Sabtu, 15 Januari 2005.
Polisi Tangkap Petinggi BINJAKARTA -- Markas Besar Polri telah menangkap dan menahan Kepala Staf Harian Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu Badan Intelijen Negara (BIN) Brigjen Pol (Purnawirawan) H M. Zyaeri dalam kasus pemalsuan uang. Zyaeri ditangkap bersama tujuh tersangka lainnya dalam waktu yang berbeda.
"Namanya tidak hafal, tapi yang paling terkenal itu (Zyaeri)," kata Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Irjen Pol Dadang Garnida menjawab pertanyaan wartawan di kantornya kemarin.
Dadang menjelaskan, penangkapan ketujuh tersangka itu didasarkan laporan BIN ke Markas Besar Polri beberapa waktu lalu. Dari para tersangka itu, menurut dia, penyidik telah menyita barang bukti berupa 2.000 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu. Uang itu belum sempat diedarkan oleh para tersangka.
Direktur II Ekonomi Khusus Brigjen Pol Andi Chaerrudin menjelaskan, saat memberikan dokumen laporan tentang pemalsuan uang, BIN juga membawa dua orang warga sipil yang diduga turut terlibat dalam jaringan pemalsuan uang. Kedua tersangka itu berinisial DAD dan TE. Mereka berperan sebagai kurir percetakan uang palsu. "Setelah kami periksa, dua orang itu langsung ditahan," ujar Andi kepada wartawan di ruang kerjanya kemarin.
Berdasarkan pemeriksaan kedua tersangka itu, penyidik kemudian mengejar pelaku lainnya. Empat anggota BIN pun ditangkap. Dari mereka, kata Andi, disita barang bukti, di antaranya mesin cetak uang. Namun, Andi membantah penyidik juga turut menyita cetak biru (blue print) pemalsuan uang dari para tersangka. "Peralatan produksi," katanya singkat.
Sumber Tempo kemarin menyebutkan, inisial empat tersangka tersebut adalah Har, Ja, WNS, dan MI. Keempatnya selanjutnya digelandang ke sel tahanan Markas Besar Polri pada 12 Januari 2004.
Menurut Andi, penyidik melanjutkan pemeriksaan, dan dari keempat orang ini diperoleh informasi tentang keterlibatan seorang petinggi BIN dan seorang pegawai di Direktorat Pajak berinisial AK. Keduanya ditangkap dan ditahan pada 13 Januari 2004. Saat wartawan mengkonfirmasi petinggi BIN yang dimaksud itu adalah Zyaeri, Andi hanya berujar, "Orang itu yang diduga mengendalikan produksi uang palsu."
Kepala Polri Da'i Bachtiar membenarkan adanya penangkapan dan penahanan terhadap sejumlah anggota BIN yang diduga terlibat pemalsuan uang. Da'i mengakui adanya keterlibatan seorang perwira tinggi purnawirawan dari Markas Besar Polri. "Saya dengar laporan BIN. Semuanya sedang dalam proses, ada keterlibatan purnawirawan Polri," kata Da'i menegaskan kepada wartawan kemarin.
Tim penyidik menjerat kedelapan tersangka pemalsu uang ini dengan tuduhan telah melanggar Pasal 244, 245, dan 250 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka terancam hukuman penjara di atas lima tahun lamanya. Mereka juga dijerat pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 10/1998 tentang Perbankan. Dadang menegaskan, untuk mengusut lebih jauh soal jaringan pembuat dan pengedar uang palsu tersebut, penyidik Markas Besar Polri segera memanggil saksi-saksi.
Anggota Komisi Hukum, Perundang-undangan, Hak Asasi Manusia, dan Pertahanan DPR, Djoko Edhi S. Abdurrachman meminta Kepala BIN Syamsir Siregar menjelaskan keterlibatan BIN dalam kasus pemalsuan uang.
Djoko beralasan, ada standar ganda yang dipakai BIN. Pertama, karena memang ada orang BIN yang dimasukkan ke dalam jaringan itu sebagai pancingan. Kedua, ada orang-orang yang memang benar-benar penjahat. Karena itu, dia meminta agar polisi dan BIN secara serius menuntaskan kasus ini. "Kami akan meminta penjelasan kepada Kepala Polri saat rapat dengar pendapat nanti," kata anggota Fraksi Partai Amanat Nasional itu saat dihubungi tadi malam.
Kasus pemalsuan uang akhir-akhir ini memang marak seperti terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Pekan Baru. Pemalsuan uang menggunakan alat-alat canggih seperti saat polisi membongkar jaringan pemalsu uang berbasis di Tawamangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Barat, tahun lalu.
Maraknya pemalsuan uang mendorong Combating Counterfeit and Financial Crime (CCFC) pertengahan Juni 2004 mendesak Bank Indonesia untuk segera menarik peredaran uang pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu. Alasannya, kedua pecahan tersebut tertinggi tingkat pemalsuannya. CCFC telah menemukan 6.782 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu dan 10.149 lembar pecahan Rp 50 ribu. martha warta/abdul manan/maria rita
No comments:
Post a Comment