Sony Elektronics Indonesia Takada membantah penutupan pabriknya lantaran masalah dalam negeri Indonesia, melainkan masalah internal perusahaannya di Jepang.
Hal itu disampaikan setelah bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta kemarin. Takada datang ke Departemen Tenaga Kerja memenuhi undangan Menteri Jacob Nuwa Wea.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sony akan menutup pabriknya pada Maret tahun depan. Akibat penutupan pabrik audio ini, 1.000 karyawan terpaksa akan kehilangan pekerjaan.
Dalam kesempatan itu, Jacob menjelaskan, dalam klarifikasinya, pihak Sony Elektronics menyebutkan alasan utama penutupan yaitu untuk efisien perusahaan. Kebijakan tersebut diambil dalam rangka menghadapi persaiangan global.
Jadi, katanya, penutupan pabrik tidak hanya dilakukan di Indonesia, melainkan di tempat-tempat lain. Sehingga, jumlah pabriknya menjadi 54 dari 70 di seluruh dunia yang ada sejak 1999.
"Jadi, masalah Sony itu bukan masalah pajak atau perburuhan atau masalah lainnya. Tapi, upaya efisiensi perusahaan menghadapi tantangan global," kata Jacob mengutip pernyataan Takada. Jacob menerima Takada di ruang kerjanya selama kurang dari setengah jam.
Takada menjelaskan pabriknya di Indonesia semula memiliki 11 unit produks. Kini, hanya tiga. Kondisi demikian tidak memungkinkan perusahaannya untuk mencapai titik impas, sehingga mesti ditutup.
Di sisi lain, Jacob juga menegaskan, jika Sony menutup pabriknya di Indonesia lalu mengalihkannya ke Malaysia atau ke negara lain, sebagai warga negara, Jacob menyatakan akan mengampanyekan boikot penggunaan produk Sony. Menurut dia, sebagai bangsa, Indonesia harus memiliki sikap atas permasalahan yang ada, bukan mengikuti arus.
Namun, katanya, sebagai menteri dia ingin mengklarifikasi apakah penutupan pabrik Sony akibat alasan perburuhan, pajak, keamanan atau masalah dalam negeri lainnya.
Namun, kata Jacob, dalam pertemuannya, Takada tidak menyinggung rencana penutupan pabriknya. "Saya menyarankan agar jangan menutup pabriknya, tetapi lakukanlah efisiensi."
Pada pertemuan tersebut, Takada juga tidak menyinggung rencana pemutusan hubungan kerja karyawan pabrik Sony. "Jika mereka mau PHK, harus melaporkannya ke Depnakertrans."
Ketika dikonfirmasi soal pernyataan Sony Corp. bahwa mereka akan menutup pabriknya di Indonesia, Jacob menyatakan dirinya mempercayai informasi dari Sony Indonesia. Dia mengaku akan melakukan pertemuan lagi dengan manajemen Sony Indonesia untuk menindaklanjuti pertemuan hari ini.
Sebelumnya, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Syukur Sarto mengatakan, Sony Indonesia tutup lantaran tidak efisien, bukan ketenagakerjaan. Faktor ketenagakerjaan, katanya, sebagai alasan utama penutupan, terlalu dicari-cari.
"Sejak awal keberadaan Sony di Indonesia sudah tidak fair, karena terlalu diproteksi dan diberi kemudahaan," katanya.
Selama ini, katanya, Sony diberi izin mengimpor komponen elektronik langsung dari Jepang, dengan alasan kualitas industri rumahan lokal tidak memadai. Kondisi itu terus berlangsung hingga sekarang, sementara Indonesia memiliki industri rumahan yang cukup baik di Bandung.
Dia mengatakan, tinggi harga kompenen elektronik dari Jepang itulah yang menjadikan Sony Indonesia harus menekan biaya buruh menjadi 1,5 persen saja dari total biaya produksi. Dengan persentase sebesar itu upah buruh Sony memang sudah di atas upah minum regional, tetapi tetap relatif kecil jika dibandingkan di negara lain.
Di pabrik Sony lainnya, komponen upah buruh sebesar 8,5 persen dari total biaya. Ketentuan ini membuat biaya produksi jadi meningkat, sehingga produk yang dihasilkan tidak kompetitif lagi. retno sulistyowati
No comments:
Post a Comment